Laga tandang Timnas Indonesia melawan Timnas Bahrain di kualifikasi Piala Dunia 2026 Grup C Zona Asia sudah berlalu (10/10/2024). Tapi kontroversi seputar laga itu masih merebak. Terbaru muncul suara penolakan Timnas Bahrain bermain di kandang Timnas Indonesia tahun depan (25/3/2025).
Kontroversi itu berpangkal terutama pada dua soal. Â Pertama, keputusan-keputusan wasit Ahmed Al-Kaf (Oman) yang cenderung memihak atau m1enguntungkan tuan rumah Bahrain . Â
Paling kontroversial adalah keputusan Al-Kaf mengulur perpanjangan waktu di akhir babak kedua dari 6 menjadi 9 menit. Â Bonus 3 menit itu memberi kesempatan pada Bahrain menyamakan skor menjadi 2-2. Keputusan itu tepat ditabalkan sebagai Aljabar Al-Kaf : Â 90 + 6 = 99.
Kedua, para pemain Bahrain cenderung menciderai sportivitas dengan ulah cengeng lebay di lapangan. Terlalu kerap jatuh terguling-guling sambil mengerang-erang (seolah) kesakitan (banget), hanya gegara senggolan tipis-tipis dari pemain Indonesia. Selain mengulur waktu, ulah cengeng -- menjurus diving -- itu kerap membuahkan hukuman tendangan bebas yang mengancam gawang Indonesia.
Dua soal tersebut, keberpihakan wasit dan kecengengan pemain Bahrain, dipersepsikan suporter Indonesia sebagai persekongkolan untuk merampok kemenangan Indonesia. Gara-gara dua soal itu  skor 2-1 untuk kemenangan Indonesia di menit ke 90 + 6 = 96 seketika buyar oleh gol Bahrain di menit ke 90 + 6 = 99.Â
Sebenarnya suporter Indonesia bisa juga dikritik. Kenapa sih harus menyalahkan Al-Kaf dan Bahrain? Â Para pemain Indonesia juga kan punya surplus waktu 3 menit. Mengapa tak dimanfaatkan untuk menambah gol sehingga skor menjadi 3 - 1.
Tapi berharap suporter berpikir kritis sama seperti berharap kera melepas kacang dalam genggaman agar tangannya lolos dari mulut galon perangkap. Suporter, baik di stadion (luring) maupun di rumah (daring), adalah kerumunan sosial ekspresif yang berpikir searah. Sekali suporter berpikir kemenangan Indonesia telah dirampok, maka itulah kebenaran tunggal, sekalipun hal itu sejatinya adalah realitas semu (hyper-reality).
Karena merasa kemenangan Timnas Indonesia dirampok, dari satu sisi reaksi suporter Indonesia terhadap hasil laga Indonesia versus Bahrain itu terkesan berlebihan, hiperreaktif. Hinaan, hujatan, dan bahkan ancaman pembunuhan disemburkan tiada henti lewat medsos kepada Bahrain dan wasit.
Saya akan coba jelaskan  soal  tersebut, suporter Indonesia yang hiperreaktif,  dari sudut pandang sosiologi. Mengapa suporter hiperreaktif dan apa dampak negatifnya.
Satu Kesebelasan, Timnas Indonesia
Ada empat simbol pemersatu kita sebagai sebuah bangsa, bangsa Indonesia. Kita satu bahasa Indonesia, satu bendera Merah Putih, satu lambang negara Garuda Pancasila dan satu lagu kebangsaan Indonesia Raya.