Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Paus Fransiskus, Nasi Goreng, dan Fratelli Tutti

18 September 2024   21:28 Diperbarui: 19 September 2024   17:52 1505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalah buang-buang makanan itu secara spesifik diingatkan Paus dalam Ensiklik Fratelli Tutti, Saudara Sekalian (3 Oktober 2020). Dalam butir 18 Ensiklik Persaudaraan dan Persahabatan Sosial itu secara jelas dituliskan "Kita tidak lagi peka terhadap segala jenis buangan, mulai dari buangan makanan, yang termasuk di antara yang paling patut dicela.”

Buang-buang makanan itu, dari sudut pandang ajaran iman Gereja Katolik, bukan saja mencerminkan kematian persaudaraan dan belarasa. Tapi juga cermin miskinnya penghargaan kepada bumi. Makanan yang terbuang itu bukan saja menjadi limbah yang mencemari tanah, air, dan udara. Tapi juga membawa konsekuensi eksploitasi berlebihan terhadap sumberdaya pangan alami, dengan dalih kecukupan dan ketahanan pangan.

Ekploitasi berlebih seperti itu akan memperparah masalah-masalah lingkungan fisik dan sosial. Mulai dari kerusakan tata-air, penurunan keanekaragaman hayati, 1pemanasan global, penurunan mutu hidup, dan kemerosotan sosial (bdk. Laudato Si).

***

Pilihan Paus Fransiskus pada menu nasi goreng yang sederhana itu adalah pernyataan iman, khususnya berkenaan dengan praktik persaudaraan tanpa batas, belarasa lintas suku, agama, ras, dan golongan (bdk. Fratelli Tutti).

Melalui pilihan nasi goreng, iman itu diamalkan Paus sekaligus pada aras mikro dan makro. Pada aras mikro, yaitu rekan sepenerbangan, Paus menunjukkan belarasa dengan memakan jenis makanan yang persis sama dengan seluruh penumpang lain dan kru pesawat. Padahal sebagai Paus, Kepala Negara Kota Vatikan, beliau bisa saja meminta menu kelas atas.

Lalu, pada aras makro, pilihan nasi goreng itu adalah pernyataan persaudaraan dan belarasa Paus Fransiskus kepada masyarakat bangsa Indonesia. Bapa Suci pastilah sudah diberi informasi bahwa nasi goreng adalah menu kerakyatan di Indonesia. Menu itu bisa ditemukan dengan mudah dan murah di pinggir jalan. Juga mudah dibikin dengan memanfaatkan nasi sisa kemarin. 

Dengan memilih nasi goreng, Paus sedang menunjukkan belarasa kepada mayoritas rakyat Indonesia. Terutama kepada 25 juta orang (9%) penduduk miskin (2024) yang masih terpinggirkan. Termasuk di dalamnya 2 juta jiwa balita yang menderita stunting

Terkesan sepele tapi Paus Fransiskus telah mengangkat citra nasi goreng dari sekadar menu kerakyatan menjadi makanan persaudaraan tanpa batas. Dengan memilih nasi goreng, Paus telah menempatkan dirinya sejajar sebagai sesama saudara bagi masyarakat Indonesia, tanpa pandang suku, agama, ras, dan golongan.

Dengan demikian, sambil mengunyah nasi goreng sederhana di pinggir jalan, seseorang siapapun dia kini boleh berkata, "Paus Fransiskus adalah kita." (eFTe)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun