Lae Jay, sesuai kompetensinya, kemudian berjibaku memadatkan materi pelatihan. Ringkasnya jadi begini:Â
- Soft attack, menyanyi dengan pita suara rileks – tergolong placement suara.
- Low larynx, pita suara meluncur ke bawah setiap kali intonasi dan tidak ditegangkan.
- Gola aperta, membuka rongga tenggorokan pada setiap intonasi.
- Pharyngeal articulation, artikulasi pada tenggorokan, bukan pada bibir.
- Appogio, pernafasan diafragma – teknik vital dalam produksi suara.
- Chiaro scuro, perimbangan gelap terang pada produksi warna suara.
- Nach unter denken, meletakkan sandaran di bawah dalam imajinasi vertikal pada intonasi; tidak melebar atau horizontal seumumnya penyanyi Batak.
- Passagio, melicinkan transisi suara dada ke suara kepala.
- Resonansi, menciptakan resonansi pada semua nada.
"Ini namanya metode Master Class dengan durasi Choral Camp," kata Lae Jay tentang solusi pemadatan pelatihan musik vokal liturgi tersebut.
"Maksudnya?" tanyaku, terdengar rada dungu.
Lae Jay mencoba menjelaskan. "Disebut Master Class karena teknik vokal peserta pelatihan diperbaiki satu per satu. Choral Camp karena waktu pelatihan 15 jam itu setara waktu pemusatan latihan suatu kelompok koor."
"Oh, begitu." Sejujurnya aku tak yakin mengerti penjelasannya. Tapi aku sangat yakin itu pasti sesuatu yang hebat.
Membangun Suara Indah
Sekali lagi, "Suara itu bisa dibangun," kata Lae Jay. Barangkali dia menyitir ucapan Luciano Pavarotti, tenor Italia bersuara indah yang sohor sejagad itu.
Membangun suara indah. Itu pulalah sasaran pelatihan musik vokal liturgi dengan metode Master Class dalam durasi Choral Camp yang difasilitasi Lae Jay. Rangkaian materi pelatihan di atas dimaksudkan untuk itu.
Sejumlah 60 orang peserta pelatihan, kelas Grammatica (1 SMA) dan Syntaxis (2 SMA) akan dipoles teknik produksi vokalnya. Dilatih teknik bel canto sehingga secara keseluruhan mereka menjadi satu kelompok koor bersuara indah.
"Apakah itu mungkin terjadi dalam tempo 15 jam?" tanyaku dalam hati. Pertanyaan yang wajar timbul dalam benak seseorang yang menyanyikan "do-re-mi-fa-sol-la-si-do" saja selalu fals.
Tapi pertanyaan tadi akhirnya kusesali. Sebab apa yang kusaksikan kemudian adalah proses terjadinya suatu mukjizat. Ya, mukjizat!