Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Pusukbuhit, Gunung Suci Orang Batak di Kaldera Toba

16 Desember 2023   10:33 Diperbarui: 17 Desember 2023   11:37 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siluet magis Gunung Pusukbuhit, Kaldera Toba menjelang senja, tampak dari ujung utara Pulau Samosir (Foto: Farren Silalahi)

Dolok Pusukbuhit, dalam kosmologi asli Batak, adalah simpul air Tao Toba dan tanah Pulo Samosir serta dinding Kaldera Toba. 

Coba perhatikan peta Kaldera Toba. Tao (Danau) Toba itu tampak sebagai rahim. Pulo (Pulau) Samosir tampak sebagai janin yang tali pusarnya berpangkal pada Dolok (Gunung) Pusukbuhit. Dinding kaldera sekeliling danau adalah tubuh.

Dulu orang Batak yang berdiam di daratan Samosir meyakini tano gonting, tanah genting di Pangururan adalah tali pengikat Samosir ke Pusukbuhit di sisi barat danau. Tanah genting itu juga diyakini sebagai jalur lintasan para roh leluhur dari puncak Pusukbuhit ke Samosir.

Ketika L.C. Welsink, Residen Tapanuli mengerahkan rodi menggali tanah genting itu menjadi terusan pada tahun 1905-1907, orang Samosir ketakutan. Jika tanah genting yang dianggap tali pusar itu dipotong maka, menurut mereka, roh leluhur akan murka lalu Samosir akan tenggelam ke dasar danau. 

Ketakutan orang Samosir tak terbukti. Saat terusan sepanjang 1.5 km itu selesai, lalu digenangi air,  menghubungkan selatan dan utara danau  di sisi barat, Samosir tak tenggelam.  Sejak itulah daratan Samosir resmi mendapat status pulo, pulau. Saat diresmikan tahun 1913, terusan itu dinamai Terusan Wilhelmina -- mengambil nama Ratu Belanda. Setempat disebut Tano Ponggol, tanah patah.

Kendati daratan Samosir urung tenggelam, orang Batak di Samosir atau Kaldera Toba umumnya tetap menganggap Pusukbuhit sebagai gunung suci.  Gunung itu adalah kiblat yang disucikan. Dia adalah "titik nol" penciptaan banua tonga, portibi atau bumi manusia.

Gunung Pusukbuhit, Kaldera Toba tampak dari udara. Latar depan (timur) adalah Pangururan, latar belakang (barat) lembah Limbong-Sagala, tempat Sianjurmula-mula berada. Bagian berwarna putih pada lereng bawah adalah sumber air panas. Tanah genting adalah Terusan Wilhelmina atau Tano Ponggol (Foto: kendhil.com)
Gunung Pusukbuhit, Kaldera Toba tampak dari udara. Latar depan (timur) adalah Pangururan, latar belakang (barat) lembah Limbong-Sagala, tempat Sianjurmula-mula berada. Bagian berwarna putih pada lereng bawah adalah sumber air panas. Tanah genting adalah Terusan Wilhelmina atau Tano Ponggol (Foto: kendhil.com)

Mitologi Pusukbuhit

Kosmologi orang Batak Tua menggunakan perpektif "bumi datar" (flat earth). [2]  Bumi dipersepsikan sebagai bidang datar, disebut Banua Tonga, Benua Tengah tempat manusia.  Di atasnya ada Banua Ginjang, Benua Atas, swargaloka tempat semayam Dewata Agung Mulajadi Nabolon, Maha Pencipta. Lalu di bawahnya ada Banua Toru, Benua Bawah, tempat semayam para dewa-dewi "pengendali" tanah dan air.

Banua Tonga  yang dimaksud dalam kosmologi Batak  tentu saja Tano (Tanah) Batak. Konsisten dengan itu, manusia pertama dalam kosmologi tersebut adalah orang Batak.

Kisahnya, sebuah mitologi, begini.

Mulajadi Nabolon, Dewata Agung Batak, mewujud dalam tiga dewata tinggi. Bataraguru yang berkuasa atas  Banua Toru dengan kuasa penciptaan; Soripada (Balasori)  yang berkuasa atas  Banua Tonga dengan kuasa pengelolaan;  Mangalabulan (Balabulan) yang berkuasa atas Banua Ginjang dengan kuasa pembaruan.

Dikisahkan Boru Deakparujar, seorang dewi cantik pandai tenun, putri Bataraguru melarikan diri ke Banua Tonga dengan cara meluncur pada seutas benang tenun. Hal itu dilakukannya untuk melepaskan diri dari perjodohan dengan Raja Odap-odap, putra Mangalabulan yang bersosok bengkarung raksasa.

Tiba di Banua Tonga, kakinya menyentuh air samudra maha luas, perbatasan dengan Banua Toru.  Karena Banua Tonga diliputi kegelapan, Deakparujar memohon kepada Mulajadi Nabolon agar diberi terang.  Maka jadilah terang.

Lantas karena tak ada tanah tempat berpijak, Deakparujar memohon sekepal tanah kepada Mulajadi Nabolon. Itupun dikabulkan. Sekepal tanah itu lalu ditenunnya menjadi hamparan tanah datar di atas samudera.

Taik ingin Deakparujar sukses, Bataraguru mengutus Raja Padohaniaji ke Banua Toru untuk mengganggu. Dia berkali-kali mengguncang Banua Toru dengan gempa sehingga hamparan tanah tenunan Deakparujar di Banua Tonga hancur-lebur.

Dengan kecantikannya, Deakparujar merayu Padohaniaji hingga mabuk kepayang. Saat dia lupa diri, Deakparujar memasung Padohaniaji pada sebuah tungkot, tongkat sakti. 

Setelah itu "penenunan" tanah oleh Deakparujar berjalan aman. Dia berhasil "menenenun" hamparan tanah yang sedemikian luasnya, hingga Padohaniaji terkubur di bawahnya.

Untuk mengisi tanah kosong itu, Deakparujar memohon pada Mulajadi Nabolon agar dikirimi benih segala tumbuhan dan bibit segala hewan. Permohannya dikabulkan. Maka semaraklah tanah itu dengan aneka tumbuhan dan hewan.

Itulah Banua Tonga, sebuah "bumi datar" yang disebut Tano Batak. Titik pusatnya, atau titik nol, adalah sebuah bukit yang kemudian dinamai Dolok Pusukbuhit.

Seorang model memperagakan Buru Deak Parujar turun dari Banua Ginjang dengan cara menyusur seutas benang tenun. Di latar belakang adalah Gunung Pusukbuhit. (Foto: facebook @sprdsn)
Seorang model memperagakan Buru Deak Parujar turun dari Banua Ginjang dengan cara menyusur seutas benang tenun. Di latar belakang adalah Gunung Pusukbuhit. (Foto: facebook @sprdsn)
Pada suatu hari Deakparujar naik ke puncak Pusukbuhit, titik awal dia menenun tanah. Dari ketinggian dia melihat betapa indah seluruh alam ciptaannya. Tumbuhan hijau dan berbunga, hewan-hewan bercengkerama, dan air danau biru berkilauan. 

Tapi, di tengah keindahan itu, dia merasa jiwanya sepi. Sebab tak ada teman hidup di sampingnya. Batinnya berbisik, andai saja Mulajadi Nabolon mengirimkan seorang lelaki untuk pendamping hidupnya.

Tiba-tiba saja seorang lelaki rupawan muncul, melangkah pasti mendekatinya. Itulah Raja Odap-odap dalam rupa eloknya, jodoh yang ditinggal lari olehnya. Diam-diam Mulajadi Nabolon telah menyeludupkannya di antara benih tumbuhan dan bibit hewan yang dulu diminta Deakparujar.

Jodoh tak bisa ditampik, cinta tak bisa diingkari. Mulajadi Nabolon lalu memberkati perkawinan Boru Deakparujar dan Raja Odap-odap di puncak Pusukbuhit.

Pasangan dewa-dewi, Odap-odap dan Deakparujar, itulah cikal-bakal manusia Batak. Mereka berdiam di kaki Gunung Pusukbuhit, di sebuah lembah subur yang kelak dikenal sebagai Sianjurmula-mula. 

Pusukbuhit sementara itu disucikan sebagai loka komunikasi dengan Mulajadi Nabolon di Banua Ginjang. Jika Pasangan Odap-odap dan Deakparujar ingin menyampaikan sesuatu kepada Mulajadi Nabolon, atau sebaliknya, maka titik pertemuannya adalah puncak Pusukbuhit. Ke puncak itu Manuk-manuk Hulambujati, utusan Mulajadi Nabolon dalam sosok dewa bersayap, akan turun sebagai perantara komunikasi.

Dikisahkan pasangan Odap-odap dan Deakparujar melahirkan anak kembar beda kelamin, Raja Ihatmanisia dan Boru Itammanisia. Setelah dewasa, kedua anak itu dinikahkan, dan Raja Odap-odap serta Boru Deakparujar kembali ke Banua Ginjang. 

Selanjutnya adalah riwayat genealogis Siraja Batak. Pasangan Ihatamanisia-Itammanisia melahirkan Raja Miok-miok (lalu Patundalnibegu dan Ajilampas-lampas). Raja Miok-miok dan istrinya (n.n) berputrakan Engbanua. Engbanua dan istrinya (n.n) melahirkan Raja Bonang-bonang (juga Raja Aceh dan Raja Jau). Raja Bonang-bonang dan istrinya (n.n) beranakkan Raja Tantandebata. Raja Tantandebata dan istrinya (n.n) melahirkan Siraja Batak. 

Demikianlah silsilah mitologis kelahiran leluhur manusia Batak. Secara genealogis, Siraja Batak itu  diakui sebagai orang Batak pertama.

Tetap bermukim di Sianjurmula-mula, Siraja Batak dan istrinya (n.n) berputrakan Tateabulan dan Isumbaon. Dua putra inilah cikal-bakal dua kelompok marga-marga Batak yang ada sekarang. 

Tateabulan dan istrinya Siboru Basoburning menurunkan kelompok marga-marga Bulan. Kelompok ini terdiri dari sub-kelompok Naimarata (Limbong, Sagala, Malau, Borbor) dan sub-kelompok Lontung (Situmorang, Sinaga, Pandiangan, Nainggolan, Simatupang, Aritonang, Siregar).

Sementara itu Isumbaon dan istrinya Siboru Bidinglaut menurunkan kelompok marga-marga Sumba lewat anaknya Sorimangaraja. Kelompok Sumba ini terdiri dari tiga sub-kelompok -- mengikut tiga istri Sorimangaraja -- yaitu Nai Ambaton (Sorba Dijulu), Nai Rasaon (Sorba Dijae), dan Nai Suanon (Sorba Dibanua).

Pusukbuhit tetaplah gunung suci, kiblat dua kelompok marga Batak itu. Komunikasi dengan Mulajadi Nabolon dan leluhur Batak, dari Boru Deakparujar sampai Tateabulan dan Isumbaon, dilakukan di puncak gunung itu. 

Konon Gunung Pusukbukit  itu juga dibagi dua. Belahan barat untuk Kelompok (Tatea)Bulan dan timur untuk Kelompok (I)Sumba(on).  

Di belahan barat, di lereng Pusikbuhit, keturunan Tateabulan mendirikan Sopo Guru Tateabulan, sebagai penghormatan dan kenangan akan leluhurnya. Di sebelah bawahnya, pada lereng yang sama, ada situs Batu Hobon. Konon di bawah batu itu Raja Uti, anak pertama Tateabulan -- kemudian hijrah ke arah Barus -- menyimpan harta kekayaan keluarga Tateabulan.

Sopo Guru Tateabulan di lereng Gunung Pusukbuhit (Foto: via wikipedia.org)
Sopo Guru Tateabulan di lereng Gunung Pusukbuhit (Foto: via wikipedia.org)

Geologi Pusukbuhit

Leluhur Batak, seperti juga etnis lain, menggubah mitos untuk menerangkan genesis bumi dan manusia. Sains tak hendak menyalahkannya, tapi hanya menerangkan secara teoritis dan empiris kejadian yang sebenarnya.

Sains geologi menjelaskan bahwa Gunung Pusukbuhit (1,972 mdpl) aslinya adalah kubah lava.  Diperkirakan gunung ini terbentuk sekitar 54, 000 tahun lalu, atau 20 tahun setelah erupsi terdahsyat Gunung Toba 74,000 tahun lalu.

Terdapat relatif konsistensi antara mitologi dan geologi. Dalam mitos Deakparujar dikisahkan "tenunan" tanah Banua Tonga berkali-kali dirusak oleh gempa bikinan Padohaniaji. Secara geologis, pembentukan Kaldera Toba atau Tanah Batak memang melalui empat kali erupsi Gunung Toba. Berturut-turut 1.3 juta tahun lalu, 840,000 tahun lalu, 501,000 tahun lalu, dan 74,000 tahun lalu. Dalam kosmologi Batak, letusan gunung, gempa, dan tanah longsor diyakini sebagai ulah Padohaniaji.

Karena aslinya adalah kubah lava, maka struktur internal Gunung Pusukbuhit terbentuk dari batuan beku vulkanik. Terutama jenis batuan andesit dan, yang lebih muda, batuan dasit serta batuan metasedimen (endapan).

Morfologi Pusukbuhit itu sendiri mencirikan jejak aliran lava. Puncaknya adalah kerucut lava, lalu ke bawahnya ada punggung, lembah, dan perbukitan bekas aliran lava. Secara keseluruhan membentuk struktur badan gunung.[2]

Pusukbuhit tergolong gunung api Tipe B -- tak meletus lagi sejak tahun 1600 M. Di lereng timur-laut gunung itu terdapat sumber air panas, hasil energi panas bumi (geothermal) dalam perut gunung. Di tempat yang sama sekaligus terjadi hembusan gas belerang (solfatara), pertanda gunung itu masih aktif.

Sekarang sumber air panas itu dikembangkan sebagai obyek wisata pemandian air hangat (hot spring). Orang percaya bahwa mandi air hangat itu akan menyehatkan badan dan menyembuhkan segala jenis penyakit kulit.

Di lereng barat daya, ada pula sumber air yang dinamai Batu Sawan (Cawan). Itu berupa air terjun kecil yang jatuh ke dalam cekungan batu berbentuk cawan besar. Rasa airnya agak kecut segar seperti tercampur air jeruk purut. Konon itu adalah bekas pemandian Raja Uti. Kini banyak orang pergi ke sana untuk ritual pangurasion, pembersihan jiwa-raga dari segala macam penyakit.

Gunung Pusuk Buhit, Kaldera Toba tampak dari sisi barat. Lembah di kaki gunung itu adalah lembah Limbong-Sagala, tempat kampung pertama orang Batak Sianjurmula-mula berada (Foto:  atourin.com)
Gunung Pusuk Buhit, Kaldera Toba tampak dari sisi barat. Lembah di kaki gunung itu adalah lembah Limbong-Sagala, tempat kampung pertama orang Batak Sianjurmula-mula berada (Foto:  atourin.com)

Potensi Wisata Geokultural

Kini Gunung Pusukbuhit telah menjadi salah satu obyek wisata, sekaligus geosite, di Kaldera Toba. Hanya saja kegiatan wisata di sana belum terkonsep dan tertata dengan baik. Masih serba acak dan campur-aduk antara wisata religi, pendakian, rekreasi alami,  dan budaya.

Barangkali ada baiknya jika Gunung Pusukbuhit dikembangkan sebagai obyek atau destinasi wisata geokultural. Gunung ini memiliki sejumlah situs geologis yang dapat dikaitkan dengan kosmologi bumi manusia Batak. 

Sampai sekarang orang Batak masih menganggap Pusukbuhit sebagai gunung suci. Ritual-ritual agama asli Batak masih kerap diadakan di sana untuk pemuliaan dewata dan leluhur. Juga ritual-ritual permohonan rejeki dan kesehatan kepada Mulajadi Nabolon.

Penumpang-tindihan mitologi Deak Parujar, pencipta Tanah Batak dan cikal-bakal orang Batak, dan fakta geologi akan menjadi pengalaman wisata yang sangat menarik. Mitologi itu juga menjadi dasar kelestarian keragaman geologi dan biologi di sana. Tabu mitologis mengekang orang setempat, sehingga tak sembarang mengeksploitasi kekayaan geologis dan biologis Pusukbuhit.

Ada empat organisasi sosial yang diharapkan berkoordinasi untuk pengembangan wisata geokultural Pusukbuhit. Badan Pelaksana Otorita Danau Toba, Badan Pengelola Geopark Kaldera Toba, Pemkab Samosir, dan masyarakat adat (civil society) setempat.

Kerjasama yang baik antar empat organisasi itu niscaya akan mengangkat potensi Gunung Pusukbuhit sebagai destinasi wisata geokultural terindah di Kaldera Toba.

Catatan Kaki:

[1] "Begini Perspektif Bumi Datar a la Orang Batak Toba", kompasiana.com, 15 Maret 2020.

[2] Reza F. Manurung, 2021, "Identifikasi Potensi Geosit Kawasan Gunung Pusuk Buhit, Kabupaten Damosir, Provinsi Sumatera Utara sebagai Landasan Penentuan Kawasan Geokultur-Keanekaragaman", Skripsi Teknik Geologi UGM.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun