Bayangkan. Â Malam pertama langsung makan malam dengan lauk sate daging rusa yang empuk dan gurih. Â Tak ada mahasiswa skripsian yang semujur itu, kecuali aku.
Malam berlalu dengan tidur lelap. Â Mungkin karena perjalanan yang melelahkan, ditambah perut kenyang.
Esok paginya aku berkunjung ke kantor SPT. Tapi sebelumnya ngopi dulu di warung makan satu-satunya di Pasar Unit IV. Di kantor itu aku minta izin membaca data umum SPT Tulangbawang. Â Pak Cahli memberikan semua data yang kuminta.
Dari data itu aku baru tahu SPT Tulangbawang itu terdiri dari 12 Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT), ditambah satu unit pemukiman transmigrasi bedol desa Bali di Banjaragung. Â Transmigran di Unii I-XII berasal dan Jawa Barat dan Jawa Tengah, plus 10 persen transmigrasi lokal, warga Lampung asli.
Dari Pak Cahli aku mendapat informasi bahwa di setiap UPT ada seorang Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Â Sehingga praktis UPT adalah juga Wilayah Kerja Penyuluhan Pertanian (WKPP). Â
Ndilalah, PPL Unit IV ternyata tinggal di rumah dinas KSPT, di samping kantor SPT. Namanya Mas Heri. Â Dia adalah menantu Pak Samuji, KSPT Tulangbawang. Â
Setelah diskusi tentang riwayat SPT Tulangbawang dengan Pak Cahli, aku mengunjungi Mas Heri di rumah dinas KSPT. Â Kebetulan dia dan istrinya ada di rumah.
Setelah memperkenalkan diri dan menerangkan maksud kedatangan ke Tulangbawang, Mas Heri tiba-tiba menanyakan dimana aku mondok. Â Tahu aku sendirian mondok di mess, dia dan istrinya menawarkan padaku untuk mondok di rumah dinas KSPT saja.Â
Kebetulan ada dua kamar di sayap rumah dinas itu. Kapasitas tiap kamar 2 orang. Satu kamar sudah diisi 2 orang dan satu lagi baru 1 orang pegawai muda Dinas Perkebunan SPT Tulangbawang. Jadi aku boleh gabung ke kamar yang baru berpenghuni 1 orang.
Rezeki pantang ditolak. Aku semakin yakin bahwa dunia ini memang penuh dengan orang-orang baik.
Pada sore itu juga, selepas makan siang, aku pindah pondokan ke rumah dinas KSPT Tulangbawang. Â Aku sekamar dengan Mas Ruli, dua tahun lebih tua dari aku.