Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Siri Na Pacce di Balik Kapak Algojo dan Perawan Vestal

10 Juli 2024   14:29 Diperbarui: 10 Juli 2024   17:39 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi juga dendam beranyam dengan cinta antara ayah dan anak gadisnya, Mark dan Flora, serta pada saat yang sama antara Flora dan Segara, lelaki pemburu nyawa ayahnya. Itu sebuah cinta yang berbalut rahasia masa lalu, apakah Flora dan Segara itu kakak-adik seibu atau sebapak?

Pada ujungnya novel ini menarasikan bahwa pemanjangan jalan siri na pacce pada akhirnya tidak akan membunuh siapapun kecuali diri sendiri.  Makam Raja-Raja Binamu di Tanah Turatea Jeneponto menjadi saksi, siapa yang harus kehilangan nyawanya karena memburu nyawa sesamanya.  Mark atau Segara, atau justru Flora?

***

Barangkali KAPV adalah satu-satunya novel gotong-royong 33 orang penulis -- mayoritas Kompasianer -- yang pernah ada. Tigapuluh tiga orang yang tergabung dalam "Komunitas Secangkir Kopi Bersama" itu, di bawah kordinasi Kompasianer Widz Stoops dan kurasi Kompasianer Khrisna Pabicahara, secara bergilir menulis bab demi bab novel tesebut dalam waktu 175 hari tiga tahun lalu. 

Tantangan gotong-royong penulisan novel ini terletak pada kemampuan setiap orang untuk mendamaikan egoisme, apresiasi, dan empatinya.  Seorang penulis harus menulis satu bab berdasar egonya, tapi pada saat yang sama harus konsisten dengan bab-bab sebelumnya yang ditulis orang lain.  Dengan kata lain dia harus mengapresiasi karya temannya agar bisa menulis bab yang menjadi bagiannya.

Tapi pada saat yang sama dia juga harus berempati dengan menyediakan "lubang jarum" atau "titian serambut dibelah tujuh" pada perkisahannya. Lubang atau titian itu harus ada sebagai jalan masuk bagi penulis berikutnya, sekaligus jalan keluar untuk menuliskan bab bagiannya secara konsisten.

Tapi jangan berpikir bahwa semua baik-baik dan lancar-lancar saja.  Khususnya pada soal konsistensi waktu, ruang, dan relasi-relasi genealogis serta sosiologis antar-tokoh novel. Tiba-tiba muncul penjahat baru, atau perempuan misterius, atau lompat ke tempat yang tak terbayangkan sebelumnya.  

Karena itu bisa dibayangkan betapa kurator novel ini, Daeng Khrisna Pabichara, harus mengerahkan segenap ilmu dan energinya untuk menata-ulang struktur dan bahasa novel ini menjadi sebuah perkisahan yang utuh. Bahwa dia berkali-kali disergap darah tinggi dalam bulan-bulan penyuntingan, bukan kabar luar biasa lagi.

Saya pikir, novel KAPV ini menjadi yang pertama membawa tema siri na pacce ke dalam sebuah perjalanan lintas ruang dan waktu, dengan melibatkan pihak-pihak yang tak tahu-menahu tentang filosofi atau nilai budaya Makasar/Bugis, Sulawesi Selatan itu. 

Kisah dalam novel ini menunjukkan bahwa nilai tradisional  siri na pacce, dalam pemaknaan negatif dan positif, bisa tetap bersemayam di kepala manusia-manusia modern, bahkan mereka yang sudah terbilang sebagai warga dunia.

Jika ada perbedaan maka itu mungkin pada cara menuntaskannya. Dulu lewat pertarungan satu lawan satu, tangan kosong atau pakai senjata tajam, hingga salah seorang tewas. Kini, seperti dituturkan dalam novel ini, sudah melibatkan jaringan atau organisasi pembunuh bayaran, dengan pertarungan ala film-film aksi Hollywood.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun