Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Dari Siantar ke Parapat: 50 km Jalan Kaki Bersandal Jepit

15 Maret 2024   05:22 Diperbarui: 16 Maret 2024   13:00 1906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto bersama kelas Secunda Seminari Menengah Christus Sacerdos, Pematang Siantar Angkatan 1974 di depan gedung Pastoran/Seminari Agung Parapat tahun 1975. Duduk nomor 4 dari kiri adalah Pastor Simon Sinaga, OFM Cap (Alm.). (Foto: Koleksi Gabriel Chanfary)

Itulah jalur paling menakutkan antara Siantar dan Parapat. Jalur yang sepi, gelap, kiri-kanannya hutan lebat. Jalur itu terkenal sebagai sarang penyamun dan hantu.

Dari para orang tua di kampung, Uluan Toba, aku mendengar cerita kerap orang naik kereta (motor) kena begal di situ. Juga cerita para sopir kerap diganggu mahluk halus di jalur itu.

Sulit membuktikan kebenaran atau kebohongan cerita-cerita dari mulut ke mulut itu. Apakah benar-benar ada kejadiannya. Atau cuma karangan untuk menakuti orang yang berniat mencuri kayu di area hutan lindung itu.

Tapi jelas aku percaya pada cerita-cerita itu. Sekurangnya termakan olehnya. Sehingga sesaat setelah melewati kampung Pondok Bulu, lalu mulai menapaki jalur Harangan Ganjang, jantungku berdegup keras. Tanda aku mulai dicekam rasa takut, setidaknya khawatir.

Khawatir tiba-tiba ada gerombolan penyamun muncul dari kegelapan lantai hutan untuk merampok kami. Walau terpikir juga apa yang bisa dirampas dari kami anak-anak SMCS. Kami cuma anak kecil, calon pastor yang tak punya uang. Beda dengan pastor yang mungkin membawa uang kolekte atau sumbangan untuk umat.

Tapi tetap saja suasana di ruas jalan itu mencekam bagiku. Aku dan tiga orang teman dalam satu kelompok kecil perjalanan diam membisu. Hanya suara gesekan sandal jepit kami dengan aspal yang terdengar. Serta suara seribu jangkrik hutan yang, sumpah, meneror batin.

"Oiii!"

Aku meneriaki kelompok lain. Segera terdengar sahutan bersambungan dari teman-teman di depan dan belakang. Semuanya tak tampak mata, seakan ditelan gelap malam. Bulan mati, di langit tiada "Bintang Betlehem".

Saling teriak seperti itu wajib. Untuk memastikan semua peserta long march aman-aman saja. Tak ada misalnya yang menyimpang terjun ke jurang karena merasa melihat ada gadis cantik memanggilnya masuk rumah.

Situasi mencekam berangsur cair saat kami mulai mendekati Aek Nauli. Hari sudah menjelang subuh. Pucuk-pucuk pohon pinus di kiri dan kanan jalan mulai tampak sebagai siluet remang. Pertanda surya sebentar lagi datang membunuh malam.

Pastoran Katolik dan Seminari Agung Parapat berada di atas bukit, di antara kota pelabuhan Ajibata (latar depan) dan kota Parapat (di balik bukit). Siantar berada 50 km di utara, di balik pegunungan. (Foto: Tangkapan layar YouTube kQ guwataLk)
Pastoran Katolik dan Seminari Agung Parapat berada di atas bukit, di antara kota pelabuhan Ajibata (latar depan) dan kota Parapat (di balik bukit). Siantar berada 50 km di utara, di balik pegunungan. (Foto: Tangkapan layar YouTube kQ guwataLk)

Derita Pendakian "Bukit Golgota"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun