Petani menanam padi di lembah-lembah sekeliling danau, dan bawang merah di dinding miring kaldera. Juga menanam kopi, andaliman, nenas, dan sayuran di dataran lingkar danau. Anak-anak lelaki menggembalakan kerbau di padang rumput. Anak-anak perempuan mencuci perkakas dapur dan pakaian di pancuran atau pantai.
Di hari pasar, warga berkumpul di onan (pasar besar) untuk jual-beli hasil bumi dan barang-barang pabrik. Sore hari kaum laki berkumpul di lapo tuak, minum satu-dua gelas sambil melantunkan lagu-lagu Batak dengan iringan gitar akustik. Hari Minggu warga berkumpul memuliakan Tuhan di gereja, Kristen (Batak) Protestan dan Katolik.
Semua terlihat begitu indah, begitu damai. Orang-orang Batak melantunkan lagu "O Tano Batak" dan "O Tao Toba" yang memuliakan keindahan dan kemurahan Tanah Batak dan Danau Toba. Tanah dan danau yang menghidupi orang Batak (Toba, Pakpak, Karo, Simalungun) yang berdiam di sana.
Tapi warga lokal nyaris tak pernah bertanya bagaimana tanah dan danau itu terhampar bagi mereka. Tak pernah menyadari mereka hidup di dalam sebuah bentang kaldera gunung berapi raksasa yang letusannya menyusutkan populasi manusia dan makhluk hidup lainnya ribuan tahun lalu.
Aku sendiri baru tahu asal-usul Danau Kaldera Toba itu setelah membaca laporan riset R.W. van Bemmelen (The Geology of Indonesia, The Haque: Martinus Nijhoff, 1949) di Perpustakaan LIPI pada akhir 1990-an. Kemudian juga membaca laporan riset Craig A. Chesner ("The Toba Caldera Complex", Quaternary International, Elsevier and INQUA, 2001).
Dari laporan-laporan itu diketahui Kawasan Toba berada di garis sesar Sumatra, patahan (kerak) bumi akibat sodokan Lempeng Indo-Australia di sebelah barat daya (5-7 cm/tahun) terhadap Lempeng Eurasia di sebelah timur laut.Â
Tumbukan dua lempeng itu memicu pengangkatan tanah Toba menjadi sebuah gunung setinggi 905 m dengan dapur magma di perutnya. Itulah Gunung Toba yang disebut van Bemmelen sebagai "Tumor Batak", karena bentuknya berupa tonjolan raksasa.Â
Letusan-letusan Gunung Toba itulah dahulu kala yang secara bertahap membentuk kaldera raksasa yang kini dikenal sebagai Danau Toba.Â
Hasil riset mencatat empat peristiwa letusan sebagai berikut:
- Letusan pertama 1.3 juta tahun lalu. Pusat erupsi di kaldera Haranggaol, ujung utara Danau Toba sekarang.
- Letusan kedua 840.000 tahun lalu. Pusat erupsi di kaldera Porsea, sebelah tenggara Danau Toba sekarang. Letusan ini memuntahkan 500 km kubik material batuan (piroklastik), debu, dan gas ke atmosfer.
- Letusan ketiga 501.000 tahun lalu. Pusat erupsi di kaldera Haranggaol, ujung utara Danau Toba. Letusan ini memuntahkan 60 km kubik material batuan (piroklastik), debu, dan gad ke permukaan.
- Letusan keempat 74.000 tahun lalu. Pusat erupsi di kaldera Sibandang (Muara), sebelah baratdaya Danau Toba kini. Letusan ini memuntahkan 2,800 km kubik material ke atmosfer, terdiri dari 2,000 km kubik abu vulkanik beracun dan 800 km kubik batuan (ignimbrit, batu apung).
Letusan keempat ini, selama 1 minggu, tercatat sebagai letusan gunung berapi terbesar dan terdahsyat (supervolcano) sepanjang sejarah bumi. Semburan abu vulkaniknya membubung setinggi 50 km ke udara lalu menyebar menutupi separuh bumi, dari daratan China sampai Afrika Selatan. Lava letusan menutupi sebagian besar wilayah Sumatera Utara.