Baru-baru ini Mas Ronny Rachman Noor, ahli genetika yang suka healing dengan berkompasiana, mengagihkan artikel tentang buaya. Judulnya "Ternyata Buaya Dapat Berbicara" (K. 10/8/2023).
Mas Ronny bicara tentang buaya beneran. Bukan soal "buaya darat" yang diriuhkan dalam kolom komentar.  Buaya sungguhan, tepatnya buaya air asin  (Crocodylus porosus).
Dia melaporkan hasil riset para peneliti Australia pada buaya air asin di sana. Kenapa Australia, ya, karena benua itu memang sarang buaya. Ingat film Crocodile Dundee-nya Paul Hogan dan serial Crocodile Hunter-nya Steve Irwin?
Pendek kata, dengan menggunakan ilmu ekologi akustik, para peneliti Australia itu katanya berhasil mengungkap ragam suara yang diproduksi buaya. Seperti geraman, dentuman, desisan, tamparan kepala, dan suara khusus saat pacaran. Peneliti telah berhasil memecahkan kode dan makna suara-suara itu.Â
Kesimpulannya, suara-suara itu adalah bahasa komunikasi antar sesama buaya. Dengan cara itu buaya bisa memberitahukan, sebagai contoh, keberadaan dan status reproduksinya (birahi). Sehingga buaya lawan jenisnya tahu, lalu janjian ketemu untuk gelut kawin.Â
Tentang kawin itu, buaya ternyata terkenal setia. Para peneliti dari Universitas Georgia US telah meneliti kawanan buaya alligator di Suaka Margasatwa Rockefeller, Lousiana. Kesimpulannya 70 persen buaya betina kembali pada pejantannya saat musim kawin tiba. Setelah betina bertelur, dan telurnya menetas, buaya jantan akan menjadi satpam dan pencari nafkah untuk betina dan anak-anaknya. Itu dilakukan tanpa dasar surat nikah.
Lalu bagaimana dengan 30 persen buaya lainnya? Laporan para peneliti tidak mengungkapnya. Sebab mungkin itu aib. Meniru sifat manusia, 30 persen buaya itu diduga selingkuh, ganti pasangan karena berbagai alasan yang sifatnya pribadi. Misalnya karena pasangan kurang ganteng/cantik, sudah tua dan loyo, dan gayanya kurang oke. Sudah jelek, tua, dan letoy, buaya pula. Bakalan ape, coba!
Bicara tentang kesetiaan buaya, tak salah bila pemuda Betawi mengusung roti buaya saat melamar pemudi pujaan hatinya. Bukan roti walrus, singa, atau lumba-lumba hidung botol. Itu tiga jenis hewan yang doyan selingkuh atau seks bebas. Apakah di antara mereka ada juga LGBT, kayaknya belum ada risetnya, deh.
Lalu bagaimana cara buaya mendengar suara dan menangkap pesan dari buaya lain? Ya, dengan alat pendengar yang ada di dalam kepalanya. Buaya tak punya daun telinga, tapi ada lubang di atas matanya yang mengarah ke alat pendengar internal. Lubang itu dilihat dengan cara mendekatkan matamu ke matanya. Tentu harus dilakukan secara hati-hati, agar buaya tidak kabur karena takut melihat tampangmu.Â
Di dalam air lubang itu otomatis tertutup, sehingga alat pendengar buaya akan menangkap suara buaya lain dalam bentuk getaran yang merambat lewat badan air. Dengan cara itu buaya betina di hulu sungai misalnya bisa berkirim pesan pada buaya betina temannya di hilir. "Oi, di sini ada lelaki kompasianer tua pemuisi sedang berenang." Lalu temannya membalas, "Malas, ah. Untuk kamu aja. Di sini ada lelaki kompasianer palugada sedang berenang juga."
Kalau di darat? Ya, suara buaya merambat di udara lalu masuk ke alat pendengar buaya lain lewat lubang di atas matanya. Kata Mas Ronny, menjawab pertanyaanku, buaya di darat mengeluarkan suara lenguhan dan gumaman. Nah, kalau ini, buaya mungkin meniru lenguhan dan gumaman "buaya darat" yang sedang in action di losmen jam-jaman.
Tentu kita berharap riset tak berhenti pada sekadar memecahkan kode dan makna suara buaya. Diharapkan ada penelitian lanjutan berorientasi inovasi.
Misalnya kita berharap Mas Ronny bisa meneliti dan menemukan chip dekoder dan interpreter suara buaya. Chip itu bisa ditanam di liang kuping manusia. Itu pasti sangat berguna, misalnya untuk mengetahui posisi buaya dan apa yang sedang dipikirkannya.Â
Tapi lebih dari sekadar alasan keamanan dari serangan buaya, chip itu akan sangat berguna untuk meng-kepoin pasangan buaya sedang bercakap-cakap. Dari situ mungkin bisa terungkap rahasia kesetiaan buaya. Itu berguna banget untuk terapi para peselingkuh, pelakor dan pebinor, bukan? Namanya "terapi buaya".
Mari kita berdoa agar Mas Ronny tergerak untuk melakukan riset penemuan chip itu. Demi dunia yang bebas dari peselingkuh, pebinor, dan pelakor. (eFTe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H