Mohon tunggu...
Mutiara Ruku
Mutiara Ruku Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Siswa SMA

Ordinary Student.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

PROTOKOL KYOTO SALAH TARGET!

22 Oktober 2022   20:03 Diperbarui: 25 Oktober 2022   15:03 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
credit to: club-co2.fr

Baru baru ini, pemerintah mengakui anggaran bantuan sosial (bansos) yang selama ini diberikan melalui program perlindungan sosial untuk rakyat miskin masih ada yang tak tepat sasaran alias salah target. (sc: https://www.cnnindonesia)

Ternyata perjanjian yang diadakan oleh UNFCCC sebuah organisasi elit yang bertugas untuk menilai kemajuan dalam menangani perubahan iklim juga pernah mengalami yang namanya "salah target". 

waittt whattt?! organisasi elit salah target? kok bisa?

 Let's find out.

Kyoto Protocol to the UNFCCC (Protokol Kyoto) adalah sebuah "traktat internasional" yang memperpanjang Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Ia berdasarkan konsensus ilmiah yang menyatakan bahwa pemanasan global disebabkan oleh emisi CO2 pada atmosfer Bumi.

Hanya 39 negara + Uni Eropa, UE yang dianggap bertanggung jawab atas penyebab perubahan iklim. Tapi AS dan Australia menolak ikut. Jadi tersisa 37 negara yang ikut berpartisipasi dalam Protokol Kyoto.

Menurut Protokol itu, negara maju harus menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) mereka, 5% dari kondisi tahun 1990.

Setelah bersusah payah, mereka berhasil. Bukan lagi 5%, bahkan turun 12%. Hasil yang sangat memuaskan namun nyatanya hal ini belum bisa dibilang sukses karena secara global, CO2 malah naik 30%. Kenapa bisa?

Karena pencemar besar CO2 tidak ikut. Tiongkok, India, Brazil, Indonesia, Nigeria. Alasannya adalah karena negara-negara tersebut masih berkembang. Sedangkan yang diwajibkan hanyalah negara maju. Dengan kata lain, Protokol itu berhasil tapi gagal. Berhasil bagi yang terkena kewajiban. Gagal menyelesaikan masalah iklim global. 

Seperti menyapu di halaman pas cuaca lagi berangin, balik-balik udah kotor lagi.

Itulah yang mendorong pihak-pihak yang yang terlibat dalam Protokol Kyoto mundur. AS, sejak awal memang tidak mau ikut. Tidak lama Kanada mundur. Australia menyusul. Jepang ikut-ikutan mundur. Alasan mereka kurang lebih sama.

http://10 Negara Penyumbang Emisi Karbon Terbesar 

Dalam artikel tersebut China sebagai penyumbang emisi karbon terbesar, India, Brazil, Bahkan Indonesia yang masuk dalam daftar tersebut tidak ikut andil dalam Protokol Kyoto.

Hmm padahal kebayang gak sih? kalau targetnya tepat, berapa banyak emisi CO2 yang akan berkurang? Berapapun hasil yang akan berkurang pastinya tidak sedikit.

Namun tampaknya pemerintah pun sadar dengan kesalahan target yang terjadi. Maka dari itu pada tahun 2015, dibuat lagi yang baru. Namanya Paris Agreement.Jika Protokol Kyoto ditargetkan atau dikaitkan dengan masa lampau (1990). 

Kalau Paris Agreement dilakukan dengan menetapkan target untuk masa depan (2100). Paris Agreement Kali ini semua negara ikut bertanggung jawab. Baik negara maju maupun berkembang. Dan mulai direalisasikan pada tahun 2021. Dan karena emisi GRK nya makin tahun makin memburuk, aturan targetnya diubah.

Namun sampai sekarang, belum ada aksi atau hasil yang wow dari program ini. Kalau tetap seperti ini, di tahun 2100 kita mendarat di 3--4C, bukan 1.5C seperti yang menjadi "target" Paris Agreement. Karena dari semua negara yang memberikan komitmen, hanya Uni Eropa yang jauh lebih baik. Indonesia pun masih berada di zona merah.

Dan untuk Paris Agreement kunci utama atau targetnya berbeda dari Protokol Kyoto. Jika Protokol Kyoto menargetkan negara-negara maju, kunci utama Paris Agreement ada pada Tiongkok, AS, India, dan Brasil.Tentu saja Indonesia juga.

Namun Presiden AS Donald Trump telah membawa keluar AS dikarenakan perjanjian Paris Agreement hanya merugikan ekonomi AS dan menguntungkan negara-negara lain. Trump menyoroti hilangnya lapangan pekerjaan, rendahnya upah hingga turunnya produksi industri merupakan bagian dari kerugian yang diterima AS. 

Penarikan diri AS dari perjanjian Paris Agreement tentu menimbulkan konsekuensi terhadap lingkungan. Saat ini, AS menyumbang 16% emisi karbon global dan merupakan negara penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar kedua di dunia setelah China. Ini mungkin akan menjadi salah satu alasan kenapa tujuan Paris Agreement tidak terealisasikan.

Karena kembali lagi sistem berpikir manusia beragam. Ada yang berpikir bahwa secara teori Pemanasan Global dapat diperlambat dengan menggunakan teori sains. Sedangkan ada yang lebih memikirkan nasib ekonomi, budaya dan hal-hal realistis lainnya. Seperti AS yang mengundurkan diri dari perjanjian Paris Agreement karena kerugian yang dialami. Bahkan ada yang tidak percaya adanya Pemanasan Global.

Apapun itu disini saya hanya menyampaikan opini tanpa bermaksud menjudge apa yang mereka lakukan.

 Saya hanya bisa mengajak atau menghimbau kita semua untuk membuka mata kita dan melihat bahwa telah banyak bukti adanya pemanasan global. Seperti rusaknya habitat hewan, krisis air bersih, meningkatnya suhu air laut, terjadinya wabah penyakit,  dan masih banyak lagi. Butuh bukti yang bagaimana lagi agar kita sadar bahwa, "Pemanasan Global itu bukan lagi masalah yang baru akan datang. Itu terjadi disini, dan itu terjadi SEKARANG!"

We have a single mission:

To protect and hand on this planet to the next generation.

-Franois Hollande

your sincerely,

M.R

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun