Ada banyak perkara yang meniup-niup perseteruan itu sesewaktu. Tapi itu tak mungkin diceritakan di sini tanpa serasa mengiriskan bilah sembilu di atas luka lama. Hanya Joker yang bisa melakukannya sembari tertawa lebar.
Kukatakan pangkal soalnya saja.
Aku terlalu iri pada Ayah Tuah atas kesaktiannya menata diksi puitis. Sampai-sampai aku mengumpat: "Bajingan! Kenapa aku gak bisa seperti kamu!"
Sudah menjadi pilihanku memusuhi orang hebat. Sebab dengan cara itulah aku bisa melawannya sembari menyerap ilmunya.
Itulah yang kulakukan pada Ayah Tuah. Kumusuhi dia, kuseret-seret pada perseteruan tanpa ujung. Demi menyerap ilmu puisiologinya.
Hasilnya? Lumayan. Aku sudah bisa bikin judul yang menggoda. Isinya? Ojo takon!
Tapi imanku mengajarkan "cintailah musuhmu seperti kamu mencintai dirimu sendiri". Â
Maka sebagai sesama lansia aku mencintai Ayah Tuah seperti aku mencintai diri sendiri.
Kata "cinta" mungkin lebay, ya. Pakai kata "sayang" saja.
Sayangilah Ayah Tuah, lansia kompasianer itu. Kamu sayang pada kakek-nenek, ayah-bunda, atau suami/istrimu yang sudah lansia, bukan?
Buktikan itu dengan mem-vote hanya dan hanya Ayah Tuah sebagai Best in Fiction K-Award s2023. Itu tandanya kamu sayang pada lansia.