Erick Thohir "gila"! Benar-benar "gila"! -Felix Tani
Di kancah sepakbola, semangat local pride itu bukanlah anti-naturalisasi. Dia sejatinya adalah rasa minder yang mengerucut pada sikap etnosentris. Menganggap pelatih dan pemain lokal sebagai kekuatan terbaik untuk memajukan sepakbola nasional di masa depan.Â
Semangat local pride itu pertama diserukan Markus Horison.  Dia meneriakkan frasa local pride menyambut keberhasilan  Timnas U-16 Indonesia -- yang seluruh pemainnya asli lokal --  menjuarai  Piala AFF U-16 2022 pada 12 Agustus 2022.  Â
"Campione! Local pride! Local pride, tapi ori!" soraknya. Dia menjadi pelatih kiper Timnas U-16 saat itu. Mendampingi Bima Sakti, pelatih utama.
Teriakan "Local pride!" terdengar juga pada 16 Mei 2023 lalu. Â Kali ini bukan dari pelatih atau pemain tapi dari kalangan warganet pendukung timnas. Frasa itu disuarakan menyambut sukses Timnas U-22 Indonesia menjuarai cabor sepakbola di SEA Games 2023 Kamboja.Â
Seluruh pemain di Timnas U-22 itu asli lokal. Pelatihnya juga lokal yaitu Indra Sjafri, pelatih utama dan Markus Horison, pelatih kiper.
Markus dan para pendukung local pride kemudian banjir kecaman di media sosial dan media massa. Mereka dianggap anti-naturalisasi pemain dan anti pelatih impor.Â
Kebetulan ada koinsidensi antara ujaran "Local pride!"Â itu dengan kehadiran pelatih Shin Tae-yong (STY) dari Korea Selatan. Juga dengan naturalisasi sejumlah pesepakbola Eropa berdarah Indonesia untuk memperkuat Timnas kita.
Markus Horison, juga Bima Sakti, telah membantah anggapan itu. Â Kita sebaiknya percaya saja pada bantahan itu. Â
Sebab mereka pasti paham naturalisasi pesepakbola, juga penggunaan pelatih asing, sudah lazim menjadi strategi pengungkitan prestasi sepakbola di berbagai negara Asia-Afrika. Indonesia bukan perkecualian.
