Melalui ritus atau seremoni wisuda, seorang sarjana resmi memperoleh justifikasi dan legitimasi keahlian berbasis sains di bidang tertentu. Keahlian itu dilambangkan oleh toga. Â Jubah hitam melambangkan wibawa sains. Topi hitam persegi empat melambangkan cara pandang saintifik yang multi-dimensional. Pemindahan tali kuncir dari kiri ke kanan topi melambangkan kesiapan peralihan dari ranah teori ke ranah praksis.
Wisuda dengan demikian mengandung dua makna dasar. Pertama, pengakuan dan pengukuhan formal atas keahlian dan kemumpunian akademik seseorang yang telah meraih gelar sarjana di bidang tertentu (S-1, S-2, S-3).Â
Kedua, pernyataan kesiapan seseorang yang telah meraih gelar sarjana untuk beralih dari dunia teori ke dunia praksis. Dengan kata lain, kesiapan untuk menerapkan keahlian akademiknya dalam karya yang mendukung peningkatan kemaslahatan masyarakat.
***
Dengan memperhatikan dua makna dasar tersebut, kiranya sudah bisa dijawab apakah wisuda TK, SD, SMP, dan SMA mengandung makna yang sama dengan wisuda sarjana.
Sudah pasti jawabannya "Tidak!"
Jenjang pra-sekolah, sekolah dasar, dan sekolah menengah (pertama dan atas) jelas tidak dimaksudkan untuk penguasaan bidang keahlian akademik tertentu hingga taraf pemahaman (S-1), pendalaman (S-2), dan penemuan (S-3). Murid SD, SMP, dan SMA ditargetkan hanya untuk mengetahui secara reproduktif dasar-dasar sains. Bukan untuk mengetahui secara produktif seperti pada universitas, sebagaimana dibuktikan dengan produk saintifik berupa skripsi, tesis, dan disertasi.
Jelas juga pengetahuan dasar lulusan SD, SMP, dan SMA tidak dimaksudkan untuk dapat diterapkan dalam kerangka peningkatan kemaslahatan masyarakat.Â
Benar untuk kasus SMK, penguasaan keterampilan (vokasi) tertentu oleh murid dimaksudkan untuk dapat langsung diterapkan dalam kerja teknis. Tapi ketrampilan semacam itu bersifat reproduktif dan elementer.Â
Jadi bisa disimpulkan wisuda lulusan TK, SD, SMP, dan SMA/SMK itu mengingkari makna dasar wisuda secara historis. Dia tak punya makna baik pengakuan/pengukuhan keahlian akademis maupun peralihan dari teori ke praksis. Karena itu dia dengan sendirinya telah mendegradasi makna wisuda dari justifikasi/legitimasi keahlian akademis, teoritis maupun praksis.
Jika ada makna yang terkandung pada wisuda pra-sekolahan dan sekolahan, maka itu hanya semata nilai selebrasi dan kenangan kelulusan. Ditambah nilai lain yang cenderung memberatkan: nilai ekonomi berupa biaya wisuda. Ini bikin banyak orangtua murid mengeluh karena dompetnya mengempis drastis.