Seorang pengembara bisa berdiri di puncak Pusukbuhit untuk mengenali posisi desa ini dengan cara yang elok. Memandang ke timur akan tampak kota lembah Panguruan.Â
Sebelah selatan terhampar desa lembah Harianboho. Di barat tampak desa-desa lembah Singkam dan Sianjurmula-mula, kampung pertama Batak. Lalu di utara tampak desa lembah Siboro.Â
Lebih ke utara dari lembah Siboro itu, terselang oleh kampung lembah Tulas Siboro dan dua bukit semenanjung yang mengapitnya, terhamparlah lembah Bonandolok yang permai.Â
Untuk melihat langsung lembah Bonandolok, pengembara tadi harus turun dari puncak Pusukbuhit lewat lereng utara. Dia harus menyeberangi lembah Siboro lebih dulu. Lalu mendaki bukit untuk kemudian turun menyeberangi lembah Tulas. Selanjutnya mendaki bukit lagi, lalu turun dan naik lagi ke sebuah bukit kecil bernama Dolok Gu -- "bukit punuk sapi".
Dari puncak Dolok Gu itulah keindahan surgawi Bonandolok, suatu keindahan dengan aura serenitas, bisa dinikmati dengan risiko lupa pulang ke rumah.
Keindahan yang menenangkan jiwa itu terpancarkan dari relung ekologi budaya persawahan lembah khas Kaldera Toba yang terbentang di depan mata.Â
Untuk itu datanglah ke Bonandolok pada waktu yang tepat. Pada bulan-bulan Desember-Januari seusai tanam padi ketika bentang persawahan tampak laksana permadani hijau pupus. Atau pada bulan-bulan April-Mei saat hamparan padi sawah menguning, mencitrakan Bonandolok yang bermandikan butiran emas.
Jangan pula hanya memandang dari jauh. Datangi dan masuklah ke alam asri Bonandolok. Biarkan panca indera mencecap keindahan dan kedamaian.Â
Pandanglah ukiran rumah adat yang magis, dedaunan padi hijau yang berombak diterpa angin danau, atau malai padi menguning yang menjanjikan panen melimpah, warna-warni bunga liar, dan liukan aliran Sungai Sitapigagan membelah desa.
Hiruplah aroma jalan tanah, lumpur sawah, batang padi, seduhan kopi, dan bau khas kerbau di tepi sungai.Â