Di kolom komentar salah satu artikelku Mas Yos Mo, kompasianer spesialis konten tenis, bergurau bilang Felix Tani setia menulis sampai bangkotan di Kompasiana.
Aku terpingkal-pingkal dibilang bangkotan. "Semprul, bener juga," kataku dalam hati.Â
Tahun 2024 ini aku memang tepat sudah satu dasawarsa menulis di Kompasiana. Sejak pra-lansia sampai lansia. Lha, berarti benar sampai bangkotan, kan?
Tentang status lansia itu, sebenarnya hendak kuingkari. Tapi KAI sudah memberi rabat tiket 20 persen untukku. Lalu petugas loket Puskesmas selalu merujukku ke ruang periksa lansia. Yah, rejeki memang gak bakal lari, aku sudah lansia.
Terimakasih, Tuhanku.
Komentar Mas Yos itu lalu kubalas begini: "Akan kujadikan Kompasiana kuburan." Itu gurauan. Maksudku, aku akan menulis sampai mati di blog ombyokan ini.
Alasanku Menulis
Mengapa sih aku menulis di Kompasiana?
Itu pertanyaan gak bermutu yang kerap diajukan kepada kompasianer. Aku bilang gak mutu karena itu sama saja sebenarnya dengan pertanyaan "Mengapa kamu bicara?"
Lisan dan tulisan itu bentuknya beda tapi nilainya setara belaka. Kemampuan produksi lisan dan tulisan itu sama hakikatnya. Keduanya adalah talenta dari Tuhan bagi setiap orang.
Talenta itu, tidak bisa lain, adalah hak yang diberikan Tuhan untuk setiap umat-Nya.