Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menyigi Potensi Wisata Rohani di Kaldera Toba

2 Maret 2024   10:14 Diperbarui: 2 Maret 2024   14:49 771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gereja St Mikael Pangururan, Samosir, Sumatera Utara.[HIDUP/Antonius E. Sugiyanto]

Dolok Pusukbuhit, Samosir sejatinya adalah destinasi wisata rohani. Dolok, gunung itu adalah titik pusat kosmologi orang Batak. Di situ manusia pertama diturunkan Mulajadi Nabolon dari banua ginjang, khayangan ke banua tonga, bumi manusia.

Pusukbuhit itu adalah kiblat ritual asli bagi orang Batak. Ritual paling sakral di situ adalah mandudu, penyampaian doa permohonan dalam bahasa gondang di tengah malam kepada Mulajadi Nabolon, Pencipta Semesta. Lazimnya diikuti dengan mangalahat horbo, pengurbanan kerbau kepada Mulajadi Nabolon. 

Mandudu aslinya dilakukan oleh penganut agama asli Batak, Ugamo Malim sekarang ini. Tapi dalam kenyataannya tak sedikit penganut agama Katolik dan Protestan yang mengikutinya. Sebab secara tradisi mereka tak bisa lepas dari penghormatan kepada ompu sijolo tubu, leluhur orang Batak.

Sidihoni, sudut Samosir yang surgawi di punggung Pulau Samosir (Foto: Gambar layar instagram.com@teropongsamosir)
Sidihoni, sudut Samosir yang surgawi di punggung Pulau Samosir (Foto: Gambar layar instagram.com@teropongsamosir)

Ritual di Dolok Pusukbuhit itu sudah dijalankan jauh sebelum masuknya agama Protestan (1864) dan Katolik (1934) ke Tanah Batak. Pelaku atau pesertanya tidak sebatas orang Batak yang berdiam di kaki gunung, semisal dari Sianjurmula-mula, Harianboho, dan Pangururan. Tapi juga orang Batak dari parserahan, tanah rantau, yang masih mengakui dirinya turunan Siraja Batak. 

Kelak kehadiran orang Batak dari desa naualu, delapan penjuru angin, untuk mengikuti ritual di Pusukbuhit itu dimaknai sebagai wisata rohani. Fakta bahwa mereka telah menganut agama samawi, khususnya Protestan dan Katolik, bukanlah faktor penghalang. Sebab orang Batak tidak menabukan doa kepada Debata Sitolusada, Allah Tritunggal dengan perantaraan roh leluhur.

Kemudian hari berkembang pula aktivitas wisata rohani agama asli dan samawi. Parugamo Malim menjalankan ritual Sipahalima di Hutatinggi, Laguboti. Penganut agama Protestan -- HKBP, HKI, GKPI dan Gereja-Gereja Karismatik -- pergi berdoa ke Salib Kasih di Bukit Siatasbarita, Tarutung. Sekarang sedang dibangun pula Patung Kristus tertinggi di dunia -- untuk semua umat Kristiani -- di Bukit Sibea-bea, Harian, Kaldera Toba. Sementara umat Katolik membangun Gua Maria di Dolok Nagok, Palipi Samosir.

Itu semua potensi wisata rohani di lingkar dalam dan luar kawasan Kaldera Toba. Semua menarik untuk disigi. Tapi di sini hanya disorot potensi wisata rohani di lingkar dalam yaitu Pulau Samosir dan kawasan dinding kaldera itu.

Upacara ritual
Upacara ritual "mangalahat horbo", kelanjutan dari ritual "mandudu" dalam suatu komunitas Batak Toba (Foto: facebook.com@Martin Ferdinand Lumbantobing)

Mandudu dan Mangalahat Horbo

Sebenarnya wisata rohani agama asli ke Dolok Pusukbuhit tak melulu mandudu. Ada juga bentuk lain, lazim dilakukan secara individu. Semisal berdoa di Batu Hobon atau di Batu Sawan, dua tempat yang dikeramatkan di Pusukbuhit. 

Tapi mandudu adalah ritual yang paling fenomenal. Ritual doa permohonan kepada Mulajadi Nabolon ini melibatkan suatu komunitas. Dipimpin Raja Bius (raja federasi kampung), doa dipanjatkan lewat pemanggungan gondang sabangunan Batak. 

Permohonan itu pada dasarnya permintaan karunia dari Mulajadi Nabolon. Semisal kesembuhan dari penyakit, pembebasan dari derita, pelepasan dari paceklik panjang, pengentasan dari kemiskinan dan lain-lain.

Ritual ini dilengkapi dengan pelean, persembahan kepada Mulajadi Nabolon. Komponennya berupa jeruk purut, telur ayam kampung, air putih, beras, sirih, dan kain tiga warna (hitam, putih, merah). Persembahan itu diletakkan di atas tatakan berupa 7 lapis tikar pandan.

Tapi pelean utama adalah seekor anak kerbau jantan dengan ciri tertentu. Kerbau itu harus punya 4 pusaran di badan (parpusoran lage-lage), tanduk agak melengkung ke atas (sitingko tanduk), di bawah kedua mata ada pusaran, ekor melewati lutut (sijambe ihur), dan cuping hidung belum ditindik. 

Inti ritual mandudu adalah pemanggungan gondang sabangunan di tengah malam, dalam gulita tanpa cahaya alam (bulan) atau buatan (api, lampu, rokok, dan lain-lain). Tidak boleh ada gerak dan suara dari hadirin. Hanya ada bunyi musik gondang (dudang-dudang) yang dimainkan pargonsi, kelompok pemain gondang.

Gondang dimainkan non-stop selama 2-3 jam dari tengah malam sampai dini hari. Irama musiknya disebut dudang-dudang, pengulangan pakem 7 repertoar dengan nada-nada magis. Hanya pargonsi ahli yang boleh memainkan gondang ini.

Musik gondang mandudu itu adalah doa lermohonan kepada Mulajadi Nabolon, dengan perantaraan roh leluhur. Orang Batak percaya bahwa roh leluhur adalah perantara kepada Mulajadi Nabolon. Karena itu, setelah kedatangan agama Kristisni, mandudu kerap disalah-tafsirkan sebagai penyembahan roh orang mati.

Pada akhir gondang, pangonsi akan meminta hadirin melihat ke arah kerbau kurban. Jika kerbau menghadap ke timur, berarti permohonan dikabulkan Mulajadi Nabolon. Jika menghadap ke barat, berarti doa tak terkabul.

Jika doa terkabul, maka esoknya ritual dilanjutkan dengan mangalahat horbo, menyembelih kerbau kurban tadi untuk makan bersama di kampung. 

Mangalahat horbo ini melibatkan gondang sabangunan juga. Kerbau ditambatkan pada borotan, tiang kayu di tengah halaman. Setelah gondang usai, Malim Parmangmang (pemimpin ritual) akan memerintahkan Pamantom, penombak ahli untuk menombak kerbau pada leher sampai mati. Selanjutnya kerbau diolah untuk acara makan bersama.

Ritual mandudu dan mangalahat horbo itu terbuka untuk siapapun. Entah dia mau ikut serta dalam ritual, atau sekadar menonton saja. Syaratnya patuh pada aturan-aturan ritual tersebut, agar dirinya tak menjadi faktor penyebab kegagalan doa. 

Umat Ugamo Malim berdoa bersama dengan iringan Gondang Bolon dalam upacara Pameleon Bolon Sipahalima tahun 2017 di Hutatinggi Laguboti Toba(Foto: Jones Gultom via medanbisnisdaily.com)
Umat Ugamo Malim berdoa bersama dengan iringan Gondang Bolon dalam upacara Pameleon Bolon Sipahalima tahun 2017 di Hutatinggi Laguboti Toba(Foto: Jones Gultom via medanbisnisdaily.com)

Pameleon Bolon Sipahalima

Pameleon Bolon Sipahalima adalah ritual peribadatan terbesar dalam Ugamo Malim. Ritual ini dimaksudkan sebagai pernyataan syukur selepas panen besar kepada Mulajadi Nabolon. Ritual ini dilaksanskan pada bulan kelima penanggalan Batak, antara bulan Juni-Juli penanggalan Masehi.

Seperti pada ritual mandudu, gondang bolon Batak juga terintegrasi pada Sipahalima, sebagai inti tonggo, doa umat Ugamo Malim kepada Mulajadi Nabolon. Doa dengan intensi ucapan syukur sekaligus pemulihan relasi vertikal dengan Pencipta Agung.

Pelaksanaan ritual Sipahalima dipusatkan di Bale Pasogit, Hutatinggi Laguboti, Toba. Umat Parugamo Malim (Parmalim) sedunia -- diperkirakan jumlahnya 6,000 orang -- hadir untuk ritual berjamaah di sana. Dipimpin Ihutan Bolon, Panutan Utama, mereka mohon ampun, memuji, dan bersyukur kepada Mulajadi Nabolon atas berkah-Nya -- hasil tani melimpah dan ternak beranak-pinak.

Rasa syukur diwujudkan dalam rupa pelean bolon, persembahan besar berupa lombu sitio-tio serta aneka hasil bumi dan ternak. Lombu sitio-tio dalam prakteknya adalah kerbau jantan siopat pusoran sitingko tanduk, pusarannya empat dan tanduknya agak lengkung ke atas. Itu seperti kerbau kurban pada ritual mandudu.

Pada upacara Sipahalima itu gondang bolon sungguh dipanggungkan sebagai tonggo-tonggo, doa kepada Mulajadi Nabolon serta kepada para dewata yang "membumi" (Deang Parujar, Saniangnaga, Padohaniaji) dan para Malim ni Debata, utusan Dewata (Raja Uti, Tuhan Simarimbulubosi, Sisingamangaraja, Nasiakbagi).

Tonggo-tonggo berupa musik gondang itu secara keseluruhan disebut Gondang Sipitu -- ada 7 repertoar inti. Setelah gondang tersebut digelar, barulah penyampaian pelean bolon dapat dilakukan yaitu berupa prosesi mangalahat horbo, seperti pada ritual mandudu.

Ritual atau upacara Pameleon Bolon Sipahalima sudah terdaftar sebagai Warisan Budaya Takbenda (2016) di Kemdikbudristek. Upacara ini juga sudah menjadi kegiatan resmi tahunan yang dipromosikan pemerintah sebagai wisata budaya atau rohani. Setiap orang boleh hadir mengkuti atau menyaksikan jalannya ritual tersebut di Hutatinggi.

Patung Yesus di puncak Bukit Sibea-bea, Harianboho, Samosir (Foto: MU/dok/BatakNesiaChanel)
Patung Yesus di puncak Bukit Sibea-bea, Harianboho, Samosir (Foto: MU/dok/BatakNesiaChanel)
Dari Salib Kasih ke Patung Yesus di Sibea-bea Kaldera Toba 

Satu-satunya destinasi wisata rohani Kristiani yang terbilang paling ramai dikunjungi di Tanah Batak, khususnya pada masa Natal dan Tahun Baru, adalah Salib Kasih. Dibangun Pemda Taput tahun 1993, tetengernya adalah salib putih ukuran raksasa (31 m) tegak berdiri di Bukit Siatasbarita, Tarutung. 

Lokasi Salib Kasih mengambil titik petilasan Pendeta I.L. Nommensen, zending RMG Jerman. Saat hendak memasuki Silindung tahun 1863, dia berhenti di situ, menatap hamparan lembah indah di bawahnya, seakan melihat "Tanah Terjanji".

Pengunjung datang ke Salib Kasih untuk berdoa, sambil mengenang pengabdian Nommensen, Apostel Batak itu. Di sana disediakan rumah-rumah doa untuk tempat doa secara berkelompok. Setelah berdoa, bisa menikmati panorama Rura (Lembah) Silindung yang permai di bawah sana.

Menyusul Salib Kasih, Pemda Samosir kini sedang membangun patung Yesus sebagai destinasi wisata rohani baru di Kaldera Toba. Berdiri di puncak Bukit Sibea-bea, Harianboho, Samosir, ketinggian patung Yesus itu mencapai 61 meter, diklaim sebagai yang tertinggi di dunia untuk kategorinya.

Postur dan sikap badan patung itu mirip-mirip patung Christ The Redeemer di Rio, Brazil. Atau mirip patung Yesus Memberkati di Bukit Buntu Burake, Makale, Tanah Toraja. Patung Yesus Sibea-bea berdiri tegak menghadap Danau Toba, sambil merentangkan tangan sebagai sikap menerima, merangkul, dan memberkati.

Patung Yesus di Sibea-bea Samosir diproyeksikan menjadi primadona destinasi wisata rohani di Kaldera Toba. Nilai lebih yang dijual adalah keagungan patung Yesus, tertinggi di dunia, berpadu dengan keindahan alam Danau Kaldera Toba. Serta kekhusukan sembahyang di rumah-rumah doa yang dibangun di pelataran patung itu.

Belum juga bangunan Patung Yesus Sibea-bea selesai, destinasi wisata itu sudah nge-hits. Pengunjung sudah ramai berkunjung ke sana. Sementara ini mereka mengagumi konstruksi patung dan menikmati panorama Kaldera Toba. Kunjungan ke sana kini sudah menjadi sebuah keharusan.

Gua Maria Dolok Nagok di Palipi, Samosir (Foto: Managamtua Simbolon)
Gua Maria Dolok Nagok di Palipi, Samosir (Foto: Managamtua Simbolon)

Gua Maria Dolok Nagok di Pulau Samosir

Berbeda dari Protestan, wisata rohani umat Katolik di Indonesia menempatkan Gua Maria sebagai destinasi utama. Tradisi devosi di Gua Maria itu merujuk pada Gua Maria Lourdes Perancis. 

Di tempat itu diyakini Bunda Maria Ibu Yesus pernah 18 kali (11 Februari--16 Juli 1858) menampakkan diri kepada gadis kecil Bernadette Soubirous.

Di Sumatera Utara tercatat ada empat Gua Maria. Gua Maria Narno Pocawir (Medan), Gua Maria Tritunggal Maha Kudus (Deli Sedang), Gua Maria Taman Wisata Iman (Dairi), dan Gua Maria Dolok Nagok (Pulau Samosir). 

Gua Maria tersebut terakhir berada di jantung Kaldera Toba. Tepatnya di Desa Gorat Pallombuan, Palipi, Samosir, sekitar 40 km dari Tano Ponggol, Pangururan. Titik lokasinya tepat di puncak bukit Nagok.

Berdiri di puncak Dolok Nagok, di samping Gua Maria, dan memandang ke arah barat akan menyajikan keheningan dan keindahan sekaligus. Keheningan di puncak bukit, di sisi Bunda Maria dan keindahan alam sisi barat Samosir. Tampak hamparan persawahan, lalu hamparan danau berkilauan, dan perbukitan indah dinding kaldera di sisi barat.

Gua Maria Dolok Nagok memenuhi syarat serenitas alam surgawi untuk sebuah wisata rohani. Karena itu umat Katolik cukup banyak berkunjung ke sana, menjalani devosi kepada Bunda Maria, khususnya di Bulan Maria (Mei) dan Bulan Rosario (Oktober). Juga, tentu saja, pada masa Natal dan Tahun Baru, saat perantau pulang kampung.

Tentu masih banyak yang perlu dibenahi pada Gua Maria ini. Arsitektur guanya perlu diperbaiki, agar menyerupai batu lava dasitan atau andesit hasil erupsi Gunung Toba. 

Rute Jalan Salib masih harus dilengkapi. Penghijauan sekitar gua mendesak dilakukan. Serta pembangunan fasilitas sosek pendukung kegiatan wisata rohani.

Gereja St Mikael Pangururan, Samosir, Sumatera Utara.[HIDUP/Antonius E. Sugiyanto]
Gereja St Mikael Pangururan, Samosir, Sumatera Utara.[HIDUP/Antonius E. Sugiyanto]

Hasahatan

Ucapan terima kasih harus disampaikan pada pemerintah daerah, Parugamo Malim, Gereja Protestan dan Gereja Katolik yang telah mengembangkan destinasi wisata rohani di Kaldera Toba. 

Tiap destinasi wisata rohani di atas punya keunggulan masing-masing. Tapi masing-masing juga punya kekurangan yang perlu segera dibenahi.

Perhatian khusus perlu diberikan pada dua destinasi wisata rohani di Kaldera Toba. Patung Yesus di Bukit Sibea-bea dan Gua Maria Dolok Nagok di Palipi. Patung Yesus dibangun megah dengan biaya pemerintah. Sementara Gua Maria dibangun dengan dana umat Katolik. 

Alasan pola pendanaan semacam itu bisa dimengerti. Patung Yesus di Sibea-bea dibangun pemerintah Samosir sebagai destinasi wisata rohani bagi semua umat Kristiani. 

Juga sebagai destinasi wisata alam buatan dan alam asli kaldera, baik untuk umat Keistiani maupun non-Kristiani. Pemerintah punya intensi menjadikannya sebagai destinasi wisata unggulan.

Sementara itu Gua Maria Dolok Nagok diperuntukkan khusus bagi umat Katolik. Walau tak menutup pintu untuk kunjungan umat non-Katolik atau non-Kristiani. Sifat Gua Maria yang cenderung eksklusif seperti itu mungkin menjadi alasan bagi pemerintah untuk tidak membantu pendanaannya. 

Tapi Gua Maria Dolok Nagok sebenarnya tak sepenuhnya eksklusif bagi umat Katolik. Pintu komplek gua itu sejatinya terbuka juga untuk pengunjung non-Katolik yang ingin menikmati kedamaian dan keindahan alam Kaldera Toba. Dilihat dari sisi itu, Pemda Samosir sebenarnya punya kepentingan untuk membantu dana pengembangannya.

Satu hal yang perlu dipertimbangkan Pemda Samosir adalah keterhubungan antara Gua Maria Dolok Nagok dan Patung Yesus Sibea-bea. Alangkah baiknya jika dua destinasi itu dihubungkan dengan kapal penyeberangan bolak-balik. Setelah berwisata di Patung Yesus Sibea-bea bisa lanjut menyeberang ke Gua Maria Dolok Nagok di Pulau Samusir. Demikian pula sebaliknya.

Khusus untuk Gereja Katolik, utamanya Keuskupan Agung Medan, penting memikirkan koneksivitas wisata rohani antara Gua Maria Dolok Nagok dan Gereja Katolik Santo Mikhael, Pangururan. 

Gereja ini satu-satunya bangunan gereja inkulturatif yang mengambil arsitektur dan ornamen ukirnya dari rumah adat Batak Toba. Arsitektur dan ornamen ukir itu oleh Pastor Leo Joosten OFM Cap, perancangnya, telah diberi makna religi baru sesuai ajaran iman Gereja Katolik.

Kini, kesatuan pikiran dan gerak pemerintah, Gereja, Parmalim, organisasi kemasyarakatan, dan masyarakat adat sangat diharapkan untuk mewujudkan destinasi wisata rohani kelas dunia di Kaldera Toba. (eFTe)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun