Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Boru Sibasopaet, Akar Darah Majapahit dalam Masyarakat Batak?

14 Februari 2024   11:47 Diperbarui: 15 Februari 2024   14:33 2809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan Kaldera Toba dari puncak Dolok Tolong (Foto: gerry wowiling/wikimedia.com)

Benarkah Majapahit pernah menaklukkan Tanah Batak melalui sebuah perkawinan politis?

Dolok Tolong mungkin adalah saksi bisu penaklukan Baligeraja Tanah Batak oleh Kerajaan Majapahit di masa lalu. Saya bilang "mungkin", karena sifatnya masih dugaan. Sebab belum ada riset historis tentang hal tersebut.

Cerita yang beredar kini adalah bauran legenda dan fakta historis. Ada legenda perkawinan Tuan Sorbadibanua, pemukim pertama Baligeraja, dan Boru Sibasopaet yang disebut sebagai Putri Majapahit (paet, Btk: pahit). Lalu ada fakta sejarah tentang Baligeraja, salah satu bius (federasi kampung) utama Tanah Batak  dan Majapahit, satu kerajaan besar di Trowulan Jawa yang pernah menegakkan imperium nusantara.

Tapi legenda untuk sebagian adalah dokumentasi sejarah lokal yang diwariskan lewat tuturan turun-temurun. Ada kandungan faktualnya, tapi telah diwarnai dengan unsur-unsur mistis atau supranatural, sebagai penjelasan non-ilmiah. Suatu tafsir ilmiah kemudian bisa mengidentifikasi kandungan fakta dalam legenda itu. Sekalipun derajadnya mungkin sebatas hipotesis saja.

Begitupun dengan legenda perkawinan Tuan Sorbadibanua dan Boru Sibasopaet. Bahasan tentangnya di sini hanya mungkin sebatas dugaan-dugaan saja. Khususnya ikhwal darah Jawa Majapahit yang mengalir dalam tubuh sebagian etnis Batak.

Peta lokasi Lumbangorat (kotak garis putus merah) dan Dolok Tolong, Balige. Gala-gala, tempat pertemuan Sorbadibanua dan Boru Sibasopaet, diperkirakan berada di kaki barat Dolok Tolong, sebelah timur jalan Transumatra (warna hijau) (Sumber: google map) 
Peta lokasi Lumbangorat (kotak garis putus merah) dan Dolok Tolong, Balige. Gala-gala, tempat pertemuan Sorbadibanua dan Boru Sibasopaet, diperkirakan berada di kaki barat Dolok Tolong, sebelah timur jalan Transumatra (warna hijau) (Sumber: google map) 

Tuan Sorbadibanua dan Boru Sibasopaet

Tuan Sorbadibanua terbilang generasi keempat Batak, atau cicit dari Siraja Batak, generasi pertama. Kakeknya, Raja Isumbaon adalah anak kedua Siraja Batak -- anak pertama adalah Guru Tateabulan. Ayahnya adalah Sorimangaraja, putra tunggal Isumbaon.

Diperkirakan entitas Siraja Batak telah mendiami Sianjurmula-mula pada pertengahan abad ke-13. Asumsikan Siraja Batak lahir tahun 1225. Lalu Raja Isumbaon lahir tahun 1250, Sorimangaraja lahir tahun 1275, dan Tuan Sorbadibanua lahir tahun 1300.

Dengan perkiraan asumtif di atas maka diduga Tuan Sorbadibanua hidup dalam periode 1300-1400. Diasumsikan usia hidupnya 75-100 tahun.

Setelah pernikahannya dengan Siboru Antingmalela atau Nai Suanon, Tuan Sorbadibanua bermigrasi, membuka kampung baru di sisi selatan danau Kaldera Toba. Menjadi pemukim pertama, dia membuka kampung baru di situ, dinamainya Lumbangorat (lumban = kampung; gorat = mangga hutan).

Lumbangorat itulah cikal-bakal bius Baligeraja, kelak berada di bawah mependa-rajaan Sisingamangaraja. Baligeraja kini menjadi kota Balige, ibukota Kabupaten Toba. Lumbangorat sendiri, sekitar 3 km arah tenggara Onan (Pasar) Balige, kini menjadi salah satu desa di Kecamatan Balige.

Lama berumahtangga, pasutri Sorbadibanua dan Antingmalela tak juga dikaruniai anak. Seorang dukun kemudian meramal Antingmalela akan hamil dan melahirkan anak hanya setelah  dimadu di usia tua. 

Tapi tak mudah juga bagi Sorbadibanua menemukan istri kedua, madu bagi Antingmalela. Dalam kegundahan hatinya, Sorbadibanua pergi bertapa ke hutan di kaki barat Dolok Tolong -- sebelah barat Lumbangorat.

Tak dinyana, di tengah hutan itu, Sorbadibanua bertemu dengan seorang perempuan muda cantik. Usut punya usut, perempuan itu ternyata anggota kelompok prajurit  Majapahit yang tersesat ke Dolok Tolong. Menurut hikayat, kelompok itu terpukul mundur oleh prajurit  Tumasik (Singapura sekarang) dari Selat Malaka. 

Merasa menemukan madu untuk istrinya, Antingmalela, Sorbadibanua kemudian menikah dengan perempuan Majapahit itu. Dia lalu diberi nama Boru Sibasopaet, Putri Majapahit.

Setelah dimadu, Antingmalela benar-benar bisa hamil sampai melahirkan lima orang anak laki-laki. Berturut-turut dinamai Sibagotnipohan, Sipaettua, Silahisabungan, Siraja Oloan, dan Siraja Hutalima.

Kelimanya adalah leluhur kelompok marga-marga Batak berikut:

  • Sibagotnipohan: leluhur marga-marga
    Tampubolon, Siahaan, Simanjuntak, Hutagaol, Nasution, Panjaitan, Siagian, Silitonga, Sianipar, Simangunsong, Marpaung, Napitupulu, dan Pardede.
  • Sipaettua: leluhur marga-marga
    Hutahaean, Hutajulu, Aruan, Sibarani, Sibuea, Pangaribuan, dan Hutapea.
  • Silahisabungan: leluhur marga-marga
    Sihaloho, Situngkir, Sirumasondi, Rumasingap, Depari, Sidabutar, Sidabariba, dan Tambunan.
  • Siraja Oloan: leluhur marga-marga
    Naibaho, Sihotang, Bakara, Sinambela, Sihite, dan Simanullang.
  • Siraja Hutalima: leluhur marga-marga melahirkan marga Maha, Sambo, dan Pardosi.

Sementara Boru Sibasopaet melahirkan tiga anak laki-laki yaitu Siraja Sumba, Siraja Sobu, dan Toga Naipispos. Ketiganya menjadi leluhur marga-marga Batak berikut:

  • Siraja Sumba: leluhur marga-marga
    Simamora (termasuk Rambe, Purba, Manalu, Debataraja) dan Sihombing (termasuk Silaban, Lumban Toruan, Nababan, Hutasoit).
  • Siraja Sobu: leluhur marga-marga Sitompul dan Hasibuan (termasuk Hutabarat, Panggabean, Hutagalung, Hutatoruan, Simorangkir, Hutapea, dan Lumban Tobing).
  • Toga Naipospos:  leluhur marga-marga Marbun (termasuk Lumbanbatu, Banjarnahor, dan Lumbangaol), Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, dan Situmeang.

Pada suatu waktu, Antingmalela dan Sibasopaet berselisih tanpa ujung gara-gara persoalan anak. Konon suatu hari anak-anak Sorbadibanua latihan monsak, pencak. Tanpa sengaja mata Raja Hutalima, anak Antingmalela tertusuk oleh tombak Siraja Sobu.

Karena perselihan tak terlerai lagi, Boru Sibasopaet dan ketiga anaknya kemudian menyingkir ke Lobu Gala-gala, kaki barat Dolok Tolong. Mereka bergabung dengan mantan prajurit Majapahit yang -- atas izin Tuan Sorbadibanua -- bermukim di situ. Sampai sekarang tempat itu tetap disebut Gala-gala. Jalan ke situ dinamai Jalan Gala-gala.

Hal yang sangat menarik dari kisah di atas, jika benar Boru Sibasopaet adalah Putri Majapahit, maka ada tiga kelompok marga Batak yang mewarisi darah Jawa Majapahit dari garis ibu. Mereka adalah orang Batak dari rumpun-rumpun marga Siraja Sumba, Siraja Sobu, dan Toga Naipospos.

Konon prajurit Majapahit itu pula yang memasukkan warna ajaran Hinduisme pada religi asli Batak. Religi itu dikenal sebagai Agama Siraja Batak, yaitu kepercayaan pada Dewata Agung Mulajadi Nabolon yang mengejawantah dalam tiga sosok (trimurti) yaitu Batara Guru (semacam Brahma), Debata Sori (semacam Wisnu), dan Mangala Bulan (semacam Siwa).

Tapi benarkah demikian?

Ilustrasi AI tentang profil armada laut Kerajaan Majapahit, antara lain ditempatkan di Sumatra (Foto: via sindonews.com)
Ilustrasi AI tentang profil armada laut Kerajaan Majapahit, antara lain ditempatkan di Sumatra (Foto: via sindonews.com)

Hipotesis Perkawinan Politis Batak dan Majapahit

Untuk menjawab pertanyaan di atas, harus dipastikan lebih dulu apakah Tuan Sorbadibanua hidup di era Majapahit. Tadi sudah diperkirakan Sorbadibanua hidup sekitar tahun 1300-1400. Era Majapahit adalah tahun 1293-1527. Berarti -- secara hipotesis -- Sorbadibanua hidup dalam era Majapahit.

Selanjutnya harus dicari satu masa yang memungkinkan Sorbadibanua bertemu dengan prajurit Majapahit. Masa yang paling memungkinkan adalah pada periode implementasi "Sumpah Palapa", yaitu penaklukan kerajaan-kerajaan di pulau Simatera dan semenanjung Malaya oleh Majapahit. Itu berarti pada era Mahapatih Gajahmada (1334-1364), pencetus "Sumpah Palapa" (1336).

Mahapatih Gajahmada bersumpah:

"Jika sudah takluk Nusantara, [maka] aku amukti palapa. Jika [sudah] takluk Gurun, Seram, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, barulah aku amukti palapa".

Berdasar sumpah itu, maka penaklukan kerajaan-kerajaan Palembang (Sriwijaya), Tumasik (Singapura), dan Haru (Karo, mencakup Deli dan pantai timur hingga Mandailing) dilakukan setelah tahun 1336. Itu berlangsung dalam periode pemerintahan Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350) dan Hayam Wuruk (1350-1389)

Dalam rangka penaklukan Tumasik dan Haru prajurit Majapahit berlayar ke Selat Malaka di atas tahun 1336. Karena Sorbadibanua diperkirakan hidup tahun 1300-1375, maka dari segi waktu memang dimungkinkan adanya pertemuan dengan prajurit Majapahit.

Kitab Negarakertagama yang ditulis sekitar tahun 1365 sementara itu telah mencatat Tumasik dan Mandailing, bagian dari Kerajaan Haru, sebagai taklukan Majapahit. Jadi kalau benar Sorbadibanua bertemu dengan Putri Majapahit dan prajurit Majapahit, maka peristiwa itu mestinya terjadi antara tahun 1336-1365.

Karena dikisahkan Sorbadibanua bertemu dan menikahi Boru Sibasopaet atau Putri Majapahit pada usia tua, asumsikan umur 50-an tahun, maka kemungkinan pertemuan itu terjadi dalam tahun 1350-1365.

Pertanyaannya, prajurit Majapahit dari mana yang datang ke Dolok Tolong, Kaldera Toba dan untuk keperluan apa? Apakah benar mereka prajurit yang kalah dalam pertempuran di Selat Malaka ataukah prajurit yang telah menaklukkan Mandailing, bagian Kerajaan Haru?

Memang ada catatan sejarah versi Singapura yang menyebut prajurit Tumasik memukul mundur prajurit Majapahit dalam pertempuran di Selat Malaka tahun 1350. Tapi klaim ini diragukan karena armada Majapahit diperkirakan terlalu digdaya untuk armada Tumasik.

Suatu hipotesis dapat diajukan di sini. Kelompok prajurit yang tiba di Dolok Tolong itu adalah bagian dari prajurit untuk penaklukan seluruh Kerajaan Haru, mulai dari selatan (Mandailing) sampai utara (Karo/Deli). Entah mereka tadinya ikut dalam penaklukan Mandailing (juga Padang Lawas) atau dalam penaklukan Tumasik. Kemungkinannya masuk dari muara Sungai Barumun, lalu masuk ke pedalaman, termasuk sebagian naik ke dataran tinggi Toba.

Keberadaan perempuan dalam kelompok prajurit Majapahit kemungkinan menunjukkan adanya perekrutan perempuan muda untuk menjadi srikandi di masa itu. Tentang hal itu memang perlu diperiksa kebenarannya.

Lantas apakah pertemuan dan perkawinan antara Tuan Sorbadibanua dan Boru Sibasopaet itu sebuah kebetulan atau sesuatu yang terencana?

Menurut legenda, Sorbadibanua tak sengaja bertemu  Sibasopaet di kaki Dolok Tolong. Lalu meminangnya sebagai istri kedua. Dikisahkan asal usulnya tak jelas, sehingga disebut mapultak sian bulu, lahir dari ruas bambu. Itu idiom untuk mengatakan seseorang bukan "orang Batak", sebab tak ada silsilah marganya. 

Kemungkinan lain, jika benar Boru Sinbasopaet adalah Putri (Srikandi) Majapahit, maka pertemuan dan perkawinannya dengan Sorbadibanua mungkin adalah bagian dari strategi penaklukan Tanah Batak.  

Perkawinan itu bersifat politis, sebagai cara untuk memasukkan Toba Holbung, wilayah kuasa Sorbadibanua ke bawah imperium Majapahit. Konon sebagai mahar perkawinan itu, Sorbadibanua menghadiahkan Dolok Tolong kepada Sibasopaet dan prajurit Majapahit.

Jika hipotesis di atas suatu saat terbukti benar, maka akan terkuak suatu fakta bahwa Majapahit pernah menaklukkan Toba lewat perkawinan politis.

Pemandangan Kaldera Toba dari puncak Dolok Tolong (Foto: gerry wowiling/wikimedia.com)
Pemandangan Kaldera Toba dari puncak Dolok Tolong (Foto: gerry wowiling/wikimedia.com)

Hasahatan

Paparan di atas sepenuhnya bersifat hipotesis. Perlu dibuktikan kebenarannya melalui penelusuran sejarah marga atau silsilah Sorbadibanua dari istrinya Boru Sibasopaet. Apakah benar dia adalah Putri Majapahit, bagian dari prajurit Majapahit yang dikirim untuk menaklukkan Toba atau Tanah Batak?

Setidaknya ada dua pihak yang berkepentingan untuk membuktikan hipotesis perkawinan Sorbadibanua dan Boru Sibasopaet itu.

Pertama, keturunan Sorbadibanua dari istrinya Boru Sibasopaet. Mereka adalah orang Batak dari rumpun marga Siraja Sumba, Siraja Sobu, dan Toga Naipospos.

Kedua, para ahli sejarah dan arkeolog. Mereka bertanggungjawab untuk menemukan bukti-bukti sejarah dan arkeologis tentang kehadiran prajurit Majapahit di Dolok Tolong, Balige. 

Hanya ada dua pilihan di sini. Mengawetkan kisah perkawinan Sorbadibanua dan Putri Majapahit itu tetap sebagai legenda. Atau mencoba menjadikannya pengetahuan saintifik tentang kemungkinan penaklukan Toba oleh Majapahit lewat perkawinan politis. (eFTe)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun