Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Salah Makan, Perut Gak Enak, dan Masuk Angin

28 April 2023   11:51 Diperbarui: 28 April 2023   14:35 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin pagi aku masuk ke ruang IGD sebuah rumah sakit di Jakarta Selatan. Untuk suatu urusan gak penting tapi genting. Jangan tanya apa itu.

Sementara aku berbincang dengan suster jaga bermasker -- dan saya juga bermasker (sehingga kami tidak saling kenal wajah) -- seorang lelaki usia 30-an masuk ke dalam ruang periksa.

Karena kupingku gak tersumpal, maka tak sengaja kudengarlah dialog antara dokter dan lelaki pasien itu.

"Kenapa, nih, Pak?"

"Perutku rasanya gak enak, Dok."

Perut gak enak? Pikirku. Apakah lelaki itu mengolah perutnya menjadi semacam soto jeroan? Mungkin salah bumbu sehingga rasanya blas gak enak?

Hei, aku kok berburuk sangka, ya.

"Kok bisa begitu?"

"Gak tau, Dok. Mungkin saya salah makan."

Lha, salah makan? Bukankah dia makan soto jeroannya sendiri? Kalau bukan, lalu makan apa, dong?

Dia bilang salah makan. Apakah mungkin dia gak makan sotonya, tapi piring dan sendoknya? Atau sekalian ngremus toples acar?

Jangan-jangan lelaki itu pemain kuda lumping. 

Nah, aku suudzon lagi, kan?

"Bisa buang angin?" 

"Sekarang, Dok?"

"Bukan. Maksud saya, bapak lancar buang angin?"

"Oh, itu, lancar, Dok."

Buang angin? Maksudnya apa, ya. 

Angin itu adalah udara di atmosfer bumi yang bergerak dari area bertekanan tinggi ke area bertekanan rendah. Kalau tak bergerak, maka namanya udara saja. Ingat, udara, ya, bukan "angin mati".

Orang Indonesia itu aneh. Kentut dibilang buang angin. Sejak kapan angin bisa dibuang. Mungkin bisa dialihkan arah geraknya. Tapi jelas gak dibuang.

Menambah tekanan udara (air pressure) ban mobil disebut tambah angin. Memangnya ada angin di dalam ban mobil?

Baiklah. Aku bermurah hati. Kentut itu adalah angin mikro beraroma busuk yang bergerak cepat di dalam usus (area tekanan tinggi) lalu keluar dari lubang anus (area tekanan rendah), terkadang menghasilkan bunyi yang nada dan frekuensinya bervariasi menurut seks, umur, dan suku atau ras.

Kalau tambah angin ban? Nah, itu angin mikro yang bergerak lewat selang dari tabung kompressor (area tekanan tinggi) ke dalam ban (area tekanan rendah).

Puas?

"Saya kenapa, ya, Dok?"

"Mungkin akibat salah makan saja."

"Salah makan, ya, Dok. Obatnya apa, ya, Dok?"

"Gak ada. Benerin aja makannya."

Mantap. Untuk pertama kalinya aku bertemu dengan seorang dokter brilian. 

Betul banget, tuh.  Solusi salah makan, ya, benerin makannya.

"Jadi saya boleh pulang, Dok?"

"Boleh. Tapi selesaikan dulu biayanya, Pak." Kali ini suster jaga yang menjawab.

Mantap kali. Aku hitung-hitung, lelaki itu harus bayar total Rp 500,000. Rinciannya observasi dokter Rp 200,000, observasi ruangan Rp 200,000, prasarana poli Rp 25,000, dan administrasi Rp 75,000.

Itulah biaya yang timbul akibat salah makan lalu perut gak enak, walau buang angin lancar. Hanya untuk mendapatkan nasihat "benerin makannya", harus bayar Rp 500,000.

Dalam kajian iatrogenesis, penyakit yang timbul akibat tindakan medis, pengalaman lelaki yang salah makan itu disebut pemiskinan iatrogenik. Pemiskinan yang diakibatkan biaya tindakan medik.

Gimana gak miskin? Salah makan, gak enak perut, lalu diberi solusi benerin makan, harus bayar Rp 500,000. 

Tekor gak, tuh. Miskin, miskin deh, lu.

Pelajaran apa yang bisa dipetik?

Simpel. Kalau kamu sakit, jangan pernah masuk IGD. Kalau amat terpaksa, masuk ICU saja. Itu lebih keren! 

Dan kalau kamu sehat, janganlah masuk UGD. Nanti kamu jadi suudzon. Itu sudah terbukti padaku. (*)

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun