Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Tao Sidihoni, Eksotisme Surgawi di Punggung Pulau Samosir

1 Februari 2024   17:48 Diperbarui: 2 Februari 2024   09:28 2302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Serenitas eksotis itu bernama Tao Sidihoni, diam bersembunyi di punggung Pulau Samosir, aman dikelilingi biru air Danau Kaldera Toba.

Berdiri di tepian Tao Sidihoni, atau di perbukitan yang mengitarinya, serasa berada di negeri dongeng. Suatu tempat dengan keindahan eksotis yang tampak asing, seumpama keping surga yang jatuh di punggung Pulau Samosir.

Seperti berada di pedesaan New Zealand atau Switzerland. Itu kata orang-orang yang pernah berkunjung ke sana. Atau mereka yang sekadar mengenal dua negeri itu dari lembar kartu pos atau gambar kalender.

Mungkin bukan sebuah pengandaian yang berlebihan juga. Berdiri di Sidihonidalam dekapan udara dingin pada ketinggian 1,300 mdpl memang serasa terlempar ke negeri asing. Sebuah danau kecil nan elok yang dikelilingi perbukitan padang sabana, ditingkahi barisan pepohonon pinus yang pucuknya menombak langit biru, bukanlah saujana yang biasa-biasa saja.

Hanya setelah melihat kerbau turun minum ke bibir danau, dan anak gembala bersenandung, barulah tersadar Sidihoni itu bagian dari Tanah Batak, yang tersemat di jantung Kaldera Toba.

Terletak di Sabungannihuta Ronggurnihuta, "kampung petir" di punggung Samosir, Tao Sidihoni berada 8 km di sebelah timur kota Pangururan. Hanya seperempat jam berkendara dari ibukota Kabupaten Samosir ini, keping surgawi ini sudah terhampar di depan mata.

Tao Sidihoni dengan latar belakang Gunung Pusukbukit dan Danau Kaldera Toba (Foto: calderatobageopark.org)
Tao Sidihoni dengan latar belakang Gunung Pusukbukit dan Danau Kaldera Toba (Foto: calderatobageopark.org)

Geologi dan Geografi Sidihoni

Sekitar 30,000 tahun yang lalu, pasca supervolcano Gunung Toba 74,000 tahun lalu, dasar danau  kaldera didorong magma dan terangkat ke permukaan. Dasar kaldera itu patah dua saat proses pengangkatan. Patahan barat adalah Pulau Samosir sekarang. Sedangkan patahan timur, terpisah oleh selat, adalah dataran Uluan.

Sejumlah aktivitas tektonik pasca timbulnya Pulau Samosir kemudian menciptakan patahan lokal berupa cekungan. Salah satunya cekungan Sidihoni yang kemudian terisi air hujan. Awalnya berupa rawa, lama-lama menjadi tao, danau.

Orang-orang tua di Ronggurnihuta mengenal Sidihoni itu aslinya adalah tanah rawa berhutan. Konon dahulu kala ada orangtua mengasingkan anaknya yang lahir cacat ke situ. Tiap hari anak itu diahoni, diantarkan makanan untuk bertahan hidup. Sejak itu tempat tersebut dinamai "Sidiahoni", kemudian "Sidihoni".

Lalu tegakan hutan di tanah rawa itu ditebangi warga setempat. Sampai gundul dan akhirnya cekungan menjadi sebuah danau mini seluas 5 hektar.

Menuju lembayung senja di ketinggian Sidihoni (Foto: instagram.com/@samosirta via tempatwisata.pro)
Menuju lembayung senja di ketinggian Sidihoni (Foto: instagram.com/@samosirta via tempatwisata.pro)

Pasokan air ke Tao Sidihoni sepenuhnya tergantung pada curah hujan. Jika curah hujan tinggi, maka aliran air permukaan akan turun deras dari perbukitan memenuhi danau hingga airnya melimpas. Sebaliknya jika kemarau, maka permukaan danau akan surut tersebab penguapan.

Bahkan danau itu pernah mengalami kekeringan. Dalam ingatan warga , Sidihoni mengalami kekeringan tahun 1943, 1958, dan 2004. Konon kekeringan itu tak ada kaitannya dengan kemarau panjang. Warga setempat meyakini kekeringan itu sebagai respon alam Sidihoni terhadap masalah-masalah besar bangsa. Tahun 1943 terjadi pendudukan oleh Jepang, tahun 1958 pemberontakan Kolonel Simbolon, dan tahun 2004 gempa tsunami Aceh.

Kekeringan tahun 2004 itu terjadi menyusul peristiwa gempa dan tsunami Aceh. Di sisi timur danau tiba-tiba qtmuncul rekahan dan air danau bocor ke bawah tanah dari situ. Diduga aktivitas tektonik telah menyebabkan rekahan di perut Samosir. Rekahan itu sesewaktu menjadi sungai bawah tanah yang mengalir ke arah Simanindo di sisi timur pulau.

Tao Sidihoni dikelilingi oleh petbukitan dan lembah sabana. Perbukitan menghijau oleh vegetasi rerumputan, padang penggembalaan, diselingi gerumbul-gerumbul hutan pinus. Sedangkan tanah lembah digarap warga menjadi sawah tadah hujan dan huma untuk tanaman hortikultura, semisal bawang merah, kacang tanah, dan sayuran.

Danau itu adalah berkah bagi Ronggurnihuta. Dia adalah sumber air utama bagi warga setempat. Baik untuk keperluan minum, mandi, dan cuci bagi warga maupun untuk minum dan mandi bagi ternak kerbau. Saat kemarau panjang, Tao Sidihoni adalah penyelamat, sumber air satu-satunya.

Tao Sidihoni yang disakralkan warga Ronggurnihuta (Foto: nput sumber gambar
Tao Sidihoni yang disakralkan warga Ronggurnihuta (Foto: nput sumber gambar

Danau yang Sakral

Jika warga Ronggurnihuta sampai hari ini memandang sakral Tao Sidihoni, maka alasan rasional di baliknya adalah fungsi sentral danau itu bagi kehidupan masyarakat setempat.

Kondisi air danau itu adalah indikator keberhasilan panen di tanah Ronggurnihuta yang kering. Saat air danau melimpah dan kebiruan, panenan melimpah. Sebaliknya saat air danau surut dan keruh, panenan merosot drastis.

Ada logika tata air tanah di situ. Air danau yang melimpah adalah indikasi tingginya kandungan air tanah di perbukitan dan lembah Ronggurnihuta. Karena itu kebutuhan tanaman akan air tercukupi, sehingga tumbuh subur dan memberi hasil melimpah.

Sebaliknya bila air danau surut atau mengering, berarti air tanah di area sekeliling danau defisit. Akibatnya tanaman kekurangan air, sehingga pertumbuhan dan hasilnya jelek. 

Bagi masyarakat Ronggurnihuta dahulu kala, Tao Sidihoni itu adalah homban, sumber air bersama untuk mendukung kehidupan bersama. Terutama untuk keperluan minum, mandi, dan cuci. Karena itu kelestarian danau itu harus dipelihara dengan cara merawat vegetasi area sekitarnya.

Sebegitu sentralnya arti Tao Sidihoni sebagai sumber hidup,  sehingga masyarakat Ronggurnihuta menganggapnya sebagai lokus sakral. Generasi-generasi era religi asli Batak, kepercayaan kepada Mulajadi Nabolon (Pencipta Agung), di masa lalu rutin menjalankan ritual lepas panen di tepi danau itu. 

Ritual itu, lazimnya berupa gondang, dimaksudkan untuk menyampaikan persembahan dan syukur kepada Mulajadi Nabolon dan roh-roh leluhur, atas keberhasilan panen. Atau sebaliknya, saat gagal panen, masyarakat memohon karunia air dan kesuburan tanah pada musim berikutnya.

Artefak ritual itu masih dapat disaksikan di sisi timur danau berupa altar pamelean, mesbah persembahan berbentuk segitiga. Tampak di atas mesbah diletakkan pitu sawan, tujuh cawan media penyampaian doa-doa kepada Mulajadi Nabolon dan roh-roh leluhur kampung. Aslinya tujuh cawan itu diisi air dari tujuh sumber.

Pitu sawan, tujuh cawan di altar pamelean, mesbah persembahan di sisi timur Tao Sidihoni (Foto: arjuna bakara/bpodt.go.id)
Pitu sawan, tujuh cawan di altar pamelean, mesbah persembahan di sisi timur Tao Sidihoni (Foto: arjuna bakara/bpodt.go.id)

Tapi seiring masuknya agama Kristen ke Sidihoni tahun 1930-an, ritual-ritual agama asli perlahan-lahan memudar. Ritual semacam itu dicap sebagai hasipele-beguon, penyembahan berhala atau animisme/dinamisme.  Hal semacam itu menduakan Tuhan Yang Esa, dosa menurut ajaran Kristiani.

Hanya saja, bagi orang Batak ritual agama asli, semisal gondang, sudah menjadi adat. Mengharap orang Batak akan membuang adatnya demi agama baru adalah muskil. Bagi orang Batak mustahil beragama tanpa beradat. Seperti juga mustahil  beradat tanpa beragama.

Masyarakat Sidihoni bukan perkecualian. Secara insidental warga di sana masih mengadakan ritual gondang untuk memohon sesuatu atau mengucap syukur kepada Mulajadi Nabolon. Terakhir sebuah gondang besar diselenggarakan di sama tahun 2006. Intensinya mohon hujan kepada Mulajadi Nabolon untuk menggenangi kembali Tao Sidihoni yang surut drastis pasca-tsunami Aceh 2004.

Hasilnya, boleh percaya atau tidak, hujan turun dan Tao Sidihoni selamat dari kekeringan. Apapun kata orang luar, bagi warga setempat fakta itu adalah penegasan sakralitas Tao Sidihoni.

Gereja HKBP Sidihoni di puncak bukit Sidihoni (Foto:hutasoit picture via tempatwisata.pro)  
Gereja HKBP Sidihoni di puncak bukit Sidihoni (Foto:hutasoit picture via tempatwisata.pro)  

Wisata ke "Alam yang Lain"

Sidihoni wajib masuk dalam skedul pelancong bila ingin mengalami wisata ke "alam yang lain", keluar dari mainstream di Kaldera Toba. Tak sekadar bermain di air danau, mendaki perbukitan, blusukan ke kampung adat, menikmati air terjun, camping, dan kunjungan ke kebun kopi.

Pergi ke Sidihoni adalah wisata serenitas, lesap ke dalam ruang damai yang hening di punggung Pulau Samosir. Suatu bentang sabana dengan danau biru, perbukitan hijau, dan lembah warna-warni seturut jenis dan umur tanaman. Tak ada riuh di sana. Hanya ada musi alami -- kicau burung, lenguh kerbau, celoteh sayup anak gembala, dan desau angin di pucuk cemara.

Cobalah membentangkan selembar kain di atas rerumputan hijau di perbukitan sana. Duduk bersama keluarga tercinta di alam terbuka. Biarkan waktu membawamu ke ruang "alam yang lain" -- boleh membayangkan Switzerland atau New Zealand. 

Sebuah pengalaman religius mungkin bisa menyusup ke relung kalbu. Saat duduk di bawah pohon pinus di hari Minggu pagi, sambil mendengar alunan lagu-lagu rohani dari umat yang beribadat di Gereja HKBP Sidihoni. Gereja yang berdiri sejak 1934 di puncak bukit sebelah utara Tao Sidihoni itu telah menjadi tetenger eksotis di sana.

Gereja HKBP Sidihoni dipandang dari sudut lain (Foto: TikTok/@samosir adventure)
Gereja HKBP Sidihoni dipandang dari sudut lain (Foto: TikTok/@samosir adventure)
Barangkali pengalaman masuk ke "alam yang lain" itu yang membawa sejoli selebritas Jessica Mila dan Yakup Hasibuan ke Sidihoni. Sejoli itu mengabadikan pose-pose foto prewed yang eksotis dan romantis di sekitar Tao Sidihoni dan Gereja HKBP Sidihoni. Sesuatu yang mungkin menerbitkan iri, tapi bisa ditebus dengan sebuah kunjungan ke sana.

Foto prewed Jessica Mila dan Yakup Hasibuan di Tao Sidihoni (Foto: instagram.com@Jessicamila via idntimes.com)
Foto prewed Jessica Mila dan Yakup Hasibuan di Tao Sidihoni (Foto: instagram.com@Jessicamila via idntimes.com)
Hasahatan

Tak ada yang perlu dikatakan lagi tentang Sidihoni. Dia sendiri sudah menjadi definisi yang hidup tentang eksotisme dan serenitas, keindahan yang tak biasa dan keheningan yang menenteramkan.

Jika ada yang perlu ditambahkan di sana, mungkin itu adalah menara pandang yang bisa memperluas cakrawala saujana Sidihoni. Bukan menara pandang beton dan besi dingin, melainkan menara pandang yang mengadopsi struktur dan bahan bangunan rumah adat Batak. 

Dari atas menara itu, sambil melayangkan pandang ke sekeliling, seseorang mungkin bisa tiba pada perenungan, betapa neraka yang lahir dari letusan maha dahsyat Gunjng Toba 74,000 tahun lalu, kini telah berevolusi menjadi kepingan surgawi di Sidihoni.

Selebihnya, hanya tiga kata yang harus diucapkan: Pergilah ke Sidihoni. (eFTe)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun