Kita mulai dengan batasan plagiat.
Plagiat berarti mengambil seluruh atau sebagian teks milik penulis lain lalu mengklaimnya sebagai milik sendiri.
Itu kalau plagiat atas karya tulis orang lain.
Ada juga swaplagiat. Ini berarti mengutip ulang seluruh atau sebagian tulisan sendiri dalam tulisan baru tanpa menyebut sumber aslinya.Â
Jadi seseorang bisa menjadi plagiator dan atau swaplagiator. Dan itu kira-kira sama jahatnya dengan "predator seksual" yang menganggap lelaki dan atau perempuan hak orang lain sebagai haknya. Kamu paham maksudku, kan?
Di Kompasiana, sangat tegas, plagiat divonis sebagai kejahatan literasi. Jika 25% kadar kontenmu terindikasi plagiat atau swaplagiat, maka kamu langsung divonis plagiator. Lalu artikel plagiatmu langsung dihapus. Lima kali kejadian begitu  akun Kompasianamu dihukum mati.
Ngeri gak, sih?Â
Tapi akhir-akhir ini teks-teks plagiat berkeliaran tiap hari di Kompasiana. Anehnya, Admin Kompasiana meneng ae, diam manis saja.
Apakah Admin tidak tahu-menahu, tidak mau tahu, tahu sama tahu, atau semakin toleran pada plagiat?
Entahlah. Biarlah Mas Kevin yang menjelaskan. Sebab dia satu-satunya Admin yang (mungkin dengan terpaksa) mau mengomentari artikel kompasianer.
Teks-teks plagiat yang kumaksud adalah komentar-komentar berikut ini.
"Dahsyat." Berkualitas." "Minum obat kuwat." "Demi kiyan heuheuheu." "Mantap." "Terimakasih atas informasinya." Terus semangat tetap semangat." "(Emotikon) "😀."
Teks-teks di atas bermunculan di artikel-artikel kompasianer baik itu sebagai plagiat maupun swaplagiat.
Bahkan ada beberapa kompasianer plagiator yang menjiplak semua komentar itu dan mengagihkannya sebagai komentar milik sendiri di artikelku.Â
Hei, di mana penghargaan kalian kepada Bang Fei, Acek Rudy, Prov. Pebrianov (still ghosting), MAs Ahmad, Omjay, dan Kakek Merza?Â
Betul, mereka itu memang swaplagiat teks komentar. Teks komentarnya selalu sama di artikel manapun dan kapanpun. Tapi kamu gak perlu ikut-ikutan juga kale jadi plagiat.
Sudah lebih dari 70 kata, kan?
Okelah. Segitu aja dulu. Lagian ini gak penting sebenarnya.Â
Yang penting sekarang, Lionel Messi ogah datang ke Indonesia. Takut diundang pejabat dan podcaster seperti Putri Ariani. Nanti diminta juggling di Istana Merdeka, piye, jal. Rumputnya gak sesuai standar FIFA. (eFTe)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H