Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Di Kajen Bondol Haji Melemparkanku ke Masa Kecil di Toba

18 Juli 2023   11:49 Diperbarui: 18 Juli 2023   22:58 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah panorama pagi di sudut selatan Kajen, Pekalongan (Dokpri)

Sebuah perjalanan tak mesti membawa kita ke masa kini di tempat lain. Tapi bisa juga membawa kita ke masa lalu di tempat lain.

Suatu urusan telah membawaku dari kemarin ke Kajen, Ibukota Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Ini pertama kalinya aku singgah di kabupaten/kota batik ini. Sebelumnya hanya melintas saja.

Kajen itu aslinya nama kota kecamatan. Kemudian menjadi ibukota Kabupaten Pekalongan. Arti kata kajen (Jawa) itu terhormat, dihormati. 

Kata itu penggalan dari nasihat Nyai Dai saat mendamaikan Adipati Wirokusumo (Domiyang) dan Adipati Wirodanu (Pekinganalit) yang bermusuhan karena memperebutkan Dewi Putri Tanjung. Kata Nyai Dai, kelak bila sudah zaman ramai, tempai ini dinamai Kajen. Maka jadilah begitu.

Aku dan keluarga menginap di hotel kecil, RD Syariah di Desa Kulu, Karanganyar, Kajen. Cukup nyaman, hening,  cocok untuk tempat istirahat. 

Karena hotel tak menyediakan sarapan, maka aku harus keluar cari warung makan pagi-pagi benar. Berharap menemukan warung soto tauto atau nasi megono, dua menu khas Pekalongan.

Dalam pencarian warung itu, aku terbawa langkah kaki ke tepi areal bekas sawah atau mungkin lahan tebu di selatan hotel. Areal itu sedang bera, atau mungkin diberakan karena sudah dibeli orang kota. Kini penuh ditumbuhi semak-semakan, antara lain aneka gelagah dan padi-padian. 

Jauh ke selatan areal itu, tampak biru dinding utara dataran tinggi Dieng. Perjalanan ke sana, kata pengemudi kemarin, sekitar 3 jam lewat Banjarnegara. Lama karena kindisu jalan semput dan menanjak.

Burrr .... Bunyi kepak sayap serombongan bondol haji mengejutkanku. Atau sebenarnya mereka yang terkejut karena kehadiranku. Lalu kabur menghindar dari tepi areal bera itu.

Bukan karena aku orang Batak, maka bondol haji yang tetas dan besar di Jawa Tengah itu kabur ketakutan. Bondol kabur karena takut ditangkap. Lalu diperjual-belikan dengan harga murah di pasar burung. Atau terpenjara di sangkar burung milik anak kecil. Atau, paling sial, menjadi burung pipit goreng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun