Implikasinya, guru/dosen harus memiliki kemampuan berbahasa yang baik dan benar. Mampu menyusun kalimat dan paragraf dengan struktur yang logis.
Jika tiga alasan, atau bisa disebut kriteria soal essai, di atas tak terpenuhi, maka besar kemungkinan soal esai akan gagal menjadi alat ukur kemampuan akademis.Â
***
Lantas apa implikasi pemberlakuan soal esai dalam asesmen kemampuan akademis?
Perubahan pola ajar di sekolah/kampus. Itu tak bisa ditawar.
Pola ajar instruktif, searah dari pengajar (guru/dosen) ke pelajar (siswa/mahasiswa), garus diubah menjadi komunikatif, dua atau multi arah antara pengajar dan pelajar, sesama pelajar, dan dengan stakeholder lain (orangtua, tokoh, dan lain-lain).
Harus berubah karena pola ajar instruktif cenderung menghasilkan pengetahuan hafalan saja pada murid. Materi ajar diterima secara apa adanya; begitu saja, tanpa respon kritis yang busa mengantar pada pemahaman dan penerapan. Soal-soal ujian akan dijawab persis menurut apa "kata guru" atau "kata buku wajib".
Sebaliknya pola ajar komunikatif cenderung tiba pada pemahaman bersama, antara pengajar dan pelajar serta pihak lainnya. Pemahaman itu menjadi syarat untuk bisa menerapjan suatu pengetahuan. Entah itu untuk menjelaskan atau menganalisis fakta, atau menghasilkan pengetahuan atau temuan baru.
Kenapa bisa begitu. Ya, karena pendekatan komunikasi menempatkan pengajar dan pelajar pada posisi setara, sesama subyek pendidikan. Relasi setara itu memungkinkan pelajar untuk bersikap kritis pada materi yang diberikan pengajar. Sikap kritis menjadi pangkal kreativitas, dan kreativitad adalah dasar inovasi.Â
Dari hasil menyimak implementasi kebijakan Merdeka Belajar dan Kurikulum Merdeka, saya menangkap kesan adanya pergeseran pendekatan ajar dari instruksi ke komunikasi. Merdeka Belajar, juga Kampus Merdeka, membuka ruang luas bagi siswa/mahasiswa untuk mengekspresikan diri dan mengeksplor berbagai sumber belajar untuk meningkatkan kompetensinya. Antara lain melalui diskusi, debat, proyek, eksplorasi, dan ekskursi sosial.
Sebenarnya bisa ditetapkan satu pola ajar dalam Merdeka Belajar begini: 80 persen komunikasi, 20 persen instruksi. Dengan begitu, sejak awal siswa/mahasiswa sudah tersosialisasi menjadi pribadi yang terbuka, kritis, dan solutif.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!