"Selamat menikmati masa rehat, bu Ari."
Itu pesan Admin Kompasiana untuk kompasianer Ari Budiyanti. Lewat tulisan "Menulis Tanpa Tangis" (K. 6.6.2023), Mbak Ari menyatakan pamit untuk rehat dari Kompasiana.
Seorang rekan di WAG bilang, "(Komentar Admin) Sadis banget, ya."
Lha, di mana letak sadisnya, sih? Mbak Ari mohon pamit untuk rehat. Lha, wajar saja jika Admin Kompasiana  menyampaikan empatinya, agar Mbak Ari rehat dengan tenang, kan?
Suatu penghargaan juga bila Admin sempat-sempatnya mengucapkan selamat rehat untuk Mbak Ari. Biasanya email, twit, dan WA-nya gak dibalas, lho. Ini, tanpa diminta, Admin kasi komen. Kejutan spesial pake telor itu, kalau dalam dunia pernasi-gorengan.
Barangkali, maksud kawan tadi, bagusnya Admin merayu Mbak Ari agar tidak rehat, gitu? Eh, lu pikir Mbak Ari itu mempan rayuan. Sebagai pemuisi, dia akan menyitir Chairil Anwar, "Tak perlu sedu sedan itu."
Coba saja simak judul artikelnya: "Menulis Tanpa Tangis". Â Keren, kan? Jangan pernah berpikir dia penulis cengeng. Selama empat setengah tahun berkompasiana, zonder centang biru, dia sudah menulis 2.569 artikel, mayoritas puisi. Hanya 17 artikel yang diganjar HL. Â
Apakah dia pernah menangisi kondisi itu? Tidak! Tapi itu pengakuan dia, sih. Faktanya, hanya dia yang tahu. Kecuali dia curhat juga pada kompasianer Ayah Tuah, ya. Â
Tapi memang tak perlu menangis gegara Kompasiana. Apapun perlakuan Admin terhadapmu. Sebab sikap Admin itu ada di luar kendalimu. Jadi, ya, adaptif sajalah.
Jangan pula kau merasa sangat penting di Kompasiana. Sehingga Admin akan merayumu agar tidak ghosting dari Kompasiana. Â