Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Roy Suryo, Goyang Rungkad dan Momok PKI Berkelanjutan

29 Agustus 2023   13:41 Diperbarui: 30 Agustus 2023   06:18 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tamu undangan bergoyang menikmati lagu Rungkad yang dilantunkan Putri Ariani di acara HUT ke-78 Republik Indonesia pada Kamis (17/8/2023) di Istana. (YouTube Sekretariat Presiden via liputan6.com)

"Tigapuluh September" masih lebih dari 30 hari lagi, tapi Roy Suryo sudah mulai ribut dengan isu PKI.

Gara-garanya, saat perayaan ulang tahun ke-78 RI di Istana Negara pada 17 Agustus 2023 yang lalu hadirin berjoged-ria merespon lagu Rungkad yang rancak dibawakan Putri Ariani. 

Aksi joged itu, kata Roy nih, mengingatkannya pada satu adegan menari-nari dalam film (Penumpasan) Pengkhianatan G 30 S PKI besutan Arifin C. Noer tahun 1984. Maksud Roy adalah adegan aktivis Gerwani menari-nari (erotis) diiringi lagu Genjer-Genjer di Lubang Buaya. Itu dipersepsikan sebagai tarian "pesta pora" merayakan sukses PKI menculik dan membunuh enam orang jenderal  dan seorang kapten TNI AD. 

Menurut tuturan Roy, dia sedang dalam perjalanan dari Gunung Kidul ke Pacitan pada 17 Agustus 2023. Katanya dia berhenti sejenak untuk mengheningkan cipta saat detik-detik peringatan Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Lalu dilanjutkan dengan menonton siaran perayaan ulang tahun kemerdekaan RI dari Istana Negara. 

Nah, kata Roy, saat Putri Ariani menyanyikan lagu Rungkad dan hadirin turun bergoyang joged di halaman istana, dia tiba-tiba teringat adegan menari-nari dalam film Pengkhianatan G 30 S PKI itu. 

Kok bisa-bisanya, ya, imajinasi Roy Suryo ngacleng ke adegan fiktif dalam film dokudrama propaganda Orde Baru itu. Liar banget, ya.  Kenapa misalnya gak kepikiran konser Didi Kempot?

Lagian, Roy kan mengaku sedang mengheningkan cipta mengenang jasa para pahlawan yang gugur dalam perjuangan kemerdekaan. Bukan mengheningkan cipta mengenang Tujuh Pahlawan Revolusi yang gugur di Lubang Buaya.

Tambah aneh karena pada perayaan HUT ke-77 di Istana Negara tahun lalu, hadirin juga bergoyang merespon lagu Ojo Dibandingke yang didendangkan Farel Prayoga. Tapi Roy Suryo diam saja, tuh. Apa mungkin karena sibuk berkelit dari sangkaan penistaan agama terkait ulahnya mengunggah meme stupa Borobudur berwajah Jokowi? Atau karena keramaian politik Pilpres 2024 masih jauh?

Barangkali, sangat mungkin ya, konteks omongan Roy itu adalah politik Pilpres 2024 yang kini grafik keriuhannya sedang menanjak. Karena itu sukar diterima akal sehat bila penyejajaran goyang faktual perayaan kemerdekaan di Istana Merdeka dengan goyang fiktif Gerwani di Lubang Buaya adalah sesuatu yang bersifat seketika. Lebih logis jika hal itu telah didahului sebuah refleksi. 

Begini. Roy menonton upacara dan perayaan HUT ke-78 itu tanggal 17 Agustus 2023. Jika imajinasinya itu spontan, Roy mestinya sudah membagikan pikirannya itu lewat Twitter atau IG pada hari itu juga. Tapi dia baru mengungkap pandangannya itu tanggal 23 Agustus, enam hari kemudian, dalam sebuah diskusi di TVOne yang dibagikan lewat YouTube Viva.co.id.

Jadi Roy mungkin tak jujur-jujur amatlah tentang proses produksi imajinasi perbandingan fakta dan fiksi itu. Tapi biarlah itu menjadi urusan hati nurani dia.

Lebih masuk akal jika dikatakan Roy sedang memainkan politik labelisasi untuk membangun konstruksi politis bahwa "pemerintahan Jokowi berbau komunisme". Dalam diskusi yang ditayangkan TVOne itu Roy sempat mengucapkan "... siapa yang punya ide ini. Jangan-jangan ini bahaya laten ini sudah masuk betul".

Nah, lihat, ujung-ujungnya soal "bahaya laten", bukan?  Kita tahu terminologi "bahaya laten" kreasi Orde Baru itu secata spesifik menunjuk pada PKI. Partai ini memang sudah lama dibubarkan dan dilarang, tapi "hantu"-nya diyakini pemerintah Orde Baru masih gentayangan jadi momok politik.

Rupanya, sampai hari ini masih ada politisi yang konsisten memiara "hantu PKI" itu sebagai momok "bahaya laten" berkelanjutan. Tempo-tempo "hantu PKI" itu dikerahkan untuk mendiskreditkan lawan politik. 

Korban teror "hantu PKI" itu kini adalah Presiden Jokowi.  "Hantu" itu menyerang Jokowi dengan dua senjata hoaks. 

Pertama, Jokowi diisukan PKI atau keturunan anggota PKI.  Ini hoaks, buktinya nol. Yang jelas Jokowi itu diklaim Ketum PDIP sebagai petugas partai. Fix no debate!

Kedua, kedekatan pemerintahan Jokowi dengan pemerintah China yang komunis dianggap sebagai bukti Jokowi memang ada bau-bau komuisnya. Masuknya investasi dan tenaga kerja China ke Indonesia disebut sebagai penyusupan "bahaya laten".

Jadi, begitulah. Ujaran Roy bahwa tarian Rungkad itu seperti tarian Genjer-Genjer bisa ditafsir sebagai upaya menebalkan noktah isu PKI yang ditempelkan kepada Jokowi dan pemerintahannya. 

Dengan ujarannya itu, terkesan bahwa Roy termasuk dalam golongan politisi yang memiara "hantu PKI"untuk kepentingan politiknya. Nudah-mudahanlah kesan ini keliru.

Tapi jika benar demikian adanya, maka targetnya sudah jelas pendiskreditan Jokowi dan, dengan demikian juga, pasangan capres/cawapres yang didukung Jokowi. Soalnya capres/cawapres itu mesti punya tagline "Lanjutkan!". 

Nah, apa yang akan dilanjutkan. Para pemiara "hantu PKI" pasti bilang "Capres/cawapres yang didukung Jokowi akan melanjutkan undangan pada bahaya laten komunis dari China!" 

Hadeuh! Tepok jidat!  Paranoid pisan. Waspada pada kebangkitan PKI harus, tapi gak perlu lebay juga keles. 

Ujaran Roy itu lebay. Gagal logika ala "memedi sawah" (strawman argument). Malah terkesan dia macam tak ikhlas melihat rakyat gembira goyang Rungkad di halaman Istana Negara. Mesakno jenengan, Mas Roy! (eFTe)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun