Tapi di sisi lain dia juga tak dikenal. Tak seorang pengunjung pun yang tahu nama (jenis) pohon itu. Sejak kapan dia berdiri di puncak bukit itu. Mengapa dia sendirian. Apa yang telah dialaminya, sehingga merunduk ke arah matahari terbenam, bukan ke arah matahari terbit.
Pohon jomlo itu sangat terkenal tapi sekaligus tak dikenal. Paradoks!
Masalah Kemiskinan PerkisahanÂ
Pohon jomlo di puncak Bukit Beta itu menderita kemiskinan perkisahan (storytelling). Itu masalah yang menghinggapi  banyak obyek wisata di Kaldera Toba.
Tak usah jauh-jauh. Ikhwal terbentuknya Bukit Beta itu saja tak banyak orang yang tahu. Warga setempat tahunya sejak mereka lahir bukit itu sudah ada. Fungsinya, ya, sebagai padang penggembalaan kerbau.
Maka tak heran bila pengunjung bisa menemukan sejumlah kerbau sedang merumput di situ. Atau berkubang di sejumlah kubangan yang terdapat di lereng bukit tersebut.Â
Pengunjung mungkin heran mengapa rerumputan dibukit itu selalu pendek rapih seperti hasil pangkasan mesin. Tak diragukan lagi, itu adalah hasil kerja kerbau-kerbau yang merumput di sana.Â
Tahi kerbau itu juga menjadi pupuk organik yang bagus. Bila turun hujan maka tahi kerbau yang teronggok di atas bukit akan terbawa aliran permukaan hingga merata ke rerumputan di lerengnya. Maka tambah suburlah padang rumput itu.
Historisnya, Bukit Beta itu adalah bagian dari kubah lava rio-dasitan di Tuktuk Siadong. Topografi Tuktuk yang berbukit-bukit itu aslinya adalah rangkaian gundukan lava beku hasil erupsi Gunung Toba 74.000 tahun lalu. Sebagian darinya terselimuti oleh endapan danau -- endapan dari masa daratan Samosir masih terendam di dasar danau Kaldera Toba hingga 30.000 tahun lalu.