Di dalam menangani masalah kesejahteraan masyarakat baik di desa maupun kota banyak sekali pengalaman aktual para pemangku kewajiban dan juga para pemangku kepentingan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Pengalaman baik atau praktik baik yang terjadi dikumpulkan atau didokumentasikan sebagai acuan praktis untuk diadaptasi oleh mereka yang bergelut dalam kesejahteraan masyarakat. Demikian pula kegagalan atau praktik buruk dapat menjadi acuan pembelajaran yang sama pentingnya. Pemerintah dan masyarakat dapat memanfaatkan pengalaman tersebut serta mengadaptasinya untuk mengatasi permasalahan yang sama ditempat lain.
Mendaur ulang pengalaman baik adalah hal yang strategis karena dengan mengadaptasi praktik baik kesalahan atau kegagalan dapat diminimalisir jika dimanfaatkan ditempat lain. Ia dapat memotong segala proses yang tidak perlu dan spekulatif. Efisiensi proses dan juga potensi keberhasilan sudah terang didepan mata dan dapat diantisipasi. Oleh karena itu pemerintah, masyarakat, atau lembaga yang menangani permasalahan kesejahteraan masyarakat dapat menginventaris praktik baik ini dan dapat membakukannya sebagai acuan nasional untuk direplikasi didaerah atau wilayah lain.
Termasuk juga dalam menangani isu kesehatan COVID19 berbagai model praktik baik yang ada dapat menjadi input dan rekomendasi bagi pihak dan lembaga yang berkepentingan.
Ada contoh model praktik baik dari pulau Hiri di wilayah Kota Ternate. Wilayah indah ini berpenduduk 30.064 jiwa, sekitar 33 % berusia anak. Sebagai kecamatan, pulau Hiri ini memiliki 6 kelurahan; Kelurahan Dorarisa, Faudu, Tafraka, Mado, Togolobe, dan Tomajiko.
Seperti kebanyakan wilayah kepulauan lainnya, mata pencaharian utama penduduknya adalah nelayan dan petani. Hal menarik yang telah terjadi ditempat terpencil ini adalah keberhasilannya mendeklarasikan diri sebagai pulau layak anak sekitar tahun 2018.
Ini merupakan suatu prestasi luarbiasa karena masyarakat sudah memiliki kesadaran tinggi akan pentingnya akta lahir bagi anak-anak mereka. Deklarasi tersebut ditandai dengan pencapaian 100% kepemilikan akta lahir, adanya forum anak, ruang kreativitas anak, sekolah ramah anak dan puskesmas ramah anak.
Hingga saat ini semangat masyarakat disana masih terus berlanjut.
Faktor-faktor yang membuat keberhasilan masyarakat mengatasi isu yang kompleks ini adalah adanya keterlibatan masyarakat yang tinggi dengan besinergi bersama pemerintah setempat seperti kelurahan, juga tokoh masyarakat, tokoh adat, dan lembaga yang peduli anak a.l yayasan Wahana Visi Indonesia sebagai mitra pemerintah dan masyarakat disana.
Isu kepemilikan akta lahir dan masalah pandemi COVID19 merupakan isu yang berbeda tetapi dimata masyarakat kedua hal ini menjadi perhatian besar. Di pulau Hiri mereka berinisiatif dan penuh kreatif untuk memenuhi hak dasar anak. Sedangkan dalam pendekatan mengatasi COVID19 cenderung masyarakat hanya menunggu 'komando'.
Memang natur dari isu ini berbeda karena isu COVID19 berkategori bencana dan menuntut komando, koordinasi, dan aksi yang terukur serta cepat sedangkan pemenuhan akta lahir membutuhkan proses pendidikan masyarakat yang relatif panjang. Namun demikian se-ekstreme apapun perbedaan isu/masalah yang dihadapi dan dialami masyarakat pada prinsipnya pelibatan masyarakat perlu diupayakan secara optimal.
Upaya taktis mendongkrak kapasitas masyarakat perlu dirancang sedini mungkin agar mereka mau dan mampu berperan aktif mengatasi permasalahan bersama. Ini bukanlah barang baru tetapi hal pemberdayaan masyarakat sudah menjadi kerangka pikir pemangku kewajiban di setiap siklus pelaksanaan programnya.
Proses pembangunan yang menguatkan peran dan partisipasi masyarakat melalui musyawarah (mis. Musrembang) sudah bergulir diberbagai lapisan/tingkatan masyarakat. Hanya saja kualitas proses pelibatan tersebut masih terus mengalami perbaikan dan penyempurnaan seiring dengan dinamika dan konteks yang terjadi ditingkat lokal maupun nasional.
Masyarakat sering juga menyampaikan harapan dan usulan perbaikan saat mereka terlibat mereview dan mengevaluasi program bersama. Melalui pengalaman dan pembelajaranlah mereka menemukan ide baru dan kreatifitas terhadap pendekatan yang diterapkan.
Semuanya itu bisa terjadi melalui political will dan juga kepemimpinan yang bertekad kuat melakukan transformasi. Dimulai khususnya dari pemangku kewajiban yaitu pemerintah. Demikian pula semangat melibatkan masyarakat disetiap program kesejahteraan harus menjadi esensi dasar di masyarakat yang demokratis ini.
Peran pemerintah dalam memenuhi kewajibannya diharapkan juga mempromosikan proses-proses yang memerdekakan atau memberdayakan masyarakat. Sikap paternalistik yang masih ada dapat melemahkan daya juang dan menumbuh suburkan mental ketergantungan masyarakat - penerima pasif.
Di sinilah letak tantangan dan ujian tanggung jawab transformasi karena ia menuntut kesungguhan bersama. Masyarakat sebagai subyek utama pembangunan seharusnya berperan besar mewujudkan kesejahteraan diwilayahnya sendiri. Oleh karena itu relasi kerja dan pendekatannya perlu didukung dengan perangkat kebijakan dan peraturan yang dapat menguatkan dasar kemandirian.
Hal lain yang perlu diupayakan bersama adalah membangun mekanisme akuntabilitas dengan cara memberi ruang masyarakat menyampaikan umpan balik terhadap kemajuan penanganan isu atau masalah. Dengan demikian komitmen pemangku kewajiban mendengar dan memperhatikan perspektif masyarakat terbangun.
Model pelibatan masyarakat yang relevan dan kontekstual Indonesia idealnya dikembangkan dari pembelajaran praktik baik yang sudah tervalidasi buktinya (evidence base). Banyak ragam pembelajaran model praktik baik di masyarakat yang diamati penulis dan tersebar di berbagai wilayah layanan lembaga sosial kemanusiaa WVI (Wahana Visi Indonesia). Lembaga yang sudah lebih dari 50 tahun berkecimpung dalam program pengembangan masyarakat ini berfokus pada kesejahteraan anak dan keluarga.
Lembaga ini beroperasi di berbagai kabupaten dan meliputi wilayah Kalimantan Barat, Sulawesi dan Maluku, NTT, Jawa-Sumatera, dan Papua. Keragaman isu dan konteks praktik baik dibumi Nusantara ini sungguh melimpah ruah. Salah satu kisah fenomenal diwilayah yang jauh dari hiruk pikuk penanganan COVID19 adalah pulau Hiri dimana faktor partisipasi masyarakat menjadi penentu keberhasilan penanganan isu akta lahir.
Melalui kader masyarakat dan keterlibatannya (a.l dalam memetakan masalah, memobilisasi, mengevaluasi, dan mengadvokasi) pencapaian akta lahir bagi semua anak diwilayah ini menjadi sangat mungkin mewujudkannya.
Upaya awal mereka adalah melakukan peningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya akta lahir (termasuk menggagas adanya sidang isbat/nikah massal) dan melatih kader untuk bisa membantu masyarakat dalam memiliki akta lahir.
Ada banyak kegiatan yang dirancang bersama telah berdampak pada anak, bahkan sekarang orangtua sadar akan pentingnya dokumen keluarga” ungkap Ibu Rani (kader dari Pulau Hiri). Semangat ini terus belanjut dan memotivasi para kader yang tergabung dalam PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat) di 6 kelurahan tanpa lelah menyampaikan tentang pentingnya akta lahir.
Mereka juga membantu mendata/memonitor dan menolong warganya yang baru melahirkan atau memiliki anak agar dapat memiliki akta lahir. Kerja keras mereka juga didukung oleh keaktifan dari para anggota Forum Anak di Pulau Hiri mendata teman sebayanya yang belum memiliki akta lahir lalu menyampaikannya ke anggota PATBM atau aparat desa.
Pada akhirnya seluruh partisipasi masyarakat tersebut juga memotivasi keaktifan aparat desa,dalam memonitor dan memberi pelayanan ke masyarakat. Secara tidak langsung hal ini juga mendidik masyarakat menuju masyarakat sipil yang kuat.
“Kini orang tua lebih peduli akan masa depan anak” kata Bapak Faisa (salah satu anaknya menerima manfaat). Pekerjaan rumah masih ada terutama untuk memastikan keberlanjutan dan kemandirian PATBM, termasuk regenerasi dari anggota – anggotanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H