Untuk bersikap adil dan logis, secara sosiologis suatu tindakan sosial harus ditafsir atau dinilai dari perspektif subyek pelaku (M. Weber). Tepatnya dengan mengungkap motif subyektif para pelaku. Dan itu berarti mempertimbangkan nilai-nilai atau norma sosial yang berlaku sebagai tuntunan perilaku dalam entitas sosial tempat pelaku berada.
Jika merujuk pada tipe ideal Weber, maka motif subyektif di balik sebuah tindakan sosial bisa saja motif rasional instrumental (cari untung), rasional nilai (altruisme), afeksi (cinta/benci), atau tradisi (nilai turun-temurun).
Jika merujuk pada informasi konten video YouTube JigJag di atas, juga pada unggahan video lain yang menunjukkan respon sangat positif dari anak yang dipeluk dan dicium Dalai Lama serta ibundanya (hadir saat peristiwa itu), maka motif tindakan Dalai Lama sangat mungkin adalah afeksi, pernyataan cinta-kasih, penyemangatan, dan pengharapan kepada anak lelaki itu.Â
Tentu ada unsur altruisme dan tradisi juga di situ. Mengingat tindakan itu dilakukan oleh seorang Dalai Lama yang sangat dipercaya dan dihormati, dalam konteks tradisi kultural (salam unjuk ludag) khas Tibet atau Buddha Tantrayana Gelug Tibet.
Video kesaksian anak lelaki itu dan ibunya justru menggambarkan kegembiraan, kebanggaan, Â kebahagiaan, dan kehormatan atas interaksi akrab dan indah dengan Dalai Lama. Simak kesaksian mereka berikut ini (YouTube Dri Choeden)
Sebagai "orang luar" -- seorang Katolik yang mencoba mengenal Buddha agar bisa menghargainya -- saya telah menonton lagi dan lagi video versi asli  yang disajikan YouTube JigJag di atas. Lalu berusaha memahaminya secara verstehen,  dari sisi pandang "orang dalam".
Satu hal yang menarik, inisiatif untuk pelukan (dan kemudian direspon Dalai Lama dengan cium sentuh bibir serta saling unjuk lidah) itu datang dari anak kelaki tersebut. Dia minta izin untuk memeluk Dalai Lama. Dalai Lama sendiri tak paham ucapan (Bahasa Inggris) anak itu. Sehingga dua orang stafnya harus menerjemahkan keinginan anak tersebut.
Anak itu kemudian berpelukan dan adu pipi kanan dengan Dalai Lama. Lalu dilanjutkan dengan cium sentuh bibir dan saling julur lidah, khas Tibet, atas inisiatif Dalai Lama sendiri.Â
Saya coba amati ekspresi dan gestur Dalai Lama sepanjang kejadian itu. Â Saya tidak menemukan satu unsur ekspresi atau gestur pun pada Dalai Lama yang mengisyaratkan pelepasan hasrat seksual. Tidak, tidak satupun.Â
Saya justru mendapat kesan mendalam bahwa Dalai Lama sedang menyatakan kasih dan harapan baiknya kepada anak lelaki itu. Memang ada ujaran "and suck my tongue" yang kemudian menjadi kontroversi, karena dianggap pelecehan seksual secara verbal. Ada yang bilang, Dalai Lama bukan bilang "suck" (hisap), tapi "stuck" (julurkan). Tapi saya sendiri mendengar kata "suck".