Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Mengenal Tujuh Batu Ternama di Kaldera Toba

7 Februari 2024   08:02 Diperbarui: 8 Februari 2024   01:43 2078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Batu Guru di lepas pantai Pangaloan, Nainggolan Pulau Samosir (Foto: monidessagala/idntimes.com)

Batu Gantung dapat dikunjungi dengan cara naik kapal danau atau speed boat dari pelabuhan wisata Parapat. Hanya perlu waktu 10-15 menit untuk berlayar ke utara, sebelum kemudian tiba di kaki tebing tempat batu sepanjang dua meter tergantung. 

Bagaimanapun, diperlukan niat tulus dan imajinasi untuk bisa melihat stalagtit lava dasitan itu sebagai sosok seorang gadis yang tergantung di atas tebing sambil memeluk seekor anjing.

Tampilan batu Basiha di Desa Sibodiala, Balige Toba (Foto: calderatobageopark.org)
Tampilan batu Basiha di Desa Sibodiala, Balige Toba (Foto: calderatobageopark.org)

Batu Basiha Balige

Di perbukitan Sibodiala, tepatnya di Desa Aekbolon Julu, Balige Toba, terdapat kekayaan geologis berupa batu Basiha. Nama Basiha itu pemberian warga setempat, kependekan dari "BAtu SIan HAu" -- batu dari kayu. Batu itu memang tampak seperti tumpukan balok kayu.

Menurut legenda, dahulu kala Ompu Manggak Napitupulu -- salah seorang leluhur marga Napitupulu Salimbabiat -- berniat mendirikan ruma bolon, rumah adat Batak di bukit Sibodiala. Dia mengambil balok-balok kayu yang dari berbagai penjuru hutan lalu menumpuknya di tempat itu. 

Suatu ketika seekor harimau muncul dan melarang Ompu Manggak mendirikan rumah di situ. Ompu Manggak disuruh pulang ke Sangkarnihuta, kampung asalnya yang telah diduduki orang lain. 

Saat Ompu Manggak pulang ke kampungnya, tiba-tiba petir menyambar tumpukan balok kayu itu sehingga berubah menjadi batu. Melihat kenyataan itu beberapa hari kemudian, Ompu Manggak membatalkan niatnya membangun ruma bolon di situ. Situs "tumpukan kayu membatu" itu kemudian dikeramatkan.

Aslinya Batu Basiha itu adalah batuan lava basalt-andesit beku. Diperkirakan lava itu hasil erupsi Kaldera Porsea Gunung Toba pada 830,000 tahun lalu -- letusan kedua. Penurunan suhu drastis, pembekuan, membuat aliran lava mengerut lalu pecah menjadi kolom-kolom heksagonal serupa tumpukan balok ukuran 30 cm.

Mekipun sudah ada penjelasan ilmiah, warga setempat tetap meyakini Batu Basiha sebagai tumpukan balok kayu yang membatu akibat sambaran petir. Tempat itu tetap diaggap sakral.

Sakralisasi Batu Basiha itu adalah bentuk kearifan lokal untuk melestarikan perbukitan Sibodiala sebagai areal pertanian sekaligus daerah aliran sungai. Terletak 5 km di timur Balige, Sibodiala adalah hulu salah satu sungai yang bermuara di Danau Kaldera Toba. Menebangi pepohonan di situ berisiko merusak tata air.

Bukit Batu Maranak dengan latar belakang lembah Tipang (kanan bawah), Bakkara (kanan atas), dan Pulau Simamora (Foto: pariwisatasumut.net)
Bukit Batu Maranak dengan latar belakang lembah Tipang (kanan bawah), Bakkara (kanan atas), dan Pulau Simamora (Foto: pariwisatasumut.net)
Batu Maranak Tipang

Batu Maranak, batu beranak, adalah sesuatu yang muskil. Nama itu diberikan pada tebaran bebatuan lava andesit di puncak bukit Tipang, sisi barat kaldera. Berada di sebelah utara lembah Tipang, Baktiraja Humbang Hasundutan, bukit Batu Maranak dapat dicapai lewat sebuah jalur pendakian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun