Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Menertawakan Diri Lewat Kencing Bermartabat dan Perut Buncit

8 Juli 2024   16:38 Diperbarui: 13 Juli 2024   15:33 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua artikel tentang pengalaman konyol di Kompasiana.com (Dokumentasi Pribadi)

Jadi kuibaratkan saja diriku sebagai Sisyphus, raja penipu nan licik, yang dihukum Dewa Zeus mengangkut sebongkah batu besar ke atas bukit. Tapi dia dan batunya selalu menggelinding ke bawah sebelum mencapai puncak. Sebuah lakon sia-sia.

Begitupun diriku. Buat apa sebenarnya susah payah membawa sebongkah perut buncit naik ke Gua Maria Kerep kalau toh dia nanti harus dibawa turun lagi. Itu persis seperti seekor ikan buntal yang mondar-mandir tanpa ide di dalam akuarium. Konyol sekali!

Tapi tentu saja itu sebuah pengingat bahwa, bagi seorang lelaki lansia, berperut buncit itu adalah suatu kesia-siaan. Sungguh tak ada yang bisa dibanggakan dengan perut buncit. 

Perut semacam itu jelas bukan sebuah cita-cita sehingga layak dan sepantasnya dikempiskan lewat diet dan olahraga sebelum menjadi sumber dari segala kesukaran dan penyakit.

Tapi manalah aku berpikir seperti itu waktu terengah-engah mendaki ke Gua Maria Kerep. Sebaliknya aku merutuki Gen YZ Ambarawa yang menurutku tidak kreatif. Kenapa sih tak ada satu pun di antara mereka yang terpikir bikin start up penitipan perut buncit di pangkal jalan menuju Gua Maria Kerep? Kalaupun harus bayar pakai QRIS, aku lansia BB ini siaplah!

Yah, tabiat manusia. Selalu berupaya menemukan kebenarannya sendiri pada kesalahan orang lain. Aku banget, tuh.

Wasana Kata

Jika berpikir sesuatu yang layak dibagikan kepada khalayak mestilah cerita hebat, maka kita mungkin tidak akan pernah menganggit dan mengagihkan apapun tentang pengalaman kita kepada orang lain. 

Sebabnya, di atas langit ada langit, sehingga kita mungkin akan terjebak dalam pikiran bahwa "pengalamanku biasa-biasa saja". Atau bila kita menuliskannya, mungkin akan ada teguran pula dari sanubari "Jangan sombong kamu!"

Solusinya menurutku adalah menulis dan membagikan pengalaman-pengalaman konyol kita. Manfaatnya ganda. Sebagai terapi psikis "penertawaan diri" untuk penyadaran demi perbaikan ke depan; sebagai kebajikan mengajak orang lain ikut tertawa demi kesehatan jiwa-raganya; sebagai pelajaran bagi sesama agar terhindar dari kekonyolan serupa.

Jadi jangan pernah mengutuki kekonyolan. Itu semacam karunia juga. Tulis dan bagikan saja dia ke khalayak sebagai kenangan, hiburan, dan pelajaran.

(eFTe)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun