Kedua, Konsorsium GKT menetapkan struktur organisasi baru BP-GKT dan memilih pengurus inti BP-GKT Â (misalnya Direktur dan Kepala Divisi) melalui mekanisme fit and proper test. Itu untuk memastikan personalia BP-GKT adalah orang-orang yang kompeten dan profesional di bidang manajemen geopark, khususnya kaldera.
Ketiga, Â BP-GKT yang baru diberi wewenang dan tanggungjawab (oleh konsorsium) untuk merencanakan dan melaksanakan program-program aksi pengelolaan dan pengembangan GKT, khususnya memenuhi rekomendasi dari UNESCO. Â BP-GKT wajib menyampaikan laporan kinerja triwulanan, semester, dan tahunan kepada Konsorsium GKT.
Keempat, anggaran keuangan BP-GKT untuk biaya tetap (fix cost a.l. gaji) dan biaya program kerja (variabel cost) bersumber dari kontribusi masing-masing anggota Konsorsium GKT. Â Selain itu juga bisa dari sumber-sumber lain, termasuk kegiatan income generating, Â yang disetujui Konsorsium GKT. Konsorsium perlu membuat aturan mengenai anggaran keuangan ini.
Halo, Menparekraf!
Perlu gerak cepat untuk menyelamatkan GKT dari "kartu merah", atau dikeluarkan dari keanggotaan GGU. Untuk itu ada baiknya jika Menteri Parekraf Sandiaga Uno segera mengambil alih urusan manajemen GKT.Â
Halo, Pak Sandiaga!
Tolong, Pak. Segeralah bentuk Konsorsium GKT dan lakukan reorganisasi BP-GKT untuk memenuhi kaidah-kaidah otonomi, kapabilitas, kompetensi, dan profesionalitas dalam manajemen GKT.
Perjuangan mendapatkan pengakuan dunia (UNESCO) atas Kaldera Toba penuh dengan kesakitan.  Tapi kehilangan pengakuan dunia atas Kaldera Toba  sebagai anggota GGU, akan jauh lebih menyakitkan.  Bahkan, lebih dari itu, mempermalukan bangsa dan negara di mata dunia.
Holong do rohanami di ho, ale Kaldera Toba -- Kami cinta padamu, wahai Kaldera Toba. (eFTe)
Catatan Kaki:
[1] "Status Kaldera Toba sebagai UNESCO Global Geopark Terancam Dicabut", voaindonesia.com (5/10/2023)