Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Selintas Sosiologi Pedesaan Batak Toba

10 Agustus 2023   15:57 Diperbarui: 11 Agustus 2023   01:06 922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu prosesi pernikahan adat Batak. Dalam Dalihan Na Tolu, pihak keluarga suami harus menghormati pihak keluarga istri (somba marhula-hula). Foto: Hengky Laksamana Simaibang

Sedangkan kelompok Sumba terdiri dari marga-marga turunan Sorimangaraja. Terdiri dari rumpun-rumpun Sorbadijulu atau Naiambaton (Simbolon, Tamba, Munte, Saragi dan turunannya), Sorbadijae atau Nairasaon (Manurung, Sitorus, Sirait, Butarbutar), dan Sorbadibanua atau Naisuanon.

Rumpun marga Naisuanon itu paling besar variasi dan jumlahnya. Terdiri dari sub-rumpun Sibagotnipohan (Tampubolon, Silaen, Baringbing, Siahaan, Simanjuntak, Hutagaol, Panjaitan, Silitonga, Siagian, Sianipar, Simangunsong, Marpaung, Napitupulu/Pardede), Sipaettua (Pangaribuan, Hutapea, Hutahean, Aruan, Hutajulu, Sibarani, Sibuea), dan Silahisabungan (Sihaloho, Situngkir, Doloksaribu, Sinurat, Nadapdap, Tambunan).

Menurut sejarah genealogis Batak Toba, status belahan Sumba itu adalah boru, penerima istri terhadap belahan Lontung yang berstatus hula-hula, pemberi istri. 

Naiambaton, Nairasaon, dan Naisuanon secara berturut-turut adalah istri-istri Surbadijulu, Sorbadijae, dan Sorbadibanua yang diambil dari belahan Lontung.

Itulah awal konstruksi struktur genealogis Dalihan Na Tolu (DNT), Tiga Kaki Tungku yang berlaku dalam masyarakat Batak Toba sampai kini.  Hula-hula sebagai pihak pemberi istri, boru sebagai pihak penerima istri, dan dongan tubu sebagai kerabat segaris darah (patrilineal). Baik hula-hula maupun boru punya dongan tubu sendiri.

Perkawinan ideal orang Batak Toba pada mulanya adalah antara marga-marga belahan Sumba dan Lontung.  Tapi kemudian terjadi juga dan dibolehkan perkawinan antar marga serumpun. Misalnya antara Panjaitan dan Marpaung dalam rumpun Sibagotnipohan. Atau antara Sitorus dan Manurung dalam rumpun Nairasaon.

Tentu ada pengecualian berdasar padan, perjanjian leluhur untuk rumpun marga tertentu. Misalnya antara marga-marga rumpun Naiambaton  -- yang menyebut diri Pomparan ni Raja Naiambaton (Parna, 48 marga) -- ada perjanjian tidak boleh saling menikah. 

Struktur DNT dalam prakteknya bisa digambarkan dengan simulasi berikut. Poltak Sitorus menikahi Berta boru Sinaga. Maka Poltak dan keluarga besarnya menjadi boru bagi keluarga besar Berta. 

Sedangkan keluarga besar Berta adalah hula-hula bagi keluarga besar Poltak. Dongan tubu bagi masing-masing keluarga besar itu adalah semua saudara laki-laki segaris darah, baik horisontal maupun vertikal.

Status Berta sendiri, karena terbawa pernikahan ke dalam keluarga Poltak (patrilokal), menjadi boru bagi keluarga besarnya. Atau, sebaliknya, keluarga besarnya menjadi hula-hula baginya.

Relasi sosial antara tiga unsur DNT itu diatur dengan suatu norma adat. Bunyinya, "Somba marhula-hula, manat mardongan tubu, elek marboru." Artinya, "Hormat kepada hula-hula, baik kepada dongan tubu, kasih kepada boru."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun