Richard sesat logika karena menyimpulkan sebuah gejala sosial -- yaitu orang NTT tidak jujur -- secara pars prototo, fakta individual menjadi fakta umum. Artinya, kalau Richard menemukan seorang individu NTT tidak jujur, maka berarti semua orang NTT tidak jujur (ad ignorantum). Kesimpulan semacam itu disebut kesimpulan berlebihan (hasty generalization), sehingga tidak dapat dipertanggung-jawabkan secara logika.Â
Kedua, Richard sudah punya predisposisi dalam bentuk hipotesis  bahwa orang NTT tidak jujur.  Untuk membuktikan hipotesis itu dia kemudian merekayasa kasus tunggal "ponsel tertinggal di warung". Â
Perhatikan dia tak perduli pada penjelasan Pak Azman. Dia, dengan kekusaannya sebagai tiktoker influencer, Â justru memaksakan kesimpulannya sendiri dengan argumen tanpa dasar.Â
Dengan kata lain, Richard secara sengaja dan terencana telah membuat kesimpulan yang cacat dan, karena itu, tidak logis. Justru sebaliknya, Richardlah yang telah berlakon tak jujur, bukan Pak Azman atau orang NTT.
Sudah tak logis, tak etis pula, seperti akan saya jelaskan selanjutnya.
***
Jika warga NTT merasa terhina lalu marah karena kesimpulan Richard, maka itu indikasi kesimpulan tersebut tidak etis sehingga melukai perasaan etnisitas mereka. Kesimpulan serampangan Richard dinilai menista etnis-etnis lokal di NTT karena secara eksplisit dia menyebut "orang NTT". Itu artinya semua kelompok etnis di sana.
Para pengecam Richard menuduh dia rasis, merendahkan etnik-etnik NTT, dan tuduhan itu tidak keliru. Richard memang telah mengabaikan etika sosial saat membuat dan menyiarkan konten Tiktoknya.
Pada tingkat pertama, Richard telah menistakan Pak Azman karena mengesampingkan dan bahkan menolak penjelasan Pak Azman tentang duduk perkara ponsel tertinggal itu. Richard justru berasumsi sendiri, memaksakan pikiran sendiri, Â lalu menyimpulkan dan menuduh Pak Azman tidak jujur.Â
Menurut Richard, kalau Pak Azman jujur, maka harysnya dia memanggilnya dan memberitahu henponnya tertinggal. Itu ukuran kejujuran pribadi yang dipaksakan Richard kepada Pak Azman. Sikap etnosentris namanya itu. Sangat bias dan menghakimi.
Seluruh dunia kemudian menerima informasi fitnah, karena sepihak dan invalid, tentang Pak Azman, seorang lelaki tua pewarung yang takjujur. Bisa dibayangkan rasa sakit dan terhinanya Pak Azman. Karakternya dibunuh secara semena-mena oleh seorang lelaki muda yang tak dikenalnya. Dia kehilangan harga diri di hadapan anggota keluarga, tetangga, dan teman-temannya.Â