Mohon tunggu...
Muadzin Jihad
Muadzin Jihad Mohon Tunggu... wiraswasta -

Entrepreneur | Founder & CEO Ranah Kopi | Founder Semerbak Coffee | Father of 3 | Coffee-Book-Movie-Photography-Graphic Design Freak | Blogger | Author "Follow Your Passion" | www.muadzin.com | Instagram & Twitter @muadzin

Selanjutnya

Tutup

Money

Bercengkerama dengan Debt Collector

20 September 2011   00:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:48 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami jadi parno (paranoid) jika ada suara motor berhenti di depan rumah kami. Atau jika pulang ke rumah, mendapati ada motor di parkir di depan rumah, langsung hati seperti tersentak.. “waduh collector lagi nih…” Bayangkan, seminggu bisa 2-3 orang collector datang ke rumah.

Pernah suatu hari saya sedang di jalan, istri saya telpon dari rumah sambil menangis terisak-isak menceritakan bahwa baru saja dia minta tolong satpam kompleks untuk mengusir collector yang ngamuk di rumah kami.

Malu dengan tetangga? Wah.. saya sudah tidak sempat mikir malu. Kami bukan ngemplang atau lari dari tanggungjawab. Kami sedang berjuang untuk menuntaskan masalah kredit macet kami.

Saya ingat satu KTA terakhir yang kami proses diskon dan pelunasannya itu persis bertepatan dengan hari lahir anak kami Axan tadi. Saya pagi berangkat kantor dan sudah ada janji ke bank dimaksud jam 9. Saat saya masih di kereta ekspres Depok-Sudirman, tiba-tiba istri saya telpon sudah mules dan kontraksi. Tapi istri saya bilang, selesaikan dulu saja urusan KTA, baru pulang. Karena sudah tidak tahan, ternyata istri saya berangkat naik taksi ke rumah sakit beberapa saat kemudian dan mendaftar administrasi persalinan sendirian. Sementara saya di kantor bank tersebut menunggu antrian yang lama sekali, karena para staf seperti terlihat menyepelekan. Data kredit yang saya terima via telpon, ternyata berbeda dengan yang ada di database mereka. Karena sudah terlalu lama dan perasaan khawatir terhadap keadaan istri saya, saya tinggalkan bank tersebut dengan menumpang ojek. Langsung dari daerah Gatot Subroto ke Depok. Alhamdulillah anak kami lahir selamat dan saya masih sempat menemani di rumah sakit saat kelahirannya.

Lantas bagaimana dengan bank yang paginya saya mau proses pelunasannya? Seharian itu debt collector mereka menelpon ke HP saya. Cuma karena saya sedang bahagia-bahagianya dengan kelahiran anak kami, saya sengaja bermain-main dengan collector tersebut. Saya katakan “tadi pagi saya datang mau melunasi, malah sistem database Anda ngaco. Bukan salah saya kalau saya tinggalkan untuk menemani istri yang mau melahirkan.” Lantas dia marah-marah, maki-maki dan mengancam-ancam, memang cuma itu sih kerjaan mereka :) Lantas saya tutup dan silent kan HP. Saya tidur siang sambil temani istri di rumah sakit. Sore saya lihat ada puluhan miss-called dan sms dari orang itu hehe.. Emang enak? :)

Itu lah masa-masa terberat yang kami alami. Tidak ada pegangan lain selain menyerahkan pasrah semua kepadaNya. Semakin menyatukan diri denganNya itu jalan satu-satunya.

Susah buat saya untuk menggambarkan suasana perasaan kami di masa-masa itu. Keadaan seperti itu berlangsung hampir satu tahun. Karena tiap bank berbeda-beda masa tenggang re-schedule nya. Beruntung beda-beda, jadi kami masih sempat bernapas. Jika semua bank berbarengan prosesnya, tidak tahu apa yang bakal terjadi.

Bayangkan, kami yang tadinya tidak pernah punya bisnis, lalu pinjam kredit usaha ke bank, tiba-tiba punya kredit macet, berurusan dengan para debt collector yang tidak manusiawi, dan negosisasi dengan bank memproses re-schedule. Semua hanya dalam hitungan bulan.

Saat beberapa waktu lalu mencuat berita tentang tewasnya seorang nasabah bank asing yang dicurigai dilakukan oleh oknum debt collector di ruang negosiasi bank tersebut, percaya tidak, saya pernah ada di gedung yang sama, di bank yang sama, dan di ruangan yang sama, dalam proses negosiasi yang sama seperti yang dialami bapak almarhum tersebut *sigh…

Alhamdulillah, akhirnya dari rejeki yang kami peroleh, kami bisa melunasi dua dari lima KTA tersebut. Dan tiga sisanya di-reschedule dan didiskon pokok hutangnya. Insyaallah masih bisa kami bayar dengan keuntungan usaha kami hingga saat ini.

Mengenai perusahaan jasa perantara pengurusan kredit macet tadi, ternyata mereka hanya memberi kiat-kiat dan informasi mengenai proses diskon dan reschedule kredit. Karena pada akhirnya harus kita sendiri yang menghadapi pihak bank untuk bernegosiasi. Tidak bisa diwakilkan. Jadi setelah saya mengetahui hal ini, saya langsung putus kerjasama dengan mereka. Untung baru bayar satu kali dari rencana enam kali cicilan fee mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun