Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dalai Lama, Deddy Corbuzier, dan Bahaya Etnosentrisme

14 April 2023   14:08 Diperbarui: 14 April 2023   14:21 3367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dalai Lama sedang berpelukan dengan seorang anak laki-laki, kemudian menjadi kontroversi (Foto: Screenshoot dari kanal YouTube JigJag)

Faktanya Dalai Lama dan anak laki itu hanya saling julur lidah pada posisi dahi beradu, simbol kedekatan atau keakraban. Cara adu dahi itu sering, terlalu sering bahkan, dilakukan Dalai Lama kepada orang-orang dari berbagai kalangan. Anak itu tidak benar-benar menghisap lidah Dalai Lama. Dalai Lama juga tak menyorongkan lidahnya agar menyentuh lidah anak itu.

Tentang ujaran "and suck my tongue", saya punya tafsir lain yang bisa diperdebatkan. Sangat mungkin itu semacam idiom khas Dalai Lama untuk mengatakan "camkanlah perkataanku". Sebab dia kemudian menasihati anak itu agar  "... melihat pada mereka yang menciptakan perdamaian dan kebahagiaan dan jangan mengikuti manusia yang selalu membunuh sesamanya."

Apakah anak lelaki itu tertekan oleh sikap, perkataan, dan tindakan Dalai Lama? Saya tak melihat ekspresi tertekan. Sebaliknya justru ekspresi kekaguman dan kebahagiaan. Dia memang terlihat canggung. Bisalah dipahami karena dia bertatap muka langsung  dengan Dalai Lama, seorang tokoh besar Budha, warga "kelas dunia".

Jadi secara verstehen, berdasarkan informasi yang tersedia di internet -- dan juga diskusi dengan rekan-rekan Buddhis di WAG -- saya tak bisa tiba pada kesimpulan bahwa Dalai Lama telah melakukan tindakan immoral berupa pelecehan seksual kepada seorang anak  laki-laki.

Wasanakata

Apakah saya hendak menyalahkan Deddy Corbuzier dan jutaan orang yang mungkin sependapat dengannya? Atau apakah saya hendak membenarkan tindakan Dalai Lama dan penjelasan para pendukungnya?

Point saya bukan di situ. Point saya adalah untuk mengingatkan agar menghindari sikap etnosentris dalam menilai perilaku pihak lain. Jangan menggunakan ukuran kultur sendiri atau kultur dunia untuk menilai perilaku individu atau kelompok  dari kultur lain yang berbeda. 

Etnosrntrisme semacam itu dapat berujung pada pendiskreditan, atau fitnah dan penistaan, seseorang atau suatu kelompok sosial. Saya khawatir Dalai Lama dan entitas Buddha Tantrayana Gelug Tibet sedang berada dalam posisi ketakadilan semacam itu.

Lalu mengapa Dalai Lama mohon maaf kalau dia dan umatnya tak bersalah? Saya tak hendak menafsir itu karena menyangkut kualutas kerendahan hati sesrorang yang ditinggikan oleh umatnya.

Tapi, sekaligus sebagai penutup, anekdot yang diceritakan Pastor Anthony de Mello, SJ berikut mungkin bisa memberi insight.

Suatu hari seorang Rahib di sebuah desa difitnah seorang gadis telah menghamili dirinya.  Warga desa kemudian menganiata Rahib yang dianggap munafik itu dan minta pertanggung-jawabannya. "Baiklah," kata Rahib itu, lalu menerima dan membesarkan anak yang kemudian dilahirkan gadis itu.

Rahib itu langsung jatuh namanya dan tak ada lagi orang yang mau minta nasihatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun