Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Akankah Jakarta Menjadi Kuburan Bahasa Batak Toba?

11 Agustus 2024   20:15 Diperbarui: 11 Agustus 2024   20:22 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta Selatan pada suatu  Sabtu siang yang cerah. Di sebuah kedai makan khas Batak Toba, aku bergabung dengan  sejumlah teman sesama lelaki Batak. Kami berbincang tentang nasib almamater di Tanah Batak sana.

Syarat-syarat kondisional berbahasa Batak lengkap sudah.  Sejumlah lelaki Batak dari generasi Baby Boomers dan Gen X; kedai Batak; kuliner khas Batak; topik diskusi tentang masalah di Tanah Batak.

Tapi itu tak terjadi. Maksudku obrolan dalam bahasa Batak (Toba). Ada sih terkadang selingan kata dan frasa Batak. Sekadar penegas makna atau maksud. Selebihnya kami berbincang dalam bahasa Indonesia.

Aku tercenung. Merenungkan pengalamanku berbahasa Indonesia dengan sesama Batak itu. Cermin gejala apa sesungguhnya itu.

Dari Bangso Batak ke Bangsa Indonesia

Bahasa Indonesia itu bahasa persatuan. Dia menggoreskan rasa satu antara beragam suku bangsa nusantara. 

Bahasa kita satu, Bahasa Indonesia yang sama. Maka kita adalah satu, satu bangsa. Kira-kira begitu inti pesan Sumpah Pemuda.

Tapi Bahasa Indonesia kini rupanya tak hanya menjadi pemersatu antar suku bangsa yang berbeda. Melainkan juga pemersatu antara orang-orang sesuku beda generasi di perantauan.

Rada aneh, sebenarnya. Tahun 1980-an, kalau aku bertemu dengan sesama Batak rantau di Jakarta, kami langsung ngobrol pakai bahasa Batak, bahasa persatuan suku bangsa. Seakan kami berada di kampung halaman sana.

Sekarang, kalau ketemu dengan sesama Batak Jakarta, sapaan "Horas" masih dilontarkan di awal. Selanjutnya bahasa Indonesialah yang meraja. Walau itu dengan logat Batak.

Kok bisa begitu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun