Ada dua kemungkinan alasan penolakan AM tersebut.
Pertama, sebagai seorang pengusaha dia tidak mau rahasia inovasinya diketahui pihak lain. Sebab hal itu merupakan nilai tambah dan pembeda untuk produknya. Dia pengusaha, bukan peneliti. Terbukti kemudian dia menawar-nawarkan teknologi Nikuba itu seharga Rp 15 miliar.
Kedua, dia tak punya kompetensi sebagai peneliti kimia, fisika, ataupun teknik elektro -- AM peminat Kimia dan Fisika yang tak lulus SMA -- sehingga perakitan atau proses inovasi Nikuba tidak didasarkan pada metode saintifik, melainkan melalui proses trial and error di "bengkel kerja". Karena itu wajar jika AM tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan saintifik tentang Nikuba.
Hal terakhir ini merupakan kelemahan serius bagi para inovator independen di luar lembaga riset seperti AM. Masalah serupa juga dialami oleh sejumlah petani inovator yang menghasilkan galur-galur benih unggul dan pupuk/pestisida organik/biologis. Mereka tak bisa mempertanggung-jawabkan keilmiahan inovasinya. Sehingga tak bisa mendapatkan sertifikat pelepasan untuk komersialisasi dari Kementan.
Kasus Nikuba ini bisa menjadi titik tolak bagi BRIN untuk lebih memperhatikan nasib para inovator independen yang umumnya tidak atau kurang mendapat dukungan pemerintah.
Sebenarnys BRIN punya Program Fasilitasi Inovasi Akar Rumput di bawah Direktur Pemanfaatan Riset dan Inovasi pada Kementerian/Lembaga, Masyarakat, dan UMKM. Jangkauan program yang baru diluncurkan tahun 2023 perlu diperluas ke berbagai bidang kegiatan dan daerah.Â
Juga harus diperdalam sehingga tak hanya merangkul inovasi yang sudah ada. Tapi juga menumbuhkan dan mendampingi inovator akar rumput di berbagai bidang.Â
Para inovator independen di akar rumput umumnya tak hanya miskin pengetahuan teori dan metode saintifik, tapi juga miskin jaringan sosial dan modal finansil. Akibatnya mereka kerap menjadi korban "maling inovasi". Di situlah pemerintah, dalam hal ini BRIN, seharusnya hadir.
Satu hal yang perlu diingat, senyeleneh atau seabsurd apapun inovasi independen itu, semisal Nikuba AM, selalu ada kandungan nilai kebenaran, kemanfaatan, dan keamanan padanya. Sekecil apapun nilai-nilai itu, kewajiban pemerintah lewat BRIN untuk membantu pengembangannya secara saintifik, sehingga bisa menjadi inovasi yang berguna untuk kemaslahatan masyarakat. (eFTe).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H