Jika tiga jenis degradasi lingkungan di atas tak dikendalikan, maka cepat atau lambat Kaldera Toba akan menuju kerusakan parah (deteriorisasi). Â Keragaman geologis dan biologisnya terancam hilang. Â Air danau menjadi toksik. Daya dukung Kaldera Toba sebagai ekologi manusia merosot.Â
Semua kualitas dunia pada Kaldera Toba akan hilang. Keindahan bentang alam, kekayaan geologis, kekayaan hayati, dan keunikan budaya-budaya kebatakan akan hilang.Â
Singkat kata, Kaldera Toba akan berubah menjadi semacam rura partangisan, Â lembah penderitaan atau lembah orang-orang mati.
Pemerintah dan masyarakat sipil pecinta Kaldera Toba tak ingin hal itu terjadi. Karena itu dibentuk tim untuk merealisasikan gagasan Kaldera Toba sebagai geopark global. Targetnya status geopark menjadi instrumen konservasi ekologi manusia Kaldera Toba.Â
Konservasi tersebut mencakup tiga pilar geopark sebagai ekologi manusia. Keragaman geologis, biologis, dan budaya lokal.Termasuk di dalamnya pengembangan ekonomi masyarakat setempat.
Ketika Kaldera Toba diresmikan sebagai geopark nasional (2014) dan, kemudian, geopark global UNESCO (2020), harapan peningkatan upaya konservasi Kaldera Toba rasanya sudah di depan pintu. Tapi itu rupanya hanya ibarat pungguk merindu bulan.
Ternyata Badan Pengelola Geopark Kaldera Toba (BPGKT) yang dibentuk untuk menjalankan pengelolaan dan pengembangan kawasan kaldera tak punya gigi. Padahal badan itu dibentuk untuk memimpin tanggungjawab konservasi Kaldera Toba yang selama ini alpa.
Masalahnya badan aras propinsi itu -- dibentuk berdasar Pergub Sumut -- tidak otonom dan tak punya anggaran khusus. Dia cuma dicangkokkan pada Dinas Pariwisata danKebudayaan (Disparbud) Sumut. Akibatnya BPGKT tidak bisa menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) sendiri. Karena itu dia tak punya program kerja definitif berikut anggarannya.
Jadi sejak dibentuk atau sepanjang 2020-2023 badan itu praktis tak melakukan program aksi yang berdampak signifikan. Baik itu konservasi geologis, biologis, dan budaya maupun pengembangan ekonomi rakyat. Degradasi lingkungan kaldera tetap berlangsung di depan mata.
Tak heran bila pada  September 2023 yang lalu GKT mendapat "kartu kuning", peringatan keras dari UNESCO. Sejumlah rekomendasi program aksi konservasi dan pengembangan ekologi manusia kaldera diberikan. Juga rekomendasi reorganisasi BPGKT. Jika itu tak dijalankan maka status "geopark global" akan dicabut dari Kaldera Toba. Itu "kartu merah".
Sudah tiga bulan berlalu sejak "kartu kuning" diberikan. Tapi Pemda Sumut dan BPGKT masih adem-ayem, business as usual. Belum ada tanda-tanda reorganisasi BPGKT. Jangan kata inisiatif pelaksanaan program-program aksi yang direkomendasikan UNESCO.