Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Postscriptum Pengalaman Riset Skripsi di Pedalaman Tulangbawang Lampung

26 Oktober 2023   07:01 Diperbarui: 26 Oktober 2023   16:27 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi periset mewawancarai petani langsung di sawah (Foto: saprotan-utama com)

Aku telah menuliskan pengalaman riset skripsi di pedalaman Tulangbawang Lampung Utara tahun 1984. Kuagihkan itu dalam enam nomor artikel di Kompasiana.

Tentu tidak setiap orang mau membaca semua nomor dari satu seri artikel. Karena berbagai alasan, semisal melelahkan atau tak menarik.

Karena itu aku buatkan di sini suatu postscriptum, catatan tambahan, tentang pengalaman itu. Sekadar menarik beberapa butir pelajaran (lessom learned) saja. Barangkali ada gunanya bagi mahasiswa yang memilih jalur skripsi.

Jika membaca butir-butir pelajaran itu, mohon diingat bahwa semua itu bukan karangan teoritis. Tapi berdasar pengalaman sendiri. Sebagaimana telah kukisahkan sebelumnya.

***

Berdasarkan pengalaman sendiri itu, izinkanlah aku membagikan empat butir catatan pelajaran berikut ini.

[1] Pilih sendiri topik skripsi dan susun sendiri proposal risetnya.

Topik skripsi sebaiknya pilihan mahasiswa sendiri, sesuai minat dan atau kepentingannya. Hal itu untuk memastikan tumbuhnya passion dalam pengerjaan proposal dan pelaksanaan di lapangan. 

Sekali sudah menetapkan sendiri topik, maka tunjukan determinasi dalam penyusunan proposal risetnya.  Proposal itu adalah indikator kualitas kemandirian saintifik mahasiswa.

Mahasiswa jangan pernah mau sepenuhnya didikte oleh dosen pembimbing.  Ingatlah fungsi dosen pembimbing hanya memastikan mahasiswa tak melenceng dari kaidah-kaidah saintifik.

Proses penyusunan proposal riset itu adalah proses berpikir saintifik secara deduktif. Mengasah kemampuan merumuskan fokus masalah dari sebegitu banyak teori dan empiri terdahulu.

Karena itu jangan sekali-sekali pula menyerahkan penyusunan proposal kepada joki bayaran. Sebab itu berarti memupuk kemalasan berpikir. Sehingga yang tersisa di benak hanya kedunguan.

[2] Siapkan rencana matang karena riset skripsi adalah penjelajahan ke wilayah "belum tahu" (unknown shepere).

Tentu saja sebuah proposal merujuk pada pengetahuan awal tentang apa yang akan dilakukan dalam riset. Tapi juga harus diingat inti proposal adalah "pertanyaan-pertanyaan saintifik yang belum diketahui jawabannya".

Bahkan tak jarang konteks sosial dan geografis "jawaban-yang-dicari" itu juga belum dikenal. Semacam antah-berantah bagi mahasiswa. Seperti petualangan ke tanah tak dikenal.

Karena itu mahasiswa harus mempersiapkan diri secara matang sebelum pergi riset. Bukan saja mental dan fisik harus prima. Logistik juga harus dihitung cermat. Jangan sampai kehabisan dana di tengah jalan. 

Kesiapan mental (psikis), fisik, dan logistik (teknis, naterial) itu wajib. Jika tidak, maka riset skripsi bisa berhenti di tengah jalan. Risikonya, ya, frustasi.

[3] Lakukan orientasi lapangan di lokasi riset skripsi.

Sekurangnya seminggu pertama harus dihabiskan untuk orientasi lapangan. Ini mencakup orientasi sosial dan geografis.

Orientasi sosial diperlukan untuk mengenali struktur sosial dan nilai budaya setempat. Dengan demikian mahasiswa terhindar dari ketersesatan sosial. 

Ketersesatan sosial itu ditandai kesulitan penyesuain diri dengan kehidupan sosial dan budaya masyarakat di lokasi riset. Akibatnya kehadiran mahasiswa menjadi sesuatu yang asing dan tak diterima oleh masyarakat. Jika ini terjadi, maka riset skripsi telah gagal sebelum dimulai.

Orientasi geografis juga wajib hukumnya. Mahasiswa harus menguasai peta lokasi. Itu perlu untuk menghindari ketersesatan saat mencari obyek dan subyek riset di lapangan. Wajib tahu titik-titik lokasi penting dan cara mencapainya.

[4] Bangun rapport optimal dengan para tokoh masyarakat, informan kunci, dan responden riset skripsi di lapangan.

Benar bahwa mahasiswa yang membutuhkan para tokoh masyarakat, informan kunci, dan responden untuk riset skripsinya. Tapi hal itu jangan sampai menjadi alasan mahasuswa nenjadi inferior di hadapan mereka.

Sebaliknya jangan pula beri peluang bagi mereka untuk merasa diri superior. Merasa penting banget, gitu. 

Kalau ada tokoh, informan, atau responden yang bertingkah, jual mahal, banyak cingcong dan cengkunek, tinggalkan saja. Orang semacam itu hanya akan merusak proses riset.

Kuncinya adalah membangun rapport (hubungan baik) optimal dengan mereka. Membangun relasi subyek-subyek yang setara antara periset (peneliti) dan teriset (tineliti). Bukan relasi subyek-obyek yang timpang, subordinatif dan eksploitatif.

Hindarilah situasi under-rapport, pemosisian diri seoenuhnya di luar masyarakat ajang riset.  Itu artinya miskin komunikasi, sangat berjarak, sehingga mahasiswa periset berisiko jatuh pada etnosentrisme. Suatu sikap dan tindakan menilai masyarakat ajang riset menurut cara pandang sendiri (over-objective). Mengabaikan fakta pandangan warga masyarakat tentang diri sendiri.

Hindari pula situasi over-rapport.  Itu situasi terlalu akrab dengan warga masyarakat. Risikonya bisa jadi going native, menyatu sebagai bagian integral dari masyarakat tineliti. Tak bisa lagi membedakan peran sebagai periset dan sebagai "warga baru" dalam masyarakat ajang riset. 

Itu bisa berakibat riset menjadi over-subjective, menggunakan sepenuhnya cara psndang warga setempat. Dengan begitu riset kehilangan obyektivitasnya.

Kisah anekdotal tentang going native itu adalah mahasiswa periset yang jatuh cinta pada perjaka/perawan setempat. Lalu kawin dan menjadi bagian dari masyarakat tineliti. Sarjana belum teraih, status suami atau istri sudah didapat lebih dulu. Itu benar ada kejadiannya.

Bukannya gak boleh jatuh cinta lalu menikah. Tapi mbok ya bereskan skripsinya dulu. 

Fokuslah saja. Skripsian ya skripsian. Jangan disambi dengan affair yang aneh-aneh.

***

Barangkali ada yang bilang, empat butir pelajaran di atas kan ditarik dari pengalaman riset konvensional. Riset empiris langsung ke tengah masyarakat.

Lalu muncul dalih. Riset skripsi sekarang bisa dilakukan di lingkungan organisasi modern. Semisal di perusahaan, kantor pemerintahan, dan LSM internasional.  Tak perlu langlang buana ke pedalaman. Cukup duduk manis di depan komputer di dalam ruang berpendingin. 

Tapi satu hal perlu diingat. 

Masyarakat desa, perusahaan, kantor pemerintahan, dan LSM itu pada hakekatnya sama-sama organisasi sosial. Sama-sama ajang sosial yang punya struktur dan nilai budaya sendiri.

Implikasinya apa?

Sepanjang mahasiswa melakukan riset skripsi dalam satu ajang sosial, entitas apapun itu, empat butir pelajaran di atas tetap relevan sebagai penuntun.

Jadi? Ya, selamat belajar dan skripsian, wahai rekan-rekan mahasiswa. (eFTe)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun