Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Kisah Dua Kompasianer Jomblo Mencari Cinta

17 Juni 2023   19:08 Diperbarui: 17 Juni 2023   19:57 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lelaki jomlo (Foto: nextavenue.org via idntimes.com)

Lain timlo lain kuahnya. Lain jomlo lain susahnya.

Menjadi jomlo itu gak pernah mudah. Walau sebenarnya gak susah-susah amat juga, sih.

Lha, kalo dipikir-pikir, apa susahnya sih gak punya gebetan. Gak direngeki, gak direcoki, dan gak digandoli anak orang. Merdeka banget, tuh.

Jomlo bisa bilang "Aku jomlo maka aku bahagia." Semprul, dia bohong. Orang yang menikah juga bilang "Aku kawin maka aku bahagia." Semprul, dia lebih bohong lagi.

Gak adalah itu hubungan kausatif langsung antara status marital dengan kebahagiaan. Kebahagiaan itu soal gimana kamu menghargai dan menikmati hidupmu.  

Jomlo itu tak pernah mudah hanya dalam urusan melewati malam-malam dingin secara jablay. Tapi sebenarnya itu rada lebay juga, sih. Sebab bukankah sekarang ini era swalay(an)?

Hal yang benar-benar tak pernah mudah bagi jomlo adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan kepoisme. Semisal "Kok belum kawin?", "Gak laku-laku, ya?", "Mau dicariin jodoh?", "Apa gak berkarat itu barang?", dan "Kapan kawin?"

Andai jomlo itu agama, pasti pertanyaan-pertanyaan tersebut masuk kategori penistaan. Soalnya mereka menusuk langsung ke inti iman jomlo. Wah, bisa-bisa pengujarnya kena demo berjulid-julid dan berjilid-jilid.

Barangkali itulah yang terjadi saat Engkong Felix getol membully dua orang kompasianer jomlo imut. Mereka gak nyaman, jengkel, dan marah. Mau membalas, takut kualat pada lansia. Ya, sudah, cara terbaik ghosting aja dari Kompasiana. Sampai segitunya, coba.

Lantas selama ghosting, apa saja yang telah mereka lakukan? Nah, itu yang mau kukisahkan di mari.

***

Jomlo pertama, Ozy V. Alandika. Asli putra Bengkulu. Profesi guru SD, kalau gak keliru, ya. Peraih award Best in Specific Interest Kompasiana tahun, berapa ya, lupa. Artikelnya fokus pada masalah-masalah pendidikan dan pengajaran.  

Anehnya dia juga hebat menulis cara bercocok-tanam pisang. Agar tumbuh subur dan berbuah lebat. Tapi ngomong-ngomong, jomlo tanam pisang, bakalan ape, ya.

Terakhir, mungkin dua tahun lalu sebelum dia ghosting, Engkong Felix membullynya dengan sebutan "jomlo idaman kesayangan anak-anak perempuan dan mamah-mamah muda."

Anak-anak perempuan muridnya di SD bilang, "Sayang, ya, aku masih terlalu kecil untuk Pak Ozy."  Untung murid-murid perempuannya bukan tipe lolita.

Sedangkan mamah-mamah muda, para bunda murid-murid Ozy, bilang, "Sayang, ya, Mas Ozy imut tapi suamiku lebih ganteng." Eh, kesannya kok semacam menghina, ya.

Begitulah, lama menghilang, eh,  tetiba beberapa hari lalu muncul foto karangan bunga di WAG Gangsapiers. Tulisannya ucapan selamat menempuh hidup baru untuk Ozy & Hel**. 

Bah, Si Ozy kawin rupanya. Status jomlonya hilang tanpa bekas. 

Rupanya, selama dua tahun ghosting dari Kompasiana, Ozy blusukan total mencari jodoh. Hebatnya, ketemu pula. 

Sudah pasti, sontak, para anggota WAG Gangsapiers riuh mengucapkan selamat menikah dan kawin untuk Ozy.  Sejak pagi sampai subuh lagi, ucapan selamat mengalir terus. 

Hebatnya lagi, sampai subuh juga, Ozy sempat-sempatnya membalas segala ucapan selamat itu.

Engkong Felix sampai perlu menegur. "Zy, kamu subuh-subuh kok ya main hape, bukannya main dengan istri."  Eh, dibalas pula, "Ini lagi persiapan resepsi nanti siang, Engkong."

Tuing! Pusinglah kepala Engkong Felix. Dia bingung, ini Si Ozy bagaimana sebenarnya. Kawin dulu baru resepsi, atau resepsi dulu baru kawin?

Ah, sudahlah. Whatever pun itu, selamat menempuh hidup barulah untuk Ozy. Semoga menjadi keluarga sakinah mawaddah warahma. Amin.

 ***

Jomlo kedua, Guido Arisso. Asli putra Pacar, Manggarai Flores. Profesinya petani cengkeh. Peraih award Best of Citizen Journalism Kompasiana,  entah tahun berapa, dia juga lupa.  Artikelnya fokus pada masalah-masalah pertanian di Manggarai atau NTT umumnya.

Uniknya, selain ahli bercocok-tanam, Gui juga menguasai dunia perhantuan di hutan Manggarai. Hantu favoritnya adalah kakartana. Ini hantu perempuan muda, berkulit putih mulus berambut hitam panjang, gemar mandi telanjang di telaga saat gerimis mengundang, dan doyan menghisap keperjakaan lelaki muda polos yang tersesat di hutan.

Konon Gui terobsesi menjadi korban kakartana. Tapi itu mustahil karena setiap hari dia hanya berkeliaran di kota. Jadi bagaimana mungkin bisa tersesat di hutan. Paling juga dia  menyesatkan diri di asrama putri. 

Gui juga boleh dibilang ghosting dari Kompasiana sekitar dua tahun lalu. Gak usah dikoreksi kalau salah, ya. Sekali lagi, gara-gara dibully Engkong Felix dengan melabelinya jomlo lestari pemburu cinta kakartana.

Tampaknya hari-hari ghosting itu dimanfaatkan Gui untuk cari jodoh juga. Indikasinya, ada satu dua kali dia mengagihkan artikel picisan secara hit and run di Kompasiana. Jika ada yang bagus dari artikelnya, maka itu adalah foto ilustrasinya, seorang nona manis -- yang mungkin minta dansa sampai pagi.

Sebenarnya mungkin saja foto nona manis itu diambil dari internet atau kalender. Tapi Engkong Felix berbaik sangka sajalah. Itu adalah foto gadis impian Gui. Walau tetap ada masalah di sini. Cuma impian. Lalu kapan realita pelaminan?

Gui harus diingatkan. Jangan terlalu sibuk mengawin-ngawinkan padi dan jagung. Ingatlah juga mengawini si nona manis yang mulai malas datang ke dalam mimpimu. Sebab dia menanti kenyataan.

***

Kisah dua kompasianer jomlo itu memberi pelajaran penting. Kalau kamu jomlo, dan ingin segera punya pasangan hidup, ghostinglah dari Kompasiana.

Kenapa begitu?

Karena, kalau kamu lelaki jomlo, maka tidak akan pernah ada gadis yang mau menjadi istrimu. Semua orang juga tahu, penghasilanmu dari Kompasiana tidak akan pernah cukup untuk menghidupi keluargamu. 

Lagi pula, perempuan mana sih yang sudi dipersunting seorang jomlo yang sibuk menyunting artikel Kompasiana?

Secara rasional ekonomi, seorang gadis akan lebih memilih seorang buruh serabutan menjadi suaminya, ketimbang seorang kompasianer serabutan.

Tapi kalau saya seorang gadis, saya akan menolak keduanya. Lebih baik menikah lelaki budiman tapi hartawan. Kalau mengkhayal itu jangan tanggunglah. (eFTe)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun