Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Kambing Samosir, Plasma Nutfah Asli Kaldera Toba

10 Januari 2024   13:58 Diperbarui: 12 Januari 2024   18:06 1767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kambing panorusan samosir sedang merumput (Foto: via starfarm.co.id)

Kambing panorusan samosir sedang merumput (Foto: via starfarm.co.id)
Kambing panorusan samosir sedang merumput (Foto: via starfarm.co.id)

Ternak Religi dan Adat

Sejak ratusan tahun lalu kambing samosir telah memiliki fungsi penting dalam kegiatan religi asli dan adat Batak. Itu pula alasan mengapa jenis kambing ini dipelihara dan dilestarikan orang Batak di Samosir atau Kaldera Toba umumnya.

Dalam kegiatan religi asli, semisal Ugamo Malim, kambing samosir digunakan sebagai hewan kurban, persembahan kepada Mulajadi Nabolon. Juga persembahan kepada para malim, nabi-nabi Ugamo Malim yaitu Tuhan Simarimbulubosi, Raja Uti, Sisingamangaraja, dan Boru Saniangnaga.

Persembahan semacam itu lazim dilakukan untuk berbagai tujuan. Misalnya dalam rangka mengucap syukur kepada Mulajadi Nabolon dan para malimnya. Juga untuk permohonan rejeki, pengobatan orang sakit, dan ritual tolak bala.

Kambing samosir juga lazim disembelih untuk keperluan acara adat. Semisal adat pernikahan, pembangunan rumah tinggal, dan pembangunan makam/tugu leluhur. Daging kambing itu dimakan sebagai lauk makan bersama. Lalu bagian-bagian tubuh tertentu (rahang/kepala, leher, rusuk, pangkal paha, dan panggul) untuk jambar, pengakuan atas status-status sosial adat.

Daging kambing itu, untuk keperluan ritual dan adat, dimasak tanpa darah. Tak ada saksang kambing, tapi gulai kambing dengan bumbu-bumbu Batak.

Cara masak seperti itu merujuk pada pantangan makan darah hewan pada penganut agama asli seperti komunitas Parmalim. Dalam pesta adat, komunitas ini disebut sebagai parsubang, pantang makan namargota, daging yang dimasak dengan darahnya.

Kambing samosir yang digunakan sebagai hewan ritual agama (kurban) dan adat (konsumsi) haruslah jantan. Warna bulunya harus putih menyeluruh, simbol kesuci-munian. Bahkan warna tanduk dan kukunya tidak boleh hitam. Minimal warnanya kecoklatan, paling baik coklat muda. Kambing seperti itulah yang disebut hambing puti, kambing putih sempurna.

Karena ritual agama dan adat mempersyaratkan kambing jantan putih, maka permintaan akan jenis itu tinggi. Harganya juga jauh lebih mahal, dibanding jantan yang tak putih sempurna atau betina. Konsekuensinya juga, populasi kambing samosir putih semakin kecil. 

Preferensi pada kambing jantan putih itu menyebabkan eksistensi pejantan pada kondisi kritis. Pada tahun 2015 misalnya dari total 9,733 ekor kambing samosir, hanya 646 ekor jantan (9,087 ekor betina). 

Walaupun seekor pejantan bisa membuahi lebih dari dua atau tiga ekor betina, perbandingan 1 ekor pejantan per 14 ekor betina terbilang berlebihan. Proses kawin akan berjalan lambat. Mungkin ini juga termasuk penyebab menurunnya populasi kambing samosir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun