Dikisahkan Ki Ageng Kutu kecewa berat kepad Bhre Kertabumi  atau Raja Brawijaya V, raja Majapahit (1468-1474). Tersebab raja itu dinilainya korup. Juga terlalu dipengaruhi oleh istri-istrinya yaitu Amaravati (Putri Campa) dan Tan Eng Kian (Putri Cina).
Di Ponorogo Ki Ageng Kutu mendirikan sebuah padepokan. Di situ dia melatih sejumlah cantrik, anak-anak muda, dengan ilmu bela diri, kekebalan, dan kesempurnaan diri (kanuragan). Harapannya anak-anak muda itu dapat menjadi bibit kebangkitan Majapahit kembali.Â
Sejatinya padepokan Ki Ageng Kutu itu adalah benih perlawanan kepada Majapahit. Tapi Ki Ageng Kutu sadar jumlah cantriknya terlalu kecil untuk bisa melawan pasukan kerajaan.
Karena itu dia memilih perlawanan halus, "sindirian", dengan mementaskan seni reog di ruang publik. Ini adalah pemanggungan praktek ilmu kanuragan dalam perang melawan kelaliman diiringi musik tradisi. Warok sebagai protagonis melawan Reog sebagai antagonis, kuasa lalim (simbol topeng macan) yang dikendalikan Cina (simbol bulu merak).Â
Menurut perkisahan, Warok reog pertama adalah Suromenggolo. Dia adalah putra pertama Ki Ageng Kutu sendiri.Â
Pesantren diperkirakan hadir di tengah masyarakat Ponorogo pada pertengahan abad ke-18. Â Diasumsikan Masjid Tegalsari yang didirikan Kyai Ageng Muhammad Bashari (Besari) tahun 1742 adalah embrio pesantren di sana.Â
Di masjid itu sejumlah tokoh Nusantara pernah menjadi "santri pertama" yang menimba ilmu agama. Â Antara lain ada Raja Surakarta Sunan Pakubuwono II, Pujangga Keraton Raden Ngabehi Ronggowarsito, dan Hadji Oemar Said (HOS) Cokroaminoto.Â
Dari masjid itu pula, atas prakarsa para keturunan Kyai Besari, lahir Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor yang terkenal se-Indonesia.
Cantrik dan Santri
Murid padepokan lazim disebut cantrik sedangkan murid pesantren lazim disebut santri. Â Cantrik berguru (nyantrik) pada warok, pimpinan padepokan. Sedangkan santri belajar (nyantri) pada kyai, pimpinan pondok pesantren.
Dalam prakteknya, terutama di masa kini, cantrik padepokan reog itu sekaligus merupakan anggota kelompok kesenian reog. Dalam kelompok itu mereka berguru kepada warok, pimpinan reog. Â
Para cantrik itu tidak hanya belajar kesenian reog, dalam berarti belajar musik, koreografi tari, dan pakem cerita reognya. Tapi juga, dan ini yang terpenting, belajar tentang ilmu hidup orang Jawa. Â Dengan ilmu hidup dimaksudkan bukan saja ilmu kanuragan. Tapi juga nilai-nilai kehidupan orang Jawa atau nilai-nilai kejawen.