Di luar rumah makan, aku segera googling bakmi Hap Kie. Nama ini tiba-tiba saja muncul di benak, mungkin dari ingatan di masa lalu. Atau mungkin pernah terbaca di mana, lupa.Â
Atau itu semacam serendipitas. Temuan intuitif solutif tak terduga untuk sebuah masalah. Masalah kelaparan outsider di Pecinan.
Aha, ternyata kedai bakmi Hap Kie hanya sekitar 150 meter dari Kelengan. Kedai itu ada di Jalan Beteng. Tuhan Maha Pengasih pada umat-Nya yang sudah lapar sepulang dari gereja.Â
Akhirnya jadi juga makan siang. Kami melangkahkan kaki menuju kedai bakmi itu.
Kedai bakmi Hap Kie itu kecil, tapi terasa akrab, khas kedai bakmi Cina dari masa lalu. Beruntung kami masih mendapat meja untuk empat orang. Pengunjung berikutnya harus rela antri menunggu meja kosong.
Kami pesan nasi goreng, mie ayam, kuetiaw goreng, dan pangsit goreng. Porsinya tergolong jumbo dan disajikan panas-panas. Setiap menu dimasak saat dipesan.
Rasa masakan Hap Kie itu enak betul. Tak hanya enak, tapi juga unik. Bahan mienya kenyal-kenyal getas gurih, bikinan sendiri. Aroma asap nasi gorengnya menggugah selera. Pangsit gorengnya garing gurih. Bakso gorengnya menggoyang lidah.Â
Saya sudah menikmati masakan Cina di Jakarta, Medan, Siantar, atau bahkan Pontianak. Â Tapi belum petnah mebemukan rasa seperti di Hap Kie.
Pokoknya enak dan uniklah. Gak perlu banyak cerita rasa. Kami ke Hap Kie untuk makan siang. Ya, sudah, makan saja. Kalau aku bilang enak, ya enak. Gak perlulah didebat.Â
Soal rasa, kan gak bisa diperdebatkan. Sambal petis enak banget kata temanku, putra asli Surabaya. Ya, sudah. Gak usah minta aku mencicipinya.
Kami keluar dari  kedai bakmi Hap Kie dengan tampang bego. Puas dan kekenyangan.