Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Tano Ponggol, dari Wilhelminakanaal ke Terusan Kaldera Toba

27 Januari 2024   13:41 Diperbarui: 29 Januari 2024   15:25 1928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi pendangkalan Terusan "Tano Ponggol" Wilhelmina Pangururan Samosir pada tanggal 27 Juli 2016 (hariansib.com, 29.07.2016)

Nasib terusan Tano Ponggol berubah drastis pasca penetapan Danau Kaldera Toba sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) pada 2016. Kualifikasinya bahkan Destinasi Pariwisata Super Prioritas. 

Sebuah badan layanan umum Kementerian Parekraf, yaitu Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) dibentuk tahun 2016 itu juga untuk merancang dan mengkoordinasi pembangunan destinasi wisata Kaldera Toba. 

Salah satu lokus yang ditetapkan sebagai area wisata utama (Key Tourism Area) adalah Pangururan. Pembangunan ulsng terusan dan jembatan Tano Ponggol menjadi salah satu prioritas pengembangan area wisata itu.

Menyusul kunjungan Presiden Jokowi ke Tano Ponggol, Kementerian PUPR bergerak cepat. Pembangunan terusan dan jembatan Tano Ponggol berdisain modern mulai digarap tahun 2020, dengan total biaya Rp 173 miliar. 

Diwarnai sengketa pembebasan lahan, pembangunan terusan dan jembatan itu akhirnya rampung pada Desember 2022. Lalu diresmikan secara simbolik oleh Presiden Jokowi pada 25 Agustus 2023.

Hasilnya adalah sebuah terusan baru yang lebih dalam dan lebar. Dari semula selebar 25 meter menjadi 80 meter dengan panjang 1.2 km. Terusan itu didisain untuk dapat dilayari kapal-kapal pesiar. Suatu waterfront city, menurut rencana, akan dibangun di bantarannya.

Terusan itu layak di-rebranding sebagai Terusan Kaldera Toba. Nama lama "Tano Ponggol" layak disimpan di museum. Jenama "Terusan Kaldera Toba" itu tepat karena dia memisahkan dua area kaldera yang berbeda. Pulau Samosir yang dulunya adalah dasar kaldera, dan lingkar dinding kaldera yang membendung air danau Kaldera Toba.

Menggantikan jembatan lama, sebuah jembatan modern yang megah kini membentang tinggi pula di atas terusan. Panjang bentangan jembatan kini total 382 meter. Sepanjang 99 meter di antaranya adalah bentang utama dengan lebar 8 meter. 

Uniknya, bentang badan jembatan itu bergantung dan bertumpu pada tiga pilar utama. Tiga pilar itu, warna merah, dimaksudkan sebagai simbol Dalihan Natolu, tiga pilar sosial masyarakat adat Batak (5 puak)-- hula-hula/pemberi istri, dongan tubu/kerabat segaris darah patrilineal, dan boru/penerima istri). Katena itu jembatan itu dinamai Jembatan Dalihan Natolu.

Walau sebenarnya aneh juga. Jika tiga pilar itu simbol Dalihan Natolu, mengapa warnanya semua merah. Tidakkah seharusnya menggunakan tiga warna Batak yaitu hitam (simbol hula-hula), merah (simbol dongan tubu), dan putih (simbol boru)?

Kini Terusan Kaldera Toba dan Jembatan Dalihan Natolu yang melintang di atasnya telah menjadi tetenger gigantik untuk Pangururan. Selain untuk melancarkan perjalanan wisata, terusan dan jembatan itu juga ditargetkan menjadi obyek wisata akam buatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun