Saat menjelahi isi ragam menu pada website GKT, saya menemukan sejumlah masalah yang perlu diatasi secepatnya. Berikut ini adalah tiga masalah paling serius.
Informasi repetitif. Jika membuka menu "Geopark" dan "Sejarah" pada website GKT, maka segera terbaca isinya persis sama. Isi menu "Sejarah" adalah repetisi isi menu "Geopark".
Narasi (yang sama) dalam kedua menu itu pada intinya adalah sejarah kronologis global geopark sebagai salah satu program UNESCO. Program Global Geopark itu dimaksudkan untuk konservasi lingkungan,
pendidikan ilmu kebumian, dan pengembangan ekonomi lokal berkelanjutan.
Saya sebenarnya berharap menemukan narasi sejarah (geopark) kaldera Toba pada menu "Sejarah". Â Tapi cerita itu ternyata justru dibeber di halaman muka, pada topik "Geodiversity" (tertulis "Keanekaragaman Geodiveritas, diterjemahkan "Keanekaragaman Hayati -- ini kacau).
Masalah repetisi juga  ditemukan dalam isi menu "Situs Geo".  Ada 16 geosite di GKT. Narasi keragaman geologis masing-masing situs cukup spesifik. Tapi narasi keragaman hayati dan budaya nyaris serupa, sehingga menjadi cerita berulang.
Keenambelas situs geologis GKT itu tentu ditetapkan berdasar keunikan keragaman geologi, hayati, budaya, dan interaksi antara ketiganya. Harusnya keunikan itulah yang ditampilkan.
Contohnya begini. Kalau di tiap situs ada padi sawah dan kerbau, maka jelas itu bukan keunikan lagi. Tak perlu diulang-ulang ceritanya. Cukup dipaparkan pada topik keragaman hayati dan budaya di halaman muka (beranda).
Bias Akademik. Membaca sekilas saja isi website GKT, segera terlihat bias akademiknya. Teks narasi diversitas geologi, hayati, dan budaya di website itu seperti disalin-tempel (copy-paste) dari laporan-laporan riset geologi, biologi, dan budaya di lingkar kaldera Toba. Sangat mungkin dari naskah akademik pengajuan Kaldera Toba sebagai Geopark Global UNESCO.
Karena itu, selain menggunakan ragam bahasa ilmiah/akademik, website GKT juga menampilkan sejumlah ilustrasi peta yang sukar dimengerti awam. Peta itu adalah peta geologi baku yang hanya bisa dibaca dengan cepat dan tepat oleh para ahli geologi dan geografi.
Teks juga dilengkapi dengan ilustrasi foto-foto keragaman geologi, hayati, dan budaya. Tapi semua tanpa kapsion penjelasan. Tak diberi tahu itu foto apa/siapa, di mana, kapan, dan dibuat siapa. Pembaca dipaksa untuk mencari tahun sendiri.