Aku bukan pakar puisi. Pun tak paham puisi. Keahlianku merusak puisi. Untuk menjaring pembaca yang senang tertipu.Â
Tapi subyektivitasku, intuisiku, membisikkan puisi "Membayangkan Banyak Jalan"  gubahan Ayah Tuah itu adalah "Puisi"dengan P-besar. Pilihan dan anyaman diksi, majas, dan  pesannya jauh di atas rata-rata.Â
Itu yang membuatku geram. Sebab intuisiku mengatakan puisi itu lebih dari layak untuk menjadi Artikel Utama di Kompasiana.
Aku berkata begitu, bukan karena berkawan dengan Ayah Tuah. Bukan. Â Kami musuhan. Karena dia selalu mencerca puisiku. Sekalipun dia tahu itu bukan puisi.
Aku tahu, Ayah Tuah itu pengagum Mbak Widha Karina, kurator puisi Kompasiana. Mudah-mudahan Ayah Tuah tak sampai meragukan kompetensi Mbak Widha. Lantaran meluputkan puisi tadi.
Mudah-mudahan, ya, semoga.
Oh, ya.
Aku tetap geram. (eFTe)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H