Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mario Dandy, Timnas U-20, dan Mentalitas Menerabas

9 April 2023   13:17 Diperbarui: 10 April 2023   13:52 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi vulgar mentalitas menerabas di jalanan (Foto: pradita utama/detik.com)

Jika raihan sangat tinggi, sementara upayanya sangat rendah, maka besar kemungkinan itu hasil mentalitas menerabas. Itu sesuatu yang dicapai lewat proses tak sewajarnya yaitu jalan pintas atau terabasan.

Mari kita periksa kasus Mario. Pada usia 20 tahun, tanpa riwayat pendidikan dan kerja yang meyakinkan,  dia sudah memiliki segalanya diukur dari status ekonomi atau gaya hidup. Punya (akses) motor gede, mobil R**icon, usaha kos-kosan mewah, outfit mewah, dan tentu saja uang melimpah.  

Jika ada anak muda tak punya pekerjaan tapi kaya raya, maka patut dipertanyakan dari mana sumber hartanya. Mentalitas menerabas dalam lingkungan keluarga sangat mungkin adalah jawabannya.

Dalam kasus Mario, proses kerja mentalitas menerabas itu terjadi dalam dua langkah. Langkah pertama, orangtuanya diduga mendapatkan kekayaan luar biasa (Rp 56 miliar) lewat cara ilegal. Kini ayahnya, Rafael Alun, sudah menjadi tersangka gratifikasi dan ditahan oleh KPK.

Langkah kedua, sebagai bagian dari pola asuh dalam keluarga, dengan modal kekayaan orangtua yang melimpah, Mario bisa menikmati  gaya hidup mewah dengan mudah dan cepat. Dari sisi orangtua hal itu disebut pemanjaan. Tapi dari sisi Mario hal itu disebut jalan menerabas demi nikmat gaya hidup mewah.

Gejala itu dikenal sebagai proses ajar nilai dalam keluarga, dari orangtua kepada anak. Jika ayah bermental terabas, maka anak juga (diajari) begitu. 

Orang bilang itu pewarisan karakter dari orangtua kepada anak. Tapi hal itu sejatinya adalah proses ajar nilai dalam keluarga, disebut juga pola asuh.

Mirisnya, proses ajar yang melestarikan mentalitas menerabas itu ternyata tak hanya terjadi di aras keluarga, seperti kasus Mario. Tapi terjadi juga di aras negara, seperti kasus Timnas U-20.

Hal itu terungkap dari respon punggawa Timnas U-20, serta pengurus teras PSSI, terhadap pembatalan status Indonesia sebagai tuan rumah Piala DuniaU-20.  

Begini. Selain sedih dan kecewa, terbit juga rasa marah pada diri skuad Timnas U-20. Sebab mereka kehilangan kesempatan besar untuk bermain di ajang sangat bergengsi yaitu Piala Dunia.

Hokky Caraka, salah seorang pemain, agaknya bisa merepresentasikan kekecewaan Timnas U-20. Dia lantas menuding penolakan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo terhadap Timnas Israel sebagai biang keladi pembatalan Piala Dumia U-23 di Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun