Agaknya memang belum terjalin komunikasi yang baik antara pemain naturalisasi dan pemain lokal dalam timnas kita. Â Di satu pihak, sedikit banyak mungkin ada perasaan superior pada diri pemain naturalisaai. Di lain pihak, pemain lokal mungkin merasa inferior. Perasaan seperti itu muncul karena kehadiran pemain naturalisasi dipersepsikan para pemain lokal sebagai manifestasi ketakpercayaan PSSI pada kemampuan mereka.
Barangkali, karena menyadari adanya gap sosial antara pemain naturalisasi dan pemain lokal, pelatih Indra Sjafri memutuskan penggunaaan total pemain lokal untuk Timnas U-22 yang berlaga di SEA Games 2023. Dia tak mau ambil risiko. Sebab gap semacam itu bisa kontraproduktif terhadap performa tim.
Timnas U-22 memang sukses menjuarai cabor sepakbola di SEA Games 2023. Tapi itu tidak serta merta membuktikan untuk menjadi juara Asia Tenggara, Asia, atau Dunia, Timnas Indonesia cukup mengandalkan pemain dan pelatih lokal.
Level performa timnas kita sekarang belum bisa menjamin Indonesia akan menjadi "Raja Asia Tenggara". Â Jangan kata untuk aras Asia atau dunia yang dikuasai tim-tim sepakbola yang berkiblat pada standar Eropa. Â
Pendek kata, mustahil timnas kita bertransformasi menjadi tim kelas dunia, tanpa mencapai standar sepakbola modern Eropa terlebih dahulu.
***
Tampaknya Ketua Umum PSSI Erick Thohir sangat paham tentang keunggulan sepakbola modern Eropa itu. Pengalamannya sebagai pemilik/presiden klub sepakbola Inter Milan (Italia), juga pemilik DC United (AS), lebih dari cukup untuk menyadari hal itu.
Bagi Erick performa sepakbola kelas dunia ada pada sepakbola modern Eropa. Itulah kiblat sepakbola dunia kini. Perhatikan pemain-pemain sepakbola kelas dunia dari Amerika Latin, Afrika, dan Asia adalah pemain yang berkiprah di liga-liga utama Eropa. Timnas Argentina, juara dunia 2022, misalnya berisikan pemain-pemain yang kenyang di liga Eropa.
Karena itu Erick Thohir mematok standar sepakbola modern Eropa sebagai target pengembangan sepakbola nasional. Untuk mencapai target itu, tak cukup dengan cara-cara biasa. Harus luar biasa.Â
Itu sebabnya akhir-akhir ini  Erick menggagas dan melakukan sejumlah langkah yang terkesan "gila", benar-benar gila. Coba simak.
Pertama, naturalisasi pesepakbola Eropa berdarah Indonesia. Bukan hanya satu dua orang, tapi banyak. Â Shayne Pattinama (Viking FK Norwegia) Sandi Walsh (KV Mechelen Belgia), Ivar Jenner (Jong Utrecht Belanda), dan Rafael Struick (ADO Den Haag Belanda) adalah nama-nama baru, mengikuti Jordi Amat dan Marc Klok. Erick belum berhenti mencari.