"Danau Toba adalah kaldera yang menelan gunungnya sendiri." -Felix Tani
Orang Batak yang berdiam di lingkar danau Kaldera Toba tak pernah menganggap dirinya orang gunung. Secara generik mereka menyebut diri "Partoba" (orang pantai Danau Toba) atau "Parsamosir" (orang pulau Samosir).
Sebutan diri sebagai "orang gunung" ada di luar imajinasi orang Batak di Kaldera Toba. Sebab secara fisik memang tak terindera kehadiran sebuah gunung di sana.Â
Beda benar jika pergi ke Danau Batur di Bali, misalnya. Danau kaldera ini memang berada di ketinggian puncak Gunung Batur. Orang harus mendaki lereng gunung lebih dulu, baru kemudian tiba di danau kaldera itu.
Hal serupa bisa dikatakan tentang Danau Segara Anak di puncak Gunung Rinjani. Danau Kelimutu di puncak Gunung Kelimutu. Juga Lautan Pasir di puncak Gunung Bromo.
Pergi ke Kaldera Toba tak ada rasa naik ke puncak gunung. Misalkan berkendara dari kota Siantar (500 dpl) ke Parapat di tepian Danau Toba (900 mdpl). Itu suatu perjalanan melandai ke atas, dengan sudut kemiringan yang sangat kecil sejauh 48 km. Tak ada tanjakan di lereng curam seperti pada perjalanan ke Danau Batur, Segara Anak, Kelimutu, atau Bromo misalnya.
Kenapa seperti itu? Ternyata letusan mahadahsyat (super volcano) Gunung Toba 74,000 tahun lalulah biang keroknya.
***
Dari laporan-laporan riset geologi diketahui Kawasan Toba berada di garis sesar Sumatera. Sesar atau patahan bumi itu terjadi akibat tumbukan Lempeng Indo-Australia di sebelah barat daya Sumatera terhadap Lempeng Eurasia di sebelah timur laut.
Tumbukan dua lempeng itu selama jutaan tahun memicu pengangkatan tanah di area Toba. Hingga timbul sebuah gundukan raksasa setinggi 905 m. Di perutnya, suhu tinggi akibat tumbukan memicu pembentukan dapur magma. Itulah Gunung Toba.
Sebelum letusan terakhir, Gunung Toba telah meletus sedikitnya tiga kali. Pertama, letusan 1.3 juta tahun lalu, membentuk kaldera Haranggaol di sektor utara danau. Kedua, letusan 840,000 tahun lalu, membentuk kaldera Porsea di sektor timur sampai tenggara. Ketiga, letusan 501,000 tahun lalu, lagi di kaldera Haranggaol.
Letusan terakhir terjadi 74,000 tahun lalu di kaldera Sibandang, sektor baratdaya. Geolog mencatat letusan terakhir Gunung Toba ini sebagai yang terdahsyat (super volcano) sepanjang sejarah bumi. Letusan ini melontarkan 2,800 km kubik material ke atmosfir. Terdiri dari 800 km kubik batuan dan 2,000 km kubik abu vulkanik yang tersebar sampai ke Cina dan Afrika.
Super volcano itulah, dengan dua cara, yang telah menghilangkan badan Gunung Toba dari rupa bumi.Â
Pertama, letusan 74.000 tahun lalu itu telah meruntuhkan kubah Gunung Toba ke dasar danau kaldera. Sekitar 34,000 tahun kemudian, atau 30,000 tahun lalu, kubah gunung itu terangkat kembali ke permukaan danau kaldera karena dorongan sisa magma di perut gunung.Â
Saat proses pengangkatan itu kubah terpenggal dua. Penggalan pertama muncul lebih dulu menjadi Pulau Samosir sekarang. Penggalan kedua adalah daratan Uluan di seberang timur Samosir, blok daerah antara Parapat di utara dan Porsea di selatan.
Batuan tersingkap di daerah Tuktuk Samosir telah membuktikan asal-usul Pulau Samosir itu. Batuan itu adalah bekuan lava riodasit yang tertutupi oleh endapan danau purba. Artinya daratan Samosir pernah terbenam di dasar danau.
Kedua, letusan yang sama menyemburkan 2,800 km kubik material batuan dan abu vulkanik ke permukaan bumi dan atmosfir. Sebagian dari material itu menutupi hampir seluruh wilayah Sumatera Utara sekarang setebal sampai 500 meter. Akibatnya sisa kaki Gunung Toba hilang tertutupi material vulkanik. Bentang alam yang terbentuk kemudian adalah dataran tinggi yang kini dikenal sebagai Dataran Tinggi Toba.
Dua kejadian alam itu, amblasnya kubah gunung dan terkuburnya kaki gunung oleh material vulkanik, telah menghilangkan sosok Gunung Toba selamanya. Yang tersisa kemudian hanya danau kaldera raksasa (1,265 km2) dengan dinding batuan yang tampak dramatis tanpa kehadiran gunung.
Pemandangan dramatis semacam itu akan tampak memukau bila kita turun berkendara dari Sibaganding ke Parapat, atau dari Tele ke Pangururan Samosir, atau juga dari Merek ke Tongging.
Boleh dikatakan danau kaldera Toba telah menelan kubah gunung berapinya sendiri. Memamahnya selama puluhan ribu tahun sebelum kemudian melepehnya lagi menjadi Pulau Samosir dan blok Uluan.
***
Walau yang tersisa secara fisik dari Gunung Toba hanya kalderanya, tak berarti gunung berapi itu sudah hilang sama sekali. Memang masih menjadi perdebatan ilmiah apakah sisa magma di perut Gunung Toba suatu ketika akan memicu letusan lagi. Sebagian mengatakan "tidak", sebagian lagi berpendapat "mungkin".
Tapi biarlah soal kemungkinan letusan Gunung Toba itu menjadi urusan para ilmuwan khususnya para geolog. Suatu perkiraan hipotetis mengatakan kemungkinan pengulangan letusan Gunung Toba adalah antara 350,000-400,000 tahun. Artinya letusan kelima paling cepat terjadi 276,000 tahun lagi. Pada waktu itu manusia mungkin sudah bisa meramal dengan presisi waktu dan dampak letusan sebuah gunung berapi. Atau bahkan sudah menemukan teknologi pembekuan magma gunung berapi.
Sementara para ahli membuat ramalan-ramalan, mumpung kita masih sehat-walafiat, mari pergi ke Danau Kaldera Toba. Nikmatilah danau kaldera terbesar, hasil letusan gunung terdahsyat sejagad, dengan panorama terindah di dunia. Nikmati pula keunikan flora dan faunanya yang eksotis. Serta masuklah ke alam budayanya yang ramah dan sarat senandung merdu.
Pulang dari sana, kabarkanlah kepada dunia, bahwa engkau baru saja menjejakkan kaki di sebuah danau kaldera raksasa yang telah menelan gunungnya sendiri. (eFTe)
***
Rujukan:
"Master Plan Geopark Kaldera Toba 2018-2030" (unofficial), BP-GKT, 2018.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI