"Aku bermimpi, kulihat orang dari segala bangsa berduyun-duyun naik ke puncak Gunung Pusuk Buhit, lalu bersimpuh di hadapan patung Bunda Maria bersosok perempuan Batak."
Lourdes adalah Gua Maria. Itu suatu jenama mondial. Sekurangnya bagi umat Katolik di delapan penjuru dunia.
Bagi umat Katolik umumnya, pergi ke Lourdes, Prancis tak bisa lain kecuali berwisata rohani, ziarah, ke Gua Maria Lourdes. Atau, bagi pengunjung non-Katolik, mengalami nuansa sakralitas yang berbeda.Â
Gua Maria Lourdes Prancis itu tak pernah tidur. Pintunya selalu terbuka siang-malam bagi rombongan-rombongan peziarah dari berbagai belahan dunia. Peziarah yang mendamba mukjizat kesembuhan, rohaniah ataupun lahiriah.
Dalam keadaan normal, Gua Maria Lourdes dikunjungi rata-rata 5 jutaan orang peziarah mancanegara setiap tahunnya. Itu kurang lebih sama dengan jumlah turis asing ke Bali tahun 2023.  Atau mendekati separuh jumlah wisatawan asing  ke Indonesia (11.5 juta) di tahun yang sama.
Di Indonesia sebenarnya ada juga Gua Maria Lourdes, tiruan Gua Maria Lourdes Prancis. Sesuai nama desa lokasinya di lereng Gunung Wilis, Jawa Timur gua yang dibangun tahun 1987 itu dikenal sebagai Gua Maria Lourdes Puhsarang, Kediri. Gua aslinya, dalam ukuran kecil, ada disamping Gereja Katolik Puhsarang, dibangun tahun 1939.
Tapi 10 tahun  sebelum Gua Maria Puhsarang dibangun, sudah ada Gua Maria yang dijuluki Lourdes Indonesia. Itulah Gua Maria Sendangsono, Kalibawang Kulonprogo yang diresmikan tahun 1929. Patung Bunda Maria di Sendangsono itu adalah bikinan Swiss, persembahan dari Ratu Spanyol. Di bawah kaki patung itu dibenamkan batu relikui yang diambil dari Gua Maria Lourdes Prancis.
Dua Gua Maria itu, Sendangsono dan Puhsarang, terbilang sebagai tempat wisata rohani terbesar bagi umat Katolik di Jawa khususnya di Indonesia umumnya. Tapi tentu saja keduanya bukan tandingan bagi Gua Maria Lourdes, Prancis jika bicara soal jumlah pengunjung dan kesohoran di dunia.
Untuk konteks  Indonesia, Gua Maria Sendangsono dan Puhsarang adalah representasi Gua Maria  yang bias Eropa. Keduanya menjadi rujukan baku pembangunan berbagai Gua Maria lainnya di Jawa dan Luar-Jawa.