Kematian orangtua apakah seorang ayah atau ibu bagi anak-anak sulit untuk mengerti dan menyikapinya. Apalagi mereka yang masih berusia pra sekolah disaat kemampuan berpikir dan bahasanya sedang bertumbuh pesat.
Mereka belum memiliki pengetahuan dan konsep kematian serta memaknainya sebagai siklus kehidupan seperti umumnya orang dewasa. Â Anak-anak polos dan lugu menjalani sebuah peristiwa baik suka dan duka. Kosumsi psikologisnya dipenuhi dengan perhatian, kepedulian, cinta dan kasih sayang orangtua dan keluarganya. Dunia mereka penuh dengan keceriaan, kejutan pengalaman baru, sentuhan kasih sayang, perhatian dan kepedulian orangtuanya, adik/abang dan dari lingkungan keluarga besarnya.Â
Di saat salah satu orangtuanya meninggal mereka tidak menyadari bahwa peristiwa ini adalah sebuah perpisahan abadi secara fisik. Â Mereka belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi dalam keluarga ketika papa/mamanya terbujur kaku.Â
Walaupun kadang kala kita menyaksikan seorang anak menangis ditengah kedukaaan, hal tersebut tidaklah berarti mereka sedang merasakan perpisahan. Mereka belum dapat memahami konsekuensi kematian yaitu terputusnya relasi oleh seorang yang dikasihinya. Sang ayah atau ibu pergi untuk selama lamanya secara fisik. Â Tidak akan ada lagi senda gurau dan cengkerama keluarga bersamanya. Mereka belum mampu menghayati sebab akibat terputusnya relasi baik fisik maupun psikis.Â
Peristiwa kematian berdimensi psikis yang mengakibatkan goncangan kejiwaaan dan depresi. Para psikolog menjabarkan berbagai tahapan saat mengalami kepedihan dan juga mekanisme mengatasinya mulai dari penyangkalan, kemarahan, penawaran, serta penerimaan.Â
Sedangkan bagi anak-anak yang terlihat menangis mereka lebih banyak dipengaruh oleh orang disekitarnya yang sedih dan menangis. Seringkali mereka memperhatikan dan meniru anggota keluarga yang sedang meratapi mayat orangtuanya.
Tidak jarang anak-anak bersikap sebaliknya yaitu ceria dan penuh canda ditengah suasana duka akibat dari kehadiran teman-teman sebayanya. Seperti teman sekolah, saudara, dan tetangganya yang menjadi sahabat.Â
Untuk anak kelas 1 SD atau sebayanya mereka belum mampu memahami peristiwa duka seperti kematian papa atau mamanya. Â Mereka tetap berperilaku seperti kejadian sehari-hari yang penuh dengan keceriaan saat kedukaan keluarga.
Teman sebaya merupakan pendamping ideal anak-anak melewati masa duka. Keterlibatan mereka dirumah duka membawa suasana tekanan duka dan sendu menjadi lebih rileks bagi anak-anak. Â Mereka dapat segera menyatu dengan keceriaan dan kegembiraan teman-teman sebayanya. Sekalipun banyak orang dewasa berpandangan keliru terhadap sikap anak-anak dimasa duka. Â Bahkan tidak jarang mereka memberikan penjelasan abstrak tentang kematian dan tidak dipahami anak-anakÂ
Oleh karena itu pendampingan teman sebaya dapat membantu mereka melewati suasana duka yang mereka hadapi. Paling tidak anak dapat terlibat dalam kedukaan keluarga dengan lebih rileks.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H